Serang, lpmsigma.com – Siang hari, saat matahari sedang perkasa-perkasanya, di depan Komplek Taman Ciruas Permai terdapat sekumpulan tukang becak sedang meneduh di kendaraan becak. Mereka terlihat sedang termenung karena profesinya sudah dilupakan oleh masyarakat. Saya memberanikan diri untuk menyapa para tukang becak, mata Saya tertuju pada salah satu orang tua yang masih gagah mengayuh becak.
Senyum sapa Saya limpahkan pada orang tua tersebut, kemudian berjabat tangan dengan menyebutkan nama. Kurnen namanya, meski sedang kurang sehat terlihat dari raut wajahnya yang pucat. Namun, Kurnen tetap akan menunggu becaknya sampai menemukan orang yang menggunakan jasanya untuk mengayuh kendaraan roda tiga tersebut.
Pasalnya, Kurnen menceritakan dengan raut wajah yang sedih karena dari subuh sebelum matahari terbit ia mengayuh becaknya seorang diri dari rumah sampai ke pangkalannya. Namun, apa daya hingga siang hari tak kunjung mendapatkan pelanggan satu orang pun. Saat sedang berbincang mengenai kondisinya saat ini, perut Kurnen berbunyi mengisyaratkan sedang lapar.
Saat ditanya, Kurnen menjawab “Saya belum makan,” jawabnya.
Bahkan, dirinya mengaku pernah tidak makan selama dua hari, memang wajar terlihat dari perawakannya yang sangat kurus. Hal tersebut dikarenakan penghasilannya tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga dan dirinya. Karena, pada jaman sekarang masyarakat banyak yang sudah melupakan profesinya. Ia hanya mengandalkan pelanggan setianya untuk menyambung hidup.
Sungguh ironis memang, Kurnen hanya mengandalkan tenaganya untuk mengayuh becak karena Ia hanya lulusan sekolah dasar, itupun ijazahnya tak sanggup ditebus karena kekurangan biaya. Kurnen memang sudah hidup susah sejak kecil, terlebih kedua orang tuanya meninggalkan dirinya seorang diri. Sehingga, di masanya yang belia Ia sudah harus mencari sesuap nasi.
Pada waktu itu, Saya membelikan Kurnen sebuah roti dan air putih untuk mengganjal perutnya yang lapar. Tapi, Ia menolak dengan jawaban “Roti ini buat cucu Saya aja yang masih kecil,” ucap dirinya dengan mata yang berkaca-kaca.
Mendengar jawaban dari Kurnen, hati saya terenyuh tak kuasa mendengarnya. Ia membiarkan perutnya yang tengah lapar demi cucu kesayangannya. Hanya air mineral yang menemani kami saat berbincang banyak hal.
Selama hidupnya, Ia bekerja serabutan mulai dari penjaga perpustakaan yang hanya menghasilkan gaji 120 ribu perbulannya. Kurnen juga pernah menjadi pengelola ikan milik bosnya dengan gaji yang cukup untuk membangun rumah, karena sebelumnya Ia bersama keluarga tinggal di sebuah Gubug. Hingga akhirnya bekerja sebagai tukang becak sampai saat ini.
Kurnen berusia 68 tahun dengan tubuhnya terlihat masih kokoh walaupun usianya bisa dibilang sudah berumur, berkarir sebagai tukang becak selama 16 tahun membuat Kurnen semakin berpasrah diri. Pasalnya, semenjak ojek daring marak di kalangan masyarakat, profesi Ia dan teman-temannya seiring berjalannya waktu semakin dilupakan.
“Tadinya Saya sehari bisa sampai 200 ribu sebelum adanya ojek daring, tapi sekarang buat dapat 50 ribu aja susah,” keluhnya sambil berlinang air mata
Tak terasa, matahari menjelang tenggelam Kurnen mengajak Saya untuk menyambangi rumahnya. Dengan raut wajah yang kecewa, Kurnen mengayuh becaknya untuk pulang ke rumah, meskipun tidak membawakan buah tangan untuk keluarga kecilnya.
Di rumahnya, Kurