Mahasiswa sering kali diidentikkan dengan kemampuan berpikirnya yang kritis terhadap suatu permasalahan seperti isu politik, ekonomi dan sosial. Selain itu, organisasi kemahasiswaan juga acap condong pada model demokrasi. Kendati demikian, menurut Ketua BEM Rema UPI 2020, Fatiha Khoirotunnisa Elfahmi, masih banyak organisasi kemahasiswaan di kampus yang melakukan diskriminasi terhadap perempuan.
“Organisasi kemahasiswaan condong pada model demokrasi namun masih banyak diskriminasi, padahal secara prinsip adil dan setara menjadi bagian yang sangat krusial,” Kata Fatiha saat Webinar Nasional DEMA UIN Banten.
Menurutnya, diskriminasi terhadap perempuan tidak hanya terjadi di lingkungan sekitar saja, di dalam lingkungan kampus pun seorang perempuan masih dianggap rendah. Salah satu contoh menurutnya adalah dalam menentukan jabatan suatu organisasi, jarang sekali organisasi kemahasiswaan dipimpin oleh perempuan. Fatiha mengatakan, di era modern seperti sekarang ini seorang perempuan harus berani menonjolkan kapasitas dan kapabilitasnya di semua lini kehidupan.
“Banyaknya porsi yang tidak seimbang, sehingga perempuan sulit memimpin pucuk tertinggi organisasi seperti jabatan ketua. Di era yang modern ini harusnya perempuan menonjolkan kapasitas, kapabilitas dan kredibilitas,”
Ada banyak dampak yang bisa dirasakan jika seorang perempuan berani mengambil peran dalam kehidupan sosialnya. Salah satunya adalah perubahan pada kedudukan perempuan dan kehidupan sosialnya.
Menurut salah satu aktivis Aliansi Perempuan Banten, Eva Nurcahyani, perubahan dalam konstruksi sosial memberikan pengaruh signifikan terhadap pengalaman dan stigma hidup seorang perempuan. Sejatinya kehidupan perempuan tidak hanya berkutat pada sumur, dapur dan kasur. Lebih dari itu, menurutnya perempuan juga bisa menjadi pemimpin dan agen perubahan.
“Dalam hal ini pengaruhnya bisa berbeda antara laki-laki dan perempuan. Karena salah satunya adalah konstruksi sosial atau perbedaan pengalaman. Dimana antara laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan dalam biologi, perempuan hanya bisa di dapur, sumur, dan kasur,” katanya
Eva Nurcahyani mengatakan transformasi cara pandang makhluk hidup terhadap lingkungan akan mengintegrasikan perspektif gender untuk mencapai kesetaraan gender dan ekologi.
“Sebagaimana hari ini manusia sebagai makhluk hidup yang ada di lingkungan hidup bisa mengintegrasikan kemudian juga bisa menanam atau merawat dalam perspektif gender,” kata Eva pada peserta Webinar DEMA UIN Banten yang bertajuk perempuan dan lingkungan.
Reporter: Alfina
Penulis: Alfina
Editor: Dani