Oleh : Muslim
Terorisme merupakan permasalahan yang kompleks bagi negara manapun terutama di Indonesia sendiri. Dalam catatan sejarah, Terorisme di Indonesia dimulai pada tahun 2000 dengan terjadinya Bom Bursa Efek Jakarta, diikuti dengan empat serangan besar lainnya, dan yang paling mematikan adalah Bom Bali pada Tahun 2002.
Tahun 2021, Indonesia kembali dikagetkan oleh aksi Terorisme dalam bentuk serangan dan Bom bunuh diri. Tanggal 28 Maret 2021 Pukul 10.30 WITA, Bom bunuh diri terjadi di gerbang Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan. Pelaku teror Bom bunuh diri adalah pasangan suami isteri yang teridentifikasi sebagai L dan YSF, mereka tergabung dalam jaringan Jemaah Ansharut Daulah (JAD). Tanggal 31 Maret 2021 Pukul 16.30 WIB, aksi teror kembali terjadi di mana satu terduga teroris ditembak mati setelah menebar teror di Mabes Polri. Terduga pelaku yang ditembak mati berinisial ZA, yang bersangkutan adalah tersangka atau pelaku yang berideologikan radikal ISIS.
Dari berbagai rentetan aksi Terorisme, pemerintah Indonesia khususnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) masih memiliki PR besar untuk bisa melawan dan menghentikan aksi Terorisme yang jelas-jelas mengganggu ketahanan nasional serta kondusifitas aktifitas peribadatan umat beragama di Indonesia. Hemat penulis, aksi Terorisme akan ada dan terus ada selama paham radikalisme yang disebar oleh agen Wahabi Jihadis melalui kajian-kajian dan pengajian tidak ditanggulangi secara serius. Paham yang diajarkan sangat menyimpang, bagi mereka membunuh kafir adalah wajib dan darahnya halal. Atas dasar itu mereka yang telah tercuci otaknya oleh doktrin Wahabi Jihadis berani melakukan serangan dan bom bunuh diri yang mengatasnamakan Jihad.
Apa itu Terorisme ?
Terorisme adalah suatu tindakan yang melibatkan unsur kekerasan sehingga menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia dan melanggar hukum pidana dengan bentuk mengintimidasi atau menekan suatu pemerintahan, masyarakat sipil atau bagian-bagiannya untuk memaksakan tujuan sosial politik seperti pertentangan Agama, ideologi dan etnis, kesenjangan ekonomi dan perbedaan pandangan politik. Istilah teroris dan terorisme berasal dari kata latin, yaitu terrere yang artinya membuat gemetar atau menggetarkan, secara etimologi terorisme berarti menakut-nakuti (to terrify). Kata Terorisme dalam bahasa Indonesia berasal dari kata teror, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seorang atau golongan tertentu.
Terorisme Dalam Pandangan Agama Islam
Maraknya aksi terorisme beberapa waktu lalu telah menimbulkan stigma bagi umat Islam khususnya di Indonesia. Betapa tidak, selain pelaku (teroris) beragama Islam, dan mereka pun mengklaim bahwa perbuatannya merupakan wujud dari jihad fisabilillah suatu perjuangan melawan ketidakadilan dan penindasan yang di alami umat Islam. Kekeliruan dalam menafsirkan kata jihad tersebut berakibat timbulnya berbagai opini negatif terhadap terhadap Agama Islam, karena seakan-akan Islam mengajarkan atau menganjurkan bagi pemeluknya untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara kekerasan atau teror. Islam tidak pernah untuk mengajarkan ummatnya untuk melakukan terorisme. Terorisme bukanlah bagian dari Islam dan ajaran yang diserukan oleh Allah dan Rasulullah. Islam melarang untuk membunuh manusia yang bukan karena memang suatu hukuman atau atas melakukan perusakan di muka bumi. Membunuh dalam Islam tentu sebagaimana aturan-aturan yang ada dalam perkembangan masyarakat, bahwa harus ada syarat dan aturan yang berlaku, bukan saja asal-asalan menghabisi manusia yang lain. Untuk itu, ajaran teroris yang mengarah kepada pembunuhan, mematikan banyak orang tentu bukanlah dasar dari ajaran Islam. Hal ini tentu jauh dari spirit Islam rahmatan lil alamin yang diusung oleh Islam.
