Lahirnya Polwan: Transformasi Perempuan Indonesia dalam Tubuh Polri

0
31 views

Pada saat awal masa Kemerdekaan Indonesia, peranan wanita masih sangat kaku dan hal ini masih terus berlanjut sampai ke transisi masa modern. Patriarki yang kuat pada awal kemerdekaan itu, menjadikan wanita memiliki banyak keterbatasan dalam bertindak.

Namun pada saat itu, dengan keikutsertaan wanita dalam perjuangan menuju kemerdekaan dapat dilihat pada perlawanan rakyat di Sumatera Barat, kaum wanita yang tergabung dalam berbagai organisasi pergerakan rakyat, saat itu seperti Layskar Muslimin, Sabil Muslimat, serta Keputrian Republik Indonesia (KRI) dan beberapa organisasi lainnya. Perjuangan wanita ini dapat terlihat dan di rasakan dengan baik, oleh para masyarakat pada saat itu. Organisasi wanita yang di bentuk dari berbagai daerah itu pun, mendapatkan perhatian dan dukungan oleh Kepolisian Republik Indonesia, karena pihak Kepolisian melihat organisasi tersebut memiliki visi yang sesuai dengan kepolisian.

Kemudian berawal dari organisasi dan minat para wanita tersebut, maka munculah instruksi untuk mendirikan Pendidikan Polisi Wanita pada setiap Keresidenan Indonesia. Terciptanya Polisi Wanita ini, di latar belakangi oleh faktor polisi-polisi yang merasa kesulitan ketika harus melakukan pemeriksaan fisik pada korban, tersangka, dan saksi wanita.

Menurut Edi Saputra Hasibuan, dalam Jurnalnya yang berjudul “Polisi Wanita (Polwan): Reformasi Kesetaraan Gender Dalam Tubuh Polri” menyebutkan bahwa usulan tersebut di sambut baik, sehingga cabang djawatan Kepolisian Negara di Sumatera membuka pelatihan pendidikan Polisi Wanita dengan enam orang anggota pertamanya yaitu, Maria Saanin, Rosmalina Loekman, Nelly Pauna, Djasmainar, Rosnalia Taher dan Dahniar Sukotjo yang secara resmi diangkat pada tanggal 1 September 1948. Setelah pengangkatan tersebut, mereka melanjutkan pendidikan Kepolisian bersama 44 orang Pria yang juga mengikuti pendidikan tersebut.

Pada Desember 1948, Pendidikan Inspektur yang ada di Bukittinggi harus terhenti dan akhirnya di tutup karena dampak dari terjadinya Agresi Militer kedua oleh Belanda. Meskipun sempat tertunda, namun pada tahun 1950 keenam calon anggota Inspektur Kepolisian Wanita tersebut kembali dilatih, pelatihan ini diadakan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Sukabumi. Dari Agresi Militer Belanda tersebut, mulailah dirasakan peran dari keenam anggota Polwan ini. Lalu dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, membuat anggota Polwan saat itu juga mengambil posisi untuk menjaga pemerintahan di sana.

Setelah melewati proses yang panjang, keenam wanita tersebut akhirnya melanjutkan pendidikannya kembali di Sukabumi, dan lulus pada bulan Mei 1951 sebagai Inspektur Polisi. Di hari kelulusan tersebut, momen haru dan mengesankan pun mulai terasa, sehingga Presiden Soekarno turut menyampaikan pesan serta menunjukan rasa bangganya terhadap lahirnya Polisi Wanita dalam tubuh Polri. Mereka semua mendapakan julukan Srikandi, pelopor lahirnya kesatuan Polisi Wanita di Indonesia, dan tanggal 1 September dijadikan sebagai hari lahirnya Polwan di Indonesia, meskipun jumlah mereka masih tergolong lebih sedikit dari Polisi Pria, namun peran mereka tidak dapat dipungkiri dalam perjalanan institusi Kepolisian.

Penulis: Mg_Nabel
Editor: Enjat