Hutan Memiliki Detak Jantung yang Bisa Didengar?

0
21 views
Desain: Anah

SiGMAnia, tahukah kalian ternyata hutan memiliki ritme kehidupan seperti detak jantung yang bisa diukur? Hal ini mungkin terdengar seperti kisah fiksi ilmiah, ya? Tapi ternyata, hal ini merupakan fenomena nyata yang telah dibuktikan oleh ilmuwan dengan teknologi canggih.

Mari kita cek faktanya!

Uniknya, ternyata hutan yang sehat memang mengeluarkan nafas teratur yang bisa dideteksi melalui pengukuran karbon, kelembaban, dan pertumbuhan. Mengutip dari jurnal Primary Forest Loss in Indonesia Over oleh Gaveau, ritme alami hutan tropis ini dapat terganggu oleh aktivitas manusia, terutama deforestasi. Studi tersebut menunjukkan bahwa hutan primer Indonesia kehilangan lebih dari 9,75 juta hektar dalam dua dekade terakhir. Kerusakan ini terjadi dalam pola seperti detak jantung yang tidak teratur, periode penurunan diikuti lonjakan tajam saat izin baru atau kebakaran besar terjadi.

Ternyata, yang lebih mengejutkannya Indonesia secara konsisten menduduki peringkat kedua di dunia dalam kehilangan hutan primer tropis setelah Brasil menurut data World Resources Institute. Padahal, Indonesia pernah dijuluki “Paru-Paru Dunia” karena memiliki hutan hujan tropis terluas ketiga di dunia. Kini, paru-paru tersebut mengalami penurunan fungsi yang serius. Dalam analisis Global Forest Watch (2024), Indonesia kehilangan 238.000 hektar hutan primer pada tahun 2023 saja setara dengan 2,3 kali luas Jakarta. Ironisnya, 64% dari deforestasi ini terjadi secara legal di dalam kawasan yang sudah berizin menurut laporan Greenpeace Indonesia.

Hal ini terjadi karena hutan berfungsi layaknya paru-paru raksasa yang bernapas. Pada siang hari, hutan menyerap karbon dioksida dan melepaskan oksigen melalui fotosintesis. Pada malam hari, terjadi proses respirasi. Ritme alami ini dikenal sebagai Irama Sirkadian Ekosistem. Saat hutan ditebang atau dibakar, detak jantung ini melemah dan menjadi tidak teratur, seperti tubuh yang mengalami gangguan irama jantung.

Para peneliti memakai satelit dan sensor khusus untuk mengukur kesehatan hutan. Teknologi mutakhir berhasil menangkap perubahan vitalitas hutan, terutama di area-area kritis seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Menariknya, menurut data Nature Sustainability menunjukkan bahwa 71% kerusakan hutan di Indonesia bersifat permanen karena berubah menjadi perkebunan monokultur. Hutan gambut yang dikeringkan untuk perkebunan malah berubah dari penyerap karbon menjadi pemancar karbon 24 jam non-stop.

Nah SiGMAnia, hal ini berhubungan dengan keseimbangan ekosistem yang mengikuti pola alam. Saat hutan utuh dan sehat, kemampuannya menyerap karbon dan menjaga keanekaragaman hayati juga optimal. Sebaliknya, saat hutan terdegradasi, fungsinya sebagai penyeimbang iklim juga terganggu.

Kesehatan hutan juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Ketika hutan dikonversi menjadi perkebunan monokultur atau area tambang, kemampuannya untuk bernapas dengan sehat semakin berkurang, atau bisa dibilang detak jantungnya semakin lemah. Ini karena hilangnya keragaman spesies serta terganggunya siklus air dan nutrisi dalam tanah berperan besar dalam menjaga ritme alami hutan.

Tekanan ekonomi juga turut berpengaruh dalam hal ini. Misalnya, permintaan global akan minyak sawit dan kayu menyebabkan percepatan deforestasi. Sementara itu, hutan primer di Papua kini semakin terancam karena menjadi benteng terakhir setelah hutan di Sumatera dan Kalimantan banyak yang telah hilang.

Para ilmuwan juga menemukan bahwa setiap hutan memiliki sidik jari ekologis yang unik, seperti halnya sidik jari pada manusia. Beberapa peneliti sedang mengembangkan teknologi yang bisa memanfaatkan pola kesehatan hutan ini untuk mendeteksi dini kerusakan ekosistem, bahkan sebelum dampaknya terlihat secara fisik.

Jadi, begitulah SiGMAnia. Meski hanya dapat diukur dengan alat khusus, tetapi hutan kita punya “Detak Jantung Rahasia” yang menjaga keseimbangan Bumi. Menjaga ritme alaminya berarti menjaga masa depan planet kita, dan Indonesia sebagai pemilik hutan terbesar ketiga di dunia memiliki tanggung jawab khusus untuk memulihkan detak jantung hutan yang semakin melemah ini.

Penulis: Delis
Editor: Lydia