BerandaSuara MahasiswaKampus Menjadi Ladang Bisnis

Kampus Menjadi Ladang Bisnis

Oleh: Rahmatullah, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Adab

Hari ini kampus menunjukkan porak poranda sistem, di masa terakhir jabatan Rektor Prof. Wawan Wahyudin M.pd yakni segala cara dihalalkan untuk menunjang keuntungan kantong pribadi dan para pemegang lembaga yang ada dikampus UIN. Hal tersebut dimanfaatkan untuk memperkaya diri dengan mempermainkan segala cara liciknya.

Kita tahu hari ini kampus UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten sedang mengalami kemunduran yang signifikan terkait penerimaan mahasiswa baru ditahun 2024 ini yang tidak mencapai target yang diinginkan. Jumlah mahasiswa baru dari sebelumnya kurang dan lebih 2.800, akan tetapi di tahun 2024 ini terjadi penurunan yang sangat drastis mencapai 15% turun 400 dari jumlah sebelumnya.

Hal ini menunjukan kemunduran sistem lembaga yang tidak bisa menaikkan jumlah, bahkan mempertahankan saja tidak bisa artinya masyarakat sekitar sudah tidak percaya dengan kampus Islam Negeri lagi.

Ditengah-tengah persaingan banyaknya kampus yang berdiri di Banten, UIN tidak mampu bersaing sungguh. Sangat menyedihkan kampus Negeri peminatnya kalah dengan kampus-kampus Swasta.

Kembali lagi kita membahas soal bobroknya lembaga rektorat dalam pengelolaan dan transparansi anggaran terhadap mahasiswa nya. Padahal sudah jelas dalam undang-undang nomor 17 tahun 2003 yang mengatur tentang Keuangan Negara yang mengadopsi pilar-pilar utama tata pemerintahan yang baik (good governance) yaitu transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan kepatuhan.

Dalam UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang telah direalisir oleh pemerintah untuk mendukung pelaksanaan transparansi. Lalu, UU nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Pengelolaan Keuangan Negara yang menyatakan bahwa laporan keuangan entitas diperiksa harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Dalam hal ini dicurigai jika petinggi kampus ingin menjadikan kampus sebagai ladang komersial bagi mereka karena kampus UIN Sultan Maulana Hasanuddin sendiri statusnya adalah Negeri, yang berarti milik Negara secara pelaporan keuangannya diawasi oleh badan pemeriksa keuangan, beda hal nya dengan swasta atau milik perseorangan jika tidak terlalu keterbukaan juga itu wajar karena pengelolaan nya itu secara lembaga sendiri milik perorangan.

Lain hal dengan kampus yang statusnya adalah Negeri dimana segala anggaran itu diatur oleh pemerintah pusat, tapi transparansi kepada mahasiswa saja sulit bahkan ditutupi. Semakin kuat jika mahasiswa memiliki pemikiran yang bias terhadap pemimpin kampus atau lembaga yang mengelola kampus tersebut karena dampak dari ketidakjelasan kampus sendiri.

Mahasiswa selalu dibodohi dengan anggaran yang dinilai pada akhirnya jika kampus UIN hari ini hanya mempekerjakan mahasiswa untuk meraup keuntungan bagi kantong pribadinya.

Contohnya, acara besar Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK) soal anggaran tidak ditransparansi terhadap panitia yang dari mahasiswa, padahal panitia juga ingin mengetahui besaran anggaran acara PBAK tersebut untuk keperluan dalam pengawalan dan pengawasan kinerja pengelolaan anggaran kampus. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL).

Mahasiswa baru hari ini didoktrin untuk patuh dan taat terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat, sehingga memuluskan perjalanan bisnis oknum pejabat kampus yang memanfaatkan kesempatan itu, wajar jika hari ini mahasiswa dibungkam dan dibatasi gerak pemikiran kritisnya oleh kampus karena khawatir akan memperkeruh bisnis.

Prof. Wawan slalu melontarkan statement bahwa “tidak perlu adanya aksi bakar ban dan lain sebagainya lebih baik bakar ikan dirumah saya” dengan lugas nya menyampaikan itu dihadapan mahasiswa, yang artinya rektor hari ini tidak menginginkan terlahirnya mahasiswa yang memiliki pemikiran kritis dan demokrasi dikampus, semakin terkikis lima tahun kedepan mahasiswa dan siswa di bangku sekolah tingkat menengah akan sama saja, dikarenakan doktrin dari kampus yang anti kritik dan menyunat ruang lingkup diskusi.

- Advertisment -

BACA JUGA