Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, bagian dari sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dirancang untuk menyediakan layanan kesehatan, yang terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia. Namun, di balik niat baik tersebut, realita di lapangan menunjukkan ketimpangan pelayanan, terutama bagi peserta kelas 3 dan masyarakat miskin.
Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 membagi iuran kepesertaan BPJS ke dalam tiga kelas. Secara teori, pembagian ini hanya membedakan fasilitas rawat inap, bukan pelayanan medisnya. Namun, dalam praktiknya peserta kelas 3 kerap menerima perlakuan yang kurang setara. Data menunjukkan bahwa 178,5 juta jiwa merupakan peserta kelas 3, termasuk 96,7 juta penerima bantuan iuran (PBI) yang tidak dapat naik kelas sdalam kondisi darurat.
Salah satu kasus yang mencuat berasal dari unggahan akun TikTok @monitoringkalteng. Seorang ibu pasien mengaku anaknya meninggal dunia karena keterlambatan penanganan. Ia membandingkan dengan pasien umum yang ditangani lebih cepat oleh rumah sakit.
Kisah ini bukan satu-satunya. Banyak peserta BPJS lainnya mengalami antrean panjang, lambatnya rujukan, serta perbedaan perlakuan yang mencolok. Sementara pasien umum mendapat layanan cepat, peserta BPJS kerap kali harus menunggu lebih lama, meskipun dalam kondisi gawat.
Padahal, hak atas pelayanan kesehatan dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap warga negara berhak hidup sejahtera, termasuk mendapat tempat tinggal dan pelayanan kesehatan yang layak. Sementara itu, Pasal 34 ayat (3) menyebut negara bertanggung jawab menyediakan fasilitas kesehatan dan pelayanan umum bagi masyarakat.
Slogan “jaminan kesehatan untuk semua” belum sepenuhnya terealisasi. Ketimpangan layanan antara peserta BPJS dan pasien umum mencerminkan masih lemahnya keadilan dalam sistem kesehatan.
Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap layanan kesehatan berbasis BPJS, mulai dari penyederhanaan birokrasi, percepatan sistem rujukan, hingga peningkatan kapasitas tenaga medis agar tidak terjadi diskriminasi pelayanan berdasarkan kelas kepesertaan.
Pelayanan kesehatan seharusnya tidak boleh berpihak pada status. Karena sakit bisa menimpa siapa saja, dan setiap orang berhak ditangani dengan layak tanpa perlu membeda-bedakan.
Penulis: Mg_Fauzan
Editor: Indah