Perilisan Film Dokumenter “Dirty Vote” Dianggap Memicu Paradigma Masyarakat

0
72 views

Dirty Vote merupakan film dokumenter Indonesia yang baru dirilis pada Minggu 11 Februari 2024, seketika menjadi trending topik di berbagai platform media sosial setelah dirilis oleh akun youtube PSHK (Pusat Hukum dan Kebijakan Indonesia). Film ini mengangkat tema tentang potensi kecurangan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Indonesia. Film Dirty Vote yang disutradarai oleh Dandhy Laksono, yang juga merupakan sutradara film “Sexy Killer” dirilis pada masa pemilu tahun 2019 lalu.

Film dokumenter “Dirty Vote” sampai saat ini telah ditonton lebih dari 13 juta kali penayangan. Banyak hal yang sontak menjadi kontroversi, dimulai dengan waktu penayangan yang tepat di hari pertama masa tenang pemilu 2024, isi dokumenter yang tertuju pada pasangan calon presiden tertentu, dan berbagai sosok yang berada di balik film dokumenter ini.

Pada film ini bertujuan untuk membongkar modus-modus kecurangan yang diprediksi maraknya dalam Pemilu 2024, mulai dari manipulasi data pemilih, politik uang, penyalahgunaan media sosial, hingga intimidasi dan kekerasan.

Tak hanya itu, pada film ini juga menghadirkan berbagai narasumber yang kompeten, seperti Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar sebagai pakar hukum tata negara dan beberapa aktivis serta jurnalis turut serta dalam film ini. Film Dirty Vote, dihadirkan untuk memperkuat analisis dan memberikan gambaran utuh mengenai potensi kecurangan dalam pemilu.

Setelah disimak dari berbagai sumber, film Dirty Vote yang berdurasi hampir dua jam ini berisi hasil penelitian yang dilakukan selama masa PEMILU 2024, berikut beberapa fakta yang terkuak dalam film dokumenter Dirty Vote :

1. Bantuan Sosial (Bansos) yang seketika meningkat grafik penyebarannya di masa pemilu, bahkan melebihi jumlah saat pandemi yang disinyalir menjadi praktik gratifikasi sosial dalam meningkatkan suara pada pemilu.

2. PJ Gubernur, Walikota, dan Bupati yang ditunjuk melalui hasil praktik politik balas budi untuk menciptakan loyalitas pada yang sedang berkuasa.

3. Tekanan dan Intimidasi yang diterima oleh beberapa Kepala Desa agar mendukung Pasangan Calon tertentu.

4. BAWASLU dan KPU yang dinilai masih inkompeten sebagai pihak independen yang menjadi pengawas dan penyelenggara pemilu, karena tidak dapat memberikan teguran keras terhadap berbagai kecurangan yang terjadi selama masa kampanye.

5. Integritas Mahkamah Konstitusi (MK) yang bahkan disebut “Hancurnya palu sidang hingga berkeping-keping”. Dimulai dari isu kepentingan, kontroversi perubahan keputusan dan legitimasi MK sebagai pihak pelindung konstitusi di Indonesia.

6. Fakta mengenai persentase suara dalam penentuan kemenangan pada pemilu. Dijelaskan bahwa, ada beberapa hal yang mempengaruhi kemenangan suara pada pilpres selain mendapat 50% lebih dari jumlah keseluruhan, yaitu telah mendapat suara lebih dari setengah jumlah keseluruhan atau bisa disebut minimal 20 provinsi, dan minimal mendapat suara terbanyak dari 20% dari setiap provinsi di Indonesia.

Meskipun informatif dan membuka mata, film ini tak luput dari kekurangan. Fokusnya yang terlampau pada potensi kecurangan tanpa menghadirkan solusi konkret terkesan menimbulkan ketakutan dan pesimisme. Ditambah lagi, minimnya narasumber dari pihak pemerintah dan penyelenggara pemilu membuat film ini dirasa kurang berimbang.

Selain itu, di berbagai platform media sosial telah beredar pula berbagai reaksi yang dihasilkan. Awalnya, kebanyakan masyarakat Indonesia sangat mendukung adanya film dokumenter ini karena dianggap bentuk keberanian dalam menguak data berbagai kecurangan, yang juga sangat erat kaitannya dengan isu demokrasi Indonesia yang sedang terguncang hebat.

Namun, tepat setelah sehari film tersebut tayang tak sedikit pula yang mulai mengkritik beberapa hal dari adanya film Dirty Vote tersebut. Mulai dari adanya ketidaknetralan para sosok yang terlibat dibalik layar film tersebut, waktu penayangan yang dinilai tidak tepat karena memicu argumen panas yang ada di masyarakat, bahkan menghadirkan reaksi berupa konverensi pers dari pihak Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan calon nomor urut dua.

Terlepas dari kekurangannya, Dirty Vote tetaplah film penting yang perlu ditonton. Film tersebut merupakan tamparan keras bagi semua pihak yang selama ini apatis terhadap demokrasi. Film ini mengajak kita untuk kritis terhadap informasi, berani melawan kecurangan, dan aktif dalam menjaga demokrasi.

Film ini juga dapat dijadikan sebagai bahan diskusi dan edukasi bagi aktivis, jurnalis, dan pemangku kepentingan lainnya untuk bersama-sama mengawal demokrasi yang bersih dan adil.

Dirty Vote bukan sekadar film dokumenter, tetapi sebuah seruan untuk bangkit dan bergerak demi demokrasi yang lebih baik. Film ini mengingatkan kita bahwa masa depan bangsa ini ada di tangan rakyat, dan hanya dengan partisipasi aktif dan kritis yang dapat menyelamatkan demokrasi .

Dibalik segala kontroversi dan paradigma yang ada dan memengaruhi pada film ini, kita harus mengambil pesan dan memberikan sikap yang lebih bijak. Gunakan suara anda sesuai dengan hati nurani dah hasil pemikiran anda sendiri tanpa pengaruh orang lain. Mari sukseskan pemilu 2024 ini dengan tertib, damai dan adil.

Penulis: Alif & Naila
Editor: Salma