Serang, lpmsigma.com – Di sepanjang jalan Penancangan guiding blok yang seharusnya diperuntukkan bagi para penyandang disabilitas, kini dikuasai oleh pedagang kaki lima.
Di sepanjang jalan Panancangan, Cipocok Jaya, guiding block justru dipenuhi oleh lapak pedagang kaki lima. Sebagian dari mereka sadar bahwa tindakan tersebut tidak sepenuhnya benar, namun desakan ekonomi membuat mereka tidak memiliki banyak pilihan.
Sairi, penjual bubur yang sudah setahun berjualan di bahu jalan kawasan Sumurpecung menuturkan, ia memanfaatkan ruang tersebut karena tak lagi mampu menyewa tempat resmi.
“Dulu bos saya pernah nyewa lahan, tapi malah kena gusur. Sekarang ya terpaksa di sini, di bahu jalan. Saya tahu ini buat pejalan kaki, tapi kami juga butuh untuk kebutuhan ekonomi,” ujarnya pada Kru Magang LPM SiGMA, Rabu (02/07).
Saat ditanya soal guiding block, Sairi juga kerap mengatakan bahwa ia kurang memahami fungsi dari guiding block tersebut.
“Tahunya sih ini jalan kaki biasa, saya gak tahu kalau ini jalur khusus untuk tunanetra, tapi saya tahu ini bukan tempat yang seharusnya,” katanya.
Ia juga bercerita, selama berjualan ditempat tersebut beberapa kali pernah ditegur oleh Satpol PP, untuk beberapa waktu tertentu.
“Pernah disuruh tutup seminggu waktu ada orang penting mau lewat. Biasanya dulu tiap Senin juga sering disuruh tutup jam enam sampai delapan pagi, habis itu boleh buka lagi,” ucapnya.
Ditempat yang sama, Marni, penjual minuman yang sudah lebih dari 10 tahun berjualan di ruang terbuka, juga mengaku tidak mengetahui guiding block adalah jalur khusus bagi tunanetra.
“Saya malah baru tahu kalau jalur itu buat orang buta. Saya kira semua jalur di trotoar sama saja, gak ada yang pernah ngasih tahu juga,” tuturnya.
Sebelum berjualan di bahu jalan yang kini menutupi guiding block, Marni sempat menempati tanah kosong. Namun, setelah terkena penggusuran, ia memilih bertahan di trotoar meskipun sadar ada batasan aturan.
“Setelah kena penggusuran saya lebih memilih untuk menetap di sini meskipun ada batas aturan, seperti ada kunjungan atau acara besar, kami pasti disuruh minggir. Tapi gak sampai disuruh tutup total, cuma peringatan aja,” ujarnya.
Keberadaan pedagang kaki lima di trotoar ini menuai beragam respons dari masyarakat. Neneng, pejalan kaki yang kerap melintasi kawasan ini merasa bahwa hal-hal seperti ini sudah menjadi suatu hal yang dinormalisasi.
“Sebenarnya ini ganggu banget, tapi karena sudah sering ya jadi biasa aja. Padahal ini kawasan publik, harusnya lebih tertib dan nyaman,” ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa pemerintah seharusnya bisa lebih peduli terhadap fasilitas ruang publik dan perencanaan tata kota bagi para pedagang.
“Pemerintah perlu membuat aturan yang berpihak ke semua. Relokasi itu penting, tapi jangan cuma pindahin tempat, pedagang juga harus tetap bisa jualan. Jadi semua nyaman, semua adil,” tutupnya.
Reporter: Mg_Syabila
Editor: Tiara