Wajah Manusia, Mainan AI Baru

0
13 views

Belakangan ini, media sosial dipenuhi tren foto polaroid berbasis kecerdasan buatan (AI). Pengguna cukup mengunggah foto, lalu dalam hitungan detik gambar jadi seolah-olah mereka berpose dengan idola, tokoh publik, ataupun orang terdekat. Sekilas, tren ini tampak menyenangkan. Ada rasa hangat karena bisa mengabadikan momen yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Tetapi di balik keseruannya, ada bahaya yang nyata ketika wajah manusia diperlakukan hanya sebagai mainan digital.

Ketika kita mengunggah suatu foto, sistem AI menyimpannya sebagai data biometrik. Mulai dari bentuk wajah, ekspresi, bahkan detail kecil kulit bisa direkam dan dipelajari ulang. Menurut penelitian Arvi Erawan Palindria, dkk. tentang ancaman deepfake, teknologi semacam ini bisa menimbulkan kerugian serius bila data biometrik dipakai tanpa izin. Hal ini ditegaskan pula oleh Zhifang Sun, dkk. bahwa kebocoran data wajah bukan hanya soal siapa yang menyimpan, melainkan bisa bocor sejak awal pengumpulan hingga penyimpanan.

Lebih mengkhawatirkan lagi, tren ini dimanfaatkan untuk tujuan yang menyimpang. Ada pengguna yang membuat foto bersama idolanya dengan pose vulgar atau manipulatif. Padahal wajah yang digunakan jelas tidak pernah memberi izin. Satu foto palsu saja cukup untuk merusak reputasi dan martabat seseorang, sebab citra wajah adalah identitas yang melekat pada diri. Ketika wajah dipalsukan, maka keaslian ikut dipertaruhkan.

Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi secara tegas melindungi wajah sebagai data pribadi. Artinya, penggunaan tanpa izin jelas melanggar hukum. Namun derasnya arus tren sering kali melampaui regulasi. Korban bisa lebih dulu mengalami kerugian sebelum perlindungan hukum bekerja.

Masalah utamanya bukan semata pada teknologi AI, melainkan pada perilaku pengguna yang menormalisasi pelanggaran privasi. Media sosial seolah mengajarkan bahwa menggandakan wajah orang lain tanpa izin adalah hal wajar. Jika dibiarkan, masyarakat bukan hanya kehilangan rasa aman, tetapi juga kepercayaan terhadap kebenaran foto digital.

Tren foto polaroid AI memang tampak remeh, sekadar hiburan. Tetapi di balik itu ada alarm keras, wajah manusia kini diperlakukan sebagai mainan AI. Satu unggahan saja cukup untuk membuat identitas kita tersimpan, dipelajari, dan direkayasa ulang oleh sistem. Pertanyaannya, apakah kita rela wajah kita cerminan jati diri, digadaikan demi tren sesaat di media sosial?

Penulis: Indah
Editor: Naila