Oleh: Daniel PN Mahasiswa Fakultas Sains
Senat Mahasiswa Universitas (SEMA-U) UIN SMH secara tiba-tiba menggelar sidang pengesehan UU KBM terbaru pada hari ini, Jumat 30 Desember 2022.
Sontak hal demikian menjadi sorotan publik, sebab SEMA-U dinilai cacat prosedur dan mengenyampingkan asas keterbukaan informasi serta mengabaikan partisipasi publik, tidak akuntabel, serta tidak transparan.
Miftahul Khoeriyah selaku Ketua SEMA-U seharusnya mempersiapkan agenda secara matang dan tidak terburu-buru, yang akhirnya UU dibuat secara ugal-ugalan.
Proses pembentukan UU KBM secara cepat inilah yang melahirkan problematika pembentukan UU yang dilakukan dengan proses cepat antara lain pada Ad/Art KBM UIN Banten, RUU Organisasi Eksternal, UU PPTA dan RUU PUM.
Sedangkan dalam tahap prosedur perancangan UU KBM pada aspek prosedur itu seharusnya melibatkan partisipasi masyarakat kampus dalam sidang umum rapat dengar pendapat (RDP), setelah itu melaksanakan masa reses dan kemudian uji publik, setelah dianggap layak maka bisa melakukan sidang paripurna untuk disahkan di sidang umum menjadi aturan yang baru.
Namun SEMA-U hal ini tidak memperhatikan prosedur yang ada, jika nanti UU ini disahkan tanpa memperhatikan mekanisme yang ada, maka cenderung menimbulkan permasalahan baru dari sisi regulasi dan pelaksanaanya, serta tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Padahal dengan melibatkan masyarakat kampus bisa dijadikan parameter peraturan oleh pembentuk UU secara kualitatif.
Saksikan saja bagaimana perumusan UU KBM terbentuk: seleksi pendapat berdasarkan aspirasi fana, tanpa melibatkan pihak-pihak yang seharusnya ikut merumuskan.
Berdasarkan berita yang diterbitkan oleh LPM SiGMA pada 25 November 2022, dengan sadar Miftahul Khoeriyah mengatakan bahwa dirinya akan melaksanakan sidang umum di bulan Desember 2022 dan akan melaksanakan perekrutan KPU di akhir atau di tengah tahun serta kemungkinan PUM-nya paling lambat di bulan Januari.
Sangat ironis jika UU KBM yang baru segera dilaksanakan dengan mekanisme yang cacat sejak awal, tidak adanya rapat koordinasi terlebih dahulu dengan SEMA-F, maka dinilai syarat kepentingan kelompok dan mencederai demokrasi kampus.
Katanya sebagai lembaga legislasi, namun kerap kali tidak mempercayai kelembagaan lainnya dan senantiasa menggangu dan mencampuri segala tindak-laku mahasiswa dalam berproses di kelembagaan mahasiswa.
Kemudian, diamnya Senat Mahasiswa Fakultas (SEMA-F) seakan-akan kehilangan kewenangannya dalam menjalankan tugas fungsi yang tidak bisa berkontribusi masalah pembentukan UU. Sebetulnya mereka memiliki kewenangan turut andil terkait hasil rancangan UU KBM yang diterbitkan Sema U dan meneruskan informasi di tataran fakultas.
Sungguh hampir mustahil kita ingin kelembagaan mahasiswa menjadi lebih baik tapi tidak memberi ruang untuk setiap kepengurusan kelembagaan.
Maka hari ini baik tataran SEMA-U dan SEMA-F sebagai lembaga legislatif kampus. Saya menilai UU KBM tidak dianggap sesuatu yang serius, karenanya penyusunan peraturan perundang-undangan diterabas seenaknya. SEMA-U nya merem SEMA-F nya tidur.