BerandaEdukasi6 Peraturan Pemerintah Kontroversial Menuai Kritik Masyarakat

6 Peraturan Pemerintah Kontroversial Menuai Kritik Masyarakat

Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintah eksekutif (jajaran presiden) maupun legislatif (DPR/MPR) mengeluarkan sederet peraturan atau kebijakan yang dianggap kontroversial. Hal ini menuai banyak kritikan dan isu dikalangan masyarakat menjelang persiapan pelantikan presiden.

Banyak narasi tentang isu-isu yang beredar di masyarakat. Maka dari itu, kami merangkum sederet kebijakan/peraturan yang kontroversial dikalangan masyarakat.

1. RUU Penyiaran

Pada bulan Mei kemarin, UU PERS menjadi banyak perbincangan dari banyak kalangan seperti Jurnalis, mahasiswa, content creator bahkan dengan Dewan Pers. Lantaran, RUU Penyiaran dinilai tidak melibatkan Dewan Pers dan juga pasal yang bermasalah.

Contohnya pada pasal 50B ayat 2 Huruf C tentang penayangan ekslusif jurnalistik investigasi, pasal ini dianggap merenggut hak bicara jurnalis, karena jurnalistik investigasi adalah nyawa bagi seorang jurnalis. Pasal ini membuat masyarakat berpandangan bahwa DPR dan pemerintah tidak ingin aib mereka terbongkar oleh para jurnalis. Akibatnya, Draft UU Pers ini mengundang sejuta aksi dari kalangan mahasiswa, content creator, hingga wartawan profesional.

2. Isu Kenaikan UKT

Dengan maraknya kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) secara drastis, Nadiem Makarim selaku MENDIKBUDRISTEK (Mentri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi) akhirnya membatalkan kenaikan UKT pada tanggal 27 Mei 2024. Tetapi, pembatalan tersebut seakan-akan seperti obat bius bagi masyarakat. Selang beberapa waktu, Jokowi (Presiden) sebut kenaikan UKT hanya ditunda, yang berarti UKT akan naik ditahun yang akan mendatang.

Kenaikan UKT ini dianggap sebagai pembatasan hak untuk mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi. Sebelumnya KEMENDIKBUDRISTEK sebut kuliah adalah kebutuhan tersier disaat para mahasiswa memperjuangkan hak nya dengan unjuk rasa dengan mengeluh terkait UKT yang tinggi.

3. RUU TNI dan Polri

Pada tanggal 28 Mei 2024, DPR RI mengadakan Rapat Paripurna membahas UU no 3 tahun 2002 tentang polri, dan RUU perubahan UU No 34 Tahun 2004 perihal TNI. Menjadi usul inisiatif DPR yang lalu disahkan UU tersebut. Hal ini dinilai problematis, sebab banyak pihak yang merasa dwifungsi ABRI kembali lagi dan sebut bahwa ini adalah kemunduran demokrasi.

Seperti dijaman presiden Republik Indonesia kedua yakni Soeharto, Dwifungsi ABRI adalah sebutan bahwa ABRI memiliki dua peranan yang cukup signifikan yakni selain sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan, ABRI juga merupakan kekuatan sosial-politik.

4. TAPERA

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah adalah berdasarkan perubahan dari UU Nomor 25 Tahun 2020, tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat mengatur soal potongan gaji pekerja, baik itu ASN, pegawai swasta, maupun pekerja mandiri (freelance) untuk simpanan tabungan perumahan rakyat (Tapera). Isu ini menaruh sejuta penolakan dari kalangan buruh, karena dianggap memotong gaji para karyawan.

Rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah juga menuai kekhawatiran, alih-alih mendapatkan rumah layak huni، TAPERA justru membuat kekhawatiran masyarakat atas rumah yang akan didapatkan dikemudian hari tidak sesuai dengan yang diinginkan, sehingga ada yang berpendapat untuk menabung sendiri agar mendapatkan rumah yang diinginkan.

5. Organisasi Masyarakat (ORMAS) Keagamaan Bisa Kelola Tambang

Jokowi resmi membuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada Kamis (30/5). Peraturan ini mengandung pasal 83A yang memperbolehkan organisasi masyarakat keagamaan bisa mengelola tambang.

Peraturan pemerintah ini banyak sekali menuai kritikan. Pasalnya, banyak masyarakat yang berpendapat bahwa ini sebagai politik balas budi. Rocky Gerung berikan tanggapan terkait Peraturan Pemerintah ini, “Ormas Keagamaan Seharusnya berdoa saja, lebih baik jika tambang dikelola oleh orang-orang yang profesional dibidangnya dibanding pengambilalihan kelola oleh Ormas Keagamaan,” sebut Rocky Gerung.

6. Hapus Sistem Kelas pada BPJS Kesehatan

Jokowi resmi menghapus sistem kelas pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan menggantinya dengan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) lewat Peraturan Presiden (Perpres) yang diterbitkan pada 8 Mei 2024.

Aturan ini akan mengubah sistem kelas BPJS yang semula terdapat kelas 1, 2 dan 3 menjadi hanya satu kelas, dengan standar kualitas kelas 2. Dengan adanya aturan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pelayanan BPJS nantinya akan semakin buruk karena disamaratakan antara semua orang dan yang menjadi pembeda adalah antara pengguna BPJS dan pembayaran tunai.

Itulah sederet peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam beberapa pekan terakhir. Bijaksanalah dalam menerima informasi namun harus tetap kritis dalam kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, karena sejatinya masyarakat diatas apapun dalam bernegara demokrasi.

Penulis: Najib
Editor: Salma

- Advertisment -

BACA JUGA