Islam sebagai agama, pandangan hidup, dan sebagai “way of life” atau jalan hidup bagi penganutnya, tentu saja tidak mengijinkan dan bahkan mengutuk Terorisme. Islam dengan kitab sucinya Al-Qur’an yang menganjurkan tentang moral-moral yang berdasarkan konsep-konsep seperti cinta, kasih sayang, toleransi dan kemurahan hati. Nilai-nilai yang ada di dalam Al-qur’an membuat seorang Muslim bertanggung jawab untuk memperlakukan semua orang, apakah itu Muslim atau non-Muslim, dengan rasa kasih sayang dan rasa keadilan, melindungi yang lemah dan yang tidak bersalah dan mencegah kemungkaran. Membunuh seseorang tanpa alasan adalah salah satu contoh yang jelas dari kemungkaran.
Terorisme Dalam Pandangan Konstitusi
Pasca peristiwa 11 September 2001 dan dideklarasikannya Perang Global melawan teror oleh Amerika Serikat, maka peristiwa Bom Bali I dijadikan sebagai tipping point dalam negeri untuk menyusun langkah-langkah atau kebijakan pemberantasan aksi Terorisme oleh pemerintah. Pasca Bom Bali I pemerintah Indonesia mendapat tekanan baik dari dalam maupun luar negeri untuk segera menyusun langkah-langkah hukum dan konkrit dalam penanggulangan aksi terorisme. Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme merupakan payung hukum (umbrella law) dalam penanggulangan terorisme yang bertumpu pada penggunaan sistem hukum pidana dan institusi Polri sebagai ujung tombak dari penegakan hukum terhadap berbagai aksi Terorisme yang terjadi di Indonesia.
Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, penulis menemukan beberapa Pasal-Pasal penting yang perlu diketahui oleh Masyarakat Indonesia. Berikut Pasal-Pasal penting yang sudah dirangkum penulis diantaranya :
- Pasal 1 (Definisi Terorisme) Dalam UU Antiteroisme ini Terorisme didefinisikan sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
- Pasal 13 A (Penghasutan) Pasal ini mengatur, setiap orang yang memiliki hubungan dengan organisasi Terorisme dan dengan sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dapat mengakibatkan tindak pidana Terorisme, dapat di pidana paling lama 5 Tahun.
- Pasal 35A-B dan 36A-B (Hak Korban) Ada enam hak korban yang diatur yakni berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan kompensasi. Sebelumnya hanya dua hak korban yang diatur di UU yang lama, yaitu kompensasi dan restitusi.
- Pasal 43-C (Pencegahan) Pasal ini mengatur bahwa pemerintah wajib melakukan pencegahan tindak pidana Terorisme. Dalam upaya pencegahan ini, pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian. Pencegahan dilakukan melalui kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.
- Pasal 43 E-H (BNPT) Dalam pasal ini, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bertugas merumuskan, mengoordinasikan, dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di bidang kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi. Selain itu, BNPT juga bertugas mengoordinasikan program pemulihan korban. Ketentuan mengenai susunan Organisasi BNPT diatur dengan peraturan Presiden.
Sebagai penutup. Hemat penulis, Terorisme yang bermotivasikan ideologi Agama tidak akan mudah dihancurkan dengan tindakan militer, bahkan akan memperkuat militansi. Jika akar dari Terorisme adalah ideologi, maka harus diperangi lagi dengan ideologi. Berbicara ideologi, biasanya manusia rela mengorbankan harta, tahta bahkan jiwanya demi mempertahankan ideologi seperti halnya para pelaku Terorisme. Sebagai umat beragama dan warga negara yang baik, mari kita sama-sama perangi paham-paham radikalisme yang merupakan akar dari tumbuhnya jaringan-jaringan Terorisme.
Sekian yang dapat penulis bagikan. Menulislah agar dunia tau apa yang sedang engkau pikirkan, terima kasih.
Artikel ini ditulis oleh salah satu mahasiswa jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah UIN SMH Banten