Indonesia Emas atau Indonesia Cemas? ketika Pendidikan Terpinggirkan

0
22 views

Pendidikan menjadi salah satu aspek yang paling terancam akibat kebijakan efisiensi, bukan hanya karena dianggap sebagai program pendukung oleh pemerintahan yang bahkan belum genap setengah periode berjalan, tetapi juga karena wacana Indonesia Emas semakin tampak samar atau justru lebih layak disebut sebagai sumber kecemasan. Apakah ini memang yang diinginkan oleh para petinggi bangsa?

Haruskah kita kembali mengikhlaskan cita-cita dan mimpi yang telah dibangun sejak lama? Merelakan segala sesuatu yang seharusnya masih bisa diperjuangkan sampai akhir? Namun, sekali lagi, tidak ada sosok besar yang benar-benar berpihak pada kita.

Alih-alih meningkatkan program pendidikan gratis untuk mendukung visi Indonesia Emas, pemerintah justru membuka periodenya dengan program yang disebut unggulan, yaitu Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ironisnya, program ini tidak hanya minim dampak, tetapi juga berpotensi menekan alokasi anggaran bagi sektor pendidikan yang lebih mendesak.

Pemerintah seharusnya mempertimbangkan program mana yang benar-benar menjadi prioritas untuk kepentingan rakyat, bukan sekadar mengikuti arah pemikiran dan kepentingan elite penguasa.

Faktanya, masih banyak wilayah di Indonesia yang tergolong daerah terbelakang, dengan akses pendidikan yang belum merata, kualitas pengajaran yang rendah, serta kurikulum yang tidak relevan dengan kebutuhan zaman. Bahkan, di kota-kota besar, anak-anak yang hidup di pinggiran jalan lebih membutuhkan pendidikan gratis sebagai fondasi kesejahteraan dan kemajuan berpikir mereka, dibandingkan sekadar program makan gratis yang hingga kini pun belum merata pelaksanaannya.

Bahkan, program MBG mendapat penolakan langsung dari para pelajar di Papua daerah yang sering dianggap paling membutuhkan bantuan pemerintah. Dilansir dari akun TikTok @inilahcom, seorang siswa dalam aksi demonstrasi menyampaikan kritiknya terhadap program ini.

“Jika ingin generasi yang cerdas, jika ingin generasi yang kritis, maka pemerintah harus memberikan pendidikan gratis, bukan makan gratis.”

Aksi demonstrasi tersebut dilakukan oleh pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Wamena, Papua merupakan daerah pegunungan, dengan melibatkan sedikitnya 3.500 pelajar. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan gratis jauh lebih dibutuhkan dibandingkan program lainnya. Para pelajar ini menuntut akses pendidikan yang lebih layak untuk masa depan mereka.

Papua merupakan salah satu wilayah dengan akses pendidikan yang masih jauh tertinggal dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua tahun 2023, jumlah sekolah di Papua masih sangat terbatas. Total sekolah yang tersedia hanya 3.834 unit, yang mencakup jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Jika dirinci berdasarkan jenjang pendidikan, proporsi jumlah sekolah di Papua adalah sebagai berikut:

1. 69,1% Sekolah Dasar (SD)

2. 20% Sekolah Menengah Pertama (SMP)

3. 7% Sekolah Menengah Atas (SMA)

4. 3,7% Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah sekolah yang tersedia masih jauh dari cukup, terutama di jenjang pendidikan menengah. Meskipun SD memiliki proporsi tertinggi, akses pendidikan di tingkat SMP, SMA, dan SMK masih sangat terbatas, yang berarti banyak anak Papua kesulitan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, angka-angka tersebut menunjukkan ketimpangan yang cukup mencolok. Tidak heran jika para pelajar di Papua menyuarakan aksi penolakan terhadap program MBG dan menuntut kebijakan yang lebih berorientasi pada pendidikan gratis dan berkualitas.

Apakah Indonesia Emas benar-benar akan terwujud, atau justru kita sedang berjalan menuju Indonesia Cemas? Hingga kini, suara rakyat masih belum didengar, dan bagi pemerintah, pendidikan tampaknya bukan lagi prioritas utama hanya sekadar program pendukung di atas kertas.

Penulis: Nabel
Editor: Naila