Di sebuah desa kecil yang dikelilingi pegunungan hijau, hiduplah seorang anak yang bernama Joko. Sejak kecil, ia selalu tertarik dengan cerita pemimpin hebat yang mampu mengubah nasib rakyatnya.
Joko sering mendengar kisah tersebut dari kakeknya yang bercerita di malam hari. Setiap kali mendengar cerita itu Joko membayangkan dirinya berdiri di podium besar dengan mengenakan jas dan menyampaikan pidato yang bisa menginspirasi banyak orang.
“Aku ingin menjadi presiden,” bisiknya dalam hati, bertekad suatu saat nanti.
Joko tumbuh menjadi anak yang cerdas. Ia selalu membantu tetangganya yang membutuhkan, seperti ketika ia membantu Bu Dini ‘penjual sayur’ mengangkut barang dagangannya.
“Joko, tolong kamu pindahkan barang itu ke dalam rumah,” ucap bu Dini.
“Baik bu,” jawab Joko.
Setelah Joko menyelesaikan pekerjaannya, ia pun kembali ke rumah, kemudian ia mulai menulis impiannya di sebuah buku kecil yang selalu dibawanya.
Suatu hari, Joko mengikuti lomba pidato di sekolah, tanpa sengaja Joko bertemu dengan lawan lainnya yang bernama Bimo. Bimo sendiri sangat tidak menyukai bila Joko mengikuti perlombaan pidato tersebut.
“Mana mungkin kamu jadi pemenang Jok,” ucap Bimo lawannya.
“Udah jangan dengerin perkataan Bimo Jok, kamu pasti bisa kok menang lomba ini,” tutur Adit, sahabat karib Joko.
Akan tetapi Joko tidak ambil pusing akan hal itu. Ia memilih tema pidato berjudul “Harapan untuk Masa Depan”. Dengan penuh semangat, ia menceritakan impian dan harapannya ke depan.
“Jika saya menjadi presiden, saya akan membangun sekolah yang lebih baik dan memastikan semua anak bisa belajar dengan nyaman,” ucapnya dengan percaya diri.
Banyak guru dan teman-teman Joko mengapresiasi penampilan Joko, mereka tidak menyangka akan pidato yang disampaikan oleh Joko. Pidato Joko pun mampu menggetarkan hati para juri dan penonton.
“Itu dia murid kebanggaan sekolah kita,” ucap salah seorang guru.
Joko tidak menyangka ketika namanya diumumkan sebagai pemenang, Joko merasa seolah mimpinya semakin dekat untuk menjadi seorang presiden.
Setelah perlombaan, Joko mulai lebih aktif untuk mengikuti kegiatan lainnya. Joko mendirikan kelompok kecil yang dinamakan “Mimpi Bersama” sebuah kelompok yang didirikan untuk berkumpul dengan teman-teman lainnya.
Suatu sore, saat Joko duduk di halaman rumahnya, ia melihat sekelompok anak-anak bermain di lapangan yang kotor dan penuh sampah. Ia merasa miris dan bertekad untuk mengubah keadaan itu. Bersama dengan teman-temannya, Joko mengadakan kegiatan bersih-bersih.
Mereka membersihkan lapangan, menanam pohon dan menghiasnya agar lebih indah. Warga desa pun ikut berpartisipasi dan dalam waktu singkat, lapangan itu berubah menjadi tempat bermain yang nyaman.
Berita tentang “Mimpi Bersama” dan aksi-aksi Joko mulai tersebar. Banyak orang dewasa mendukungnya hingga kepala desa pun memberikan pujian ketika melihat semua itu, Joko semakin yakin bahwa mimpi besarnya bukan sekadar angan-angan.
Bertahun-tahun berlalu, Joko terus belajar dan berjuang. Ketika ia beranjak remaja, ia kembali mencalonkan diri untuk menjadi ketua OSIS. Dalam kampanyenya, Joko berbicara tentang pentingnya kepemimpinan yang baik dan bagaimana agar setiap suara dapat di dengar.
Joko terpilih sebagai ketua OSIS. Ia pun melaksanakan berbagai program yang bermanfaat bagi siswa, seperti seminar tentang kepemimpinan dan penggalangan dana untuk kegiatan sosial. Ia terus menginspirasi teman-temannya untuk ikut berkontribusi pada perubahan.
Suatu hari, saat berkunjung ke sekolah dasar di desa tetangga, Joko bertemu seorang anak kecil yang terlihat cemas. Anak itu bercerita bahwa ia ingin belajar, tetapi keluarganya tidak mampu membeli buku. Joko teringat akan impiannya dan bertekad untuk melakukan sesuatu.
Ia pulang dan segera mengorganisir penggalangan dana di sekolahnya. Hasilnya pun Joko dapat membeli buku-buku dan alat tulis untuk anak-anak di sekolah dasar tersebut. Melihat senyum di wajah anak-anak itu membuat hatinya bergetar. Ia tahu bahwa mimpinya untuk menjadi Presiden adalah untuk memastikan setiap anak memiliki kesempatan yang sama.
Suatu malam, saat Joko berdiri di teras rumahnya, ia menatap bintang-bintang. Ia tahu bahwa perjalanan menuju cita-cita masih panjang, tetapi dengan setiap langkah kecil, ia semakin dekat. Dalam hatinya ia berjanji akan terus berjuang, bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk semua orang yang memiliki mimpi.
Mimpinya untuk menjadi presiden bukan lagi sekadar khayalan, tetapi sebuah harapan yang akan diwujudkan. Joko memahami bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang berani bermimpi dan berjuang demi orang lain.
Penulis: Ayunda
Editor: Nazna