Selama delapan tahun terakhir, jabatan Tertinggi Organisasi Mahasiswa di UIN SMH Banten selalu diisi oleh laki-laki. Data yang kami temukan menunjukkan pola yang sama dari tahun ke tahun:
– Muhamad Marjuki (2025)
– Bagas Yulianto (2024)
– Wildan Sahuri Ramadhani (2023)
– Syahrus Sobirin (2022)
– Faiz Naufal Alfarisi (2021)
– Ade Riad Nurdin (2020)
– Hasbi Ashidiqi (2018)
– M Syamsul Hidayat (2017)
Rangkaian nama ini memunculkan pertanyaan yang sebenarnya sederhana yakni mengapa belum ada presma perempuan di UIN Banten?
Padahal, di keseharian organisasi kampus, mahasiswa perempuan bukan sekadar pelengkap. Mereka memimpin program, menjadi konseptor kegiatan, mengelola divisi, hingga menyelesaikan konflik internal organisasi. Banyak dari mereka yang punya kapasitas, visi, dan pengalaman yang setara, bahkan dalam beberapa kasus, lebih matang.
Di level nasional, kita punya banyak bukti bahwa perempuan mampu memimpin di ruang publik. Sri Mulyani membuktikan ketegasannya dalam mengelola keuangan negara. Tri Rismaharini dikenal dengan kepemimpinannya yang lugas saat membenahi birokrasi Surabaya. Megawati pernah menduduki kursi presiden, sementara Khofifah Indar Parawansa memimpin salah satu provinsi terbesar di Indonesia. Semua ini menunjukkan satu hal yakni kepemimpinan perempuan bukan wacana baru, melainkan fakta yang sudah lama berjalan.
Jika perempuan bisa memimpin kementerian, kota, bahkan negara, maka memimpin organisasi mahasiswa tentu bukan hal yang tidak mungkin. Pertanyaannya apakah ruang kampus memberikan kesempatan yang sama bagi mereka?
Sejauh ini, figur perempuan memang jarang muncul sebagai calon presma. Entah karena enggan masuk gelanggang, atau karena dinamika politik kampus belum cukup memberi ruang. Yang jelas, potensi itu ada dan pernah terlihat di banyak UKM, fakultas, dan organisasi yang dipimpin perempuan.
Artinya, yang dibutuhkan bukan sekadar keberanian individu, tetapi juga kultur politik kampus yang lebih terbuka. Demokrasi kampus seharusnya menjadi tempat yang paling ideal untuk memberi ruang setara bagi siapa pun yang ingin memimpin.
UIN Banten mungkin belum pernah memiliki presma perempuan. Tapi dengan melihat kapasitas yang ada, pertanyaan itu mungkin tinggal menunggu waktu, kapan kampus ini siap melihat perempuan berada di posisi puncak kepemimpinan mahasiswa?
Penulis: Nabila Alsabila



