Setiap daerah memiliki tradisi unik dalam merayakan malam Nuzulul Qur’an, sebuah peristiwa bersejarah dalam Islam yang menandai turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.
Menurut buku Ulumul Qur’an: Sebuah Pengantar yang ditulis oleh Dr. Abu Anwar, M.Ag., Nuzulul Qur’an merupakan peristiwa penting dalam peradaban Islam yang terjadi di bulan suci Ramadan. Perayaan ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga bentuk pelestarian budaya dan penguatan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan masyarakat.
Di berbagai daerah di Indonesia, malam Nuzulul Qur’an diperingati dengan tradisi khas masing-masing. Berikut beberapa di antaranya:
1. Tradisi Maleman (Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat)
Di Jawa Timur, Bali, dan Lombok, malam Nuzulul Qur’an dirayakan dengan tradisi Maleman. Tradisi ini melibatkan pembuatan kue serabi yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar. Di Bali, masyarakat membuat tumpeng dan membawanya ke masjid atau musala terdekat sebagai wujud syukur dan kebersamaan.
2. Tradisi Malam Pitu Likur (Lampung)
Di Lampung, perayaan malam Nuzulul Qur’an dikenal dengan tradisi Malam Pitu Likur. Tradisi ini ditandai dengan pemasangan obor besar yang terbuat dari susunan batok kelapa. Selain itu, masyarakat juga menyiapkan hidangan khas seperti kuah beulangong. Pada malam ke-27 Ramadan, lampu-lampu minyak dinyalakan di halaman rumah dan masjid, melambangkan cahaya Al-Qur’an yang menerangi hati.
3. Tradisi Khatam Al-Qur’an dan Sorban Berjalan (Jawa Timur)
Tradisi ini dilakukan dengan mengarak sorban yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat. Sorban tersebut dibawa berkeliling, dan setiap orang yang dilewati akan memberikan sumbangan seikhlasnya di atas sorban tersebut. Tradisi ini mencerminkan semangat berbagi dan kepedulian sosial.
4. Tradisi Kuah Beulangong (Aceh dan Sumatera Utara)
Di Aceh, malam Nuzulul Qur’an dirayakan dengan tradisi Kuah Beulangong. Masyarakat bergotong royong memasak hidangan berbahan dasar daging sapi atau kambing yang dicampur dengan nangka muda dan bumbu rempah khas Aceh. Setelah matang, hidangan ini dinikmati bersama sebagai bentuk kebersamaan dan rasa syukur.
5. Tradisi Seribu Tumpeng (Solo, Jawa Tengah)
Di Solo, perayaan malam Nuzulul Qur’an dikenal dengan Tradisi Seribu Tumpeng atau Maleman Sriwedari. Pada malam ke-21 Ramadan, seribu tumpeng diarak dari Keraton Kasunanan Surakarta menuju Joglo Sriwedari. Arak-arakan ini melambangkan sambutan para sahabat Nabi Muhammad SAW saat menerima wahyu pertama. Setelah tiba di lokasi, tumpeng-tumpeng tersebut dibagikan dan dinikmati bersama sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur.
Malam Nuzulul Qur’an bukan sekadar peringatan sejarah, tetapi juga momentum bagi umat Islam untuk semakin mendekatkan diri kepada Al-Qur’an. Melalui berbagai tradisi yang diwariskan, masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa nilai-nilai kebersamaan, rasa syukur, dan semangat berbagi tetap hidup dan terus dijaga dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis : Davina
Editor : Lydia