Pertempuran Surabaya: Sejarah Dibalik Peringatan Hari Pahlawan

0
11 views

Pertempuran Surabaya merupakan salah satu peristiwa paling bersejarah bagi Indonesia yang terjadi pada tanggal 10 November 1945. Saat itu, rakyat Surabaya berjuang hingga rela gugur demi melawan tentara Sekutu yang ingin berusaha mengambil alih kota Surabaya setelah Indonesia dinyatakan merdeka.

Setelah kekalahan Jepang pada akhir Perang Dunia II, Indonesia segera memproklamasikan kemerdekaannya. Namun, pasukan Sekutu juga membawa tentara Inggris dan Belanda atau dikenal dengan NICA (Netherlands Indies Civil Administration), datang ke Indonesia dengan tujuan mengembalikan kekuasaan Belanda.

Hal ini memicu perlawanan besar dari rakyat Indonesia, terutama di Surabaya. Mereka tidak ingin kembali dijajah setelah meraih kemerdekaan dan siap bertempur demi mempertahankan kebebasan yang baru diperoleh.

Dalam buku “Peran Surabaya Dalam Revolusi Nasional” karya Moehkardi menjelaskan, bahwa pertempuran di Surabaya dipicu karena masuknya pasukan Sekutu, yang terdiri dari tentara Inggris dan Belanda (NICA), memasuki Surabaya pada 25 Oktober 1945 untuk mengamankan tawanan perang dan melucuti senjata Jepang.

Pada 27 Oktober 1945, NICA yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby memasuki kota Surabaya untuk mendirikan pos pertahanan, menyerbu penjara untuk membebaskan tawanan perang dan meminta rakyat Indonesia menyerahkan senjata.

Tuntutan ini ditolak dengan tegas oleh Indonesia. Hingga Pada 28 Oktober 1945, pasukan Indonesia yang dipimpin Bung Tomo melancarkan serangan terhadap pos-pos Sekutu dan berhasil merebut tempat-tempat terpenting.

Ketegangan Pertempuran di Surabaya memuncak ketika Brigadir Jenderal Mallaby, tewas dalam insiden baku tembak pada 30 Oktober 1945. Peristiwa ini membuat Inggris marah dan memberikan ultimatum kepada rakyat Surabaya pada 10 November 1945.

Dalam ultimatum itu, Inggris menuntut Indonesia agar seluruh senjata diserahkan dan menghentikan perlawanan rakyat Indonesia kepada tentara Inggris. Jika ultimatum tersebut tidak dipatuhi, tentara AFNEI dan administrasi NICA mengancam akan menyerang Kota Surabaya dari darat, laut dan udara. Namun, rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut dan memilih untuk melawan dengan tekad yang kuat.

Pada pagi hari tanggal 10 November, Inggris memulai serangan besar-besaran dengan menggunakan persenjataan canggih, termasuk pesawat tempur, tank, dan kapal perang. Meskipun hanya bersenjatakan alat sederhana, rakyat Surabaya bertempur dengan keberanian luar biasa. Tokoh pejuang seperti Bung Tomo memainkan peran penting dengan membakar semangat rakyat melalui pidato-pidato yang menggugah perlawanan rakyat.

Pertempuran ini berlangsung selama tiga minggu dengan korban jiwa yang sangat besar. Meski pada akhirnya kota Surabaya jatuh ke tangan Inggris, semangat perlawanan yang ditunjukkan rakyat kota ini menjadi inspirasi bagi perjuangan kemerdekaan di seluruh Indonesia. Pertempuran Surabaya memberikan pesan kuat bahwa rakyat Indonesia siap mengorbankan diri demi mempertahankan kemerdekaannya.

Menurut buku yang berjudul “Sejarah Nasional Indonesia” karya Sartono Kartodirdjo, peristiwa 10 November diakui sebagai titik penting yang menggambarkan keberanian bangsa Indonesia dalam melawan kekuatan asing demi mempertahankan kemerdekaan. Bagi banyak sejarawan, pertempuran ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak akan mudah menyerah dalam menghadapi kekuatan penjajah asing.

Setiap tanggal 10 November, Indonesia memperingati Hari Pahlawan sebagai penghormatan terhadap perjuangan dan pengorbanan para pejuang yang gugur dalam pertempuran ini. Hari Pahlawan menjadi simbol dari keberanian, semangat juang dan cinta tanah air.

Pertempuran Surabaya mengajarkan bahwa kemerdekaan bukanlah sebuah hadiah, melainkan hasil dari perjuangan panjang yang membutuhkan pengorbanan besar dari para pahlawan bangsa.

Penulis: Frida
Editor: Dhuyuf