Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu momen penting bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Maulid Nabi yang jatuh pada 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriah, diperingati untuk menghormati kelahiran Nabi Muhammad yang membawa ajaran Islam ke seluruh dunia.
Dalam peringatan ini, umat Islam biasanya bershalawat, mengucap hamdalah, mengadakan pertemuan keluarga, menggelar jamuan makan bersama, serta menyelenggarakan acara-acara publik dan kegiatan bakti sosial.
Sejarah peringatan Maulid Nabi memiliki beberapa versi yang berkembang. Salah satunya bermula dari Dinasti Ubaid (Fatimi) di Mesir, yang mulai mengadakan perayaan pada abad ke-4 Hijriah. Dalam perjalanannya, Maulid Nabi kemudian dirayakan oleh berbagai kalangan umat Islam di seluruh dunia.
Perayaan ini juga diadopsi oleh Ahlussunnah, di mana gubernur wilayah Irbil di Irak, Sultan Abu Said Musyafar Kukabri, turut merayakannya dengan mengundang ulama, ahli tasawuf, serta memberikan hidangan dan sedekah kepada fakir miskin. Selain itu, Maulid Nabi juga dirayakan oleh Sultan Salahuddin al-Ayyubi yang bertujuan untuk membangkitkan semangat umat Islam dalam menghadapi Perang Salib.
Menurut Al-Hafid Ibnu Hajar Asqalani yaitu pengarang Syarah Shahih Bukhari yang bernama Fathul Bari’ yang dikutip oleh Sirajuddin Abbas, dalam jurnal berjudul “Akulturasi Budaya Dalam Tradisi Maulid Nabi Muhammad di Nusantara” ditulis oleh Ahmad Suriadi, mengatakan bahwa: Umat Islam dibolehkan bahkan dianjurkan agar memperingati hari-hari bersejarah, hari-hari yang dianggap besar seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj dan lain-lain.
Oleh karenanya, di Indonesia, peringatan Maulid Nabi dirayakan dengan berbagai tradisi khas di berbagai daerah. Seperti tradisi Grebeg Maulud yang digelar di Yogyakarta dan Solo. Prosesi ini melibatkan arak-arakan gunungan hasil bumi yang dibawa dari Keraton Yogyakarta menuju Masjid Agung Kauman. Gunungan tersebut kemudian diperebutkan oleh masyarakat sebagai simbol berkah. Tradisi ini sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I dan biasanya diramaikan dengan acara Sekaten atau pasar malam.
Di Gresik, Jawa Timur, untuk memperingati kelahiran Nabi terdapat tradisi Angkaan Berkat, di mana warga mengisi ember-ember dengan makanan, sembako, hingga buah-buahan yang dihias dengan bunga tiruan. Perayaan ini disertai dengan pengajian di masjid, dan setelahnya berkat dibagikan kepada masyarakat sebagai bentuk kebersamaan.
Sementara itu, di Gorontalo, Walima menjadi tradisi untuk memperingati Maulid Nabi sudah ada sejak abad ke-17. Perayaan dimulai dengan zikir bersama di masjid, diikuti oleh penyajian kue tradisional seperti kolombengi dan wapili yang disusun membentuk menara masjid. Makanan ini kemudian dibagikan kepada warga sekitar.
Di Aceh, peringatan Maulid Nabi dirayakan dengan memasak kuah beulangong, sebuah hidangan khas yang terdiri dari daging sapi atau kerbau yang dimasak dalam kuali besar bersama nangka muda dan bumbu tradisional. Hidangan ini disiapkan dalam jumlah besar dan dinikmati bersama-sama oleh masyarakat di masjid atau meunasah.
Di Kudus, Jawa Tengah, juga memiliki tradisi Maulid yang dikenal dengan Ampyang Maulid. Pada perayaan ini, warga menyiapkan gunungan makanan yang dihias dengan ampyang, makanan khas Kudus, yang kemudian dibagikan kepada warga setelah acara doa bersama. Tradisi ini sempat terhenti pada 1960-an namun kembali dihidupkan pada tahun 1995 dan terus dilestarikan hingga kini.
Setiap tradisi perayaan Maulid Nabi di Indonesia mencerminkan kekayaan budaya lokal dan akulturasi dengan ajaran Islam, menunjukkan betapa besarnya penghormatan umat Islam di Indonesia terhadap kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Penulis : Lydia
Editor : Nazna