Serang, lpmsigma.com – Menyikapi penggugatan perdata yang sedang dialami Tempo oleh Menteri Pertanian Arman Sulaiman, Organisasi Masyarakat Sipil Peduli Demokrasi bersama Wartawan Aliansi Jakarta Independen (AJI) biro Banten, Advokat Lembaga Bantuan Hukum, dan mahasiswa melangsungkan unjuk rasa solidaritas sebagai bentuk dukungan pada, Senin (10/11)
Dalam aksinya, mereka menilai gugatan tersebut bukan sekadar perkara hukum antara pejabat dan media, melainkan bentuk tekanan terhadap kebebasan pers dan hak publik dalam menerima informasi. Aksi ini menyuarakan sembilan tuntutan, yaitu:
Cabut gugatan Rp.200 Milyar terhadap Tempo, hentikan kriminalisasi dan tekanan terhadap jurnalis, tegakkan Undang-Undang Pers, Pemerintah dan Pejabat harus tunduk pada kritik, jamin keamanan dan independensi media di Indonesia, stop budaya anti-kritik dan otoritarianisme gaya baru, kembalikan fungsi media sebagai penjaga demokrasi bukan corong kekuasaan, usut tuntas pengeroyokan wartawan PT GRS Cikande, bebaskan mahasiswa UNTIRTA yang di jadikan kambing hitam dalam kasus pengerusakan pos polisi Ciceri saat demo 30 Agustus.
Audindra Kusuma, anggota AJI biro Banten, menyatakan bahwa persoalan yang dihadapi Tempo bukan hanya sekadar masalah pribadi, melainkan juga merupakan ancaman terhadap kebebasan bersuara di masa depan.
“Persoalan ini bukan hanya masalah Tempo, tetapi juga ancaman terhadap kemerdekaan kita untuk bersuara ke depannya,” ujarnya
Ia juga mengatakan, jika kita menganggap persoalan Tempo bukan persoalan bersama, maka itu akan menguntungkan rezim yang ingin membungkam media.
“Jika kita tidak menganggap persoalan Tempo sebagai persoalan kita bersama, maka itu akan menguntungkan rezim yang mencoba membungkam suara kita, dan membuat rezim merasa bebas melakukan apa saja karena tidak adanya masyakarat yang kritis,” tambahnya
Disatu sisi, persoalan diluar isu Tempo pun kembali mencuat dengan beredarnya kabar Presiden ke-2 Indonesia akan dinobatkan dengan mendapatkan gelar Pahlawan. Audindra turut menyampaikan ini menjadi sebuah kabar buruk, menurutnya di hari pahlawan kali ini tidak ada kabar baik bagi warga Indonesia terkait kebebasan pers.
“Pada momentum 10 November ini, kita baru dapat kabar buruk yaitu Soeharto dinobatkan sebagai salah satu pahlawan oleh mantan menantunya sendiri, Presiden Prabowo Subianto. Kita lihat bahwa di hari pahlawan sekarang tidak ada kabar baik untuk kita sebagai warga Indonesia,” imbuhnya.
Ia, juga mengatakan bahwa dengan aksi hari ini, meraka ingin menunjukkan keberpihakannya untuk menolak tempo di gugat dan menolak Soekarno di tetapkan sebagai pahlawan nasional.
“Kita ingin menunjukkan keberpihakan kita ada di mana, bahwa kita menolak Tempo digugat dan menolak Soeharto yang sudah ditetapkan sebagai pahlawan,” tambahnya.
Ditempat yang sama, Rohadi dari Lembaga Bantuan Hukum Pijar menyampaikan bahwa tuntutan yang diajukan Kementerian Pertanian, dengan mengklaim kerugian senilai 200 miliar terhadap media Tempo seharusnya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan pengadilan.
“Tuntutannya adalah keberatan kami atas gugatan yang diajukan oleh Kementerian Pertanian, Bapak Amran, terhadap media Tempo, dengan klaim kerugian senilai 200 miliar. Mekanisme gugatan atas media harusnya dilakukan lewat Dewan Pers, bukan ke pengadilan,” katanya.
Ia juga mengatakan, bahwa bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers harus disadari masyarakat.
“Ini merupakan bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers yang harus di sadari masyarakat,” ujarnya.
Rohadi pun turut menyampaikan pandangannya terhadap penetapan Soeharto sebagai pahlawan, baginya ini sebuah kejanggalan dimana Tempo sempat dibredel pada kepimpinan Soeharto.
“Bertepatan dengan Hari Pahlawan, Presiden Prabowo Subianto mengangkat Soeharto sebagai pahlawan nasional. Ini sangat janggal dan bertolak belakang dengan reformasi 1998, begitu banyak kejahatan HAM yang dilakukan Soeharto. Dalam pandangan kami, Soeharto maupun Prabowo Subianto sama-sama represif dan tidak memberi ruang bagi media, selalu memberedel dengan cara yang lebih modern. Tempo diberedel di era sebelumnya, sekarang melalui gugatan pengadilan negeri senilai 200 miliar. Hal ini menunjukkan pembungkaman akan kebebasan pers,” ucapnya.
Reporter: Hida
Editor: Tiara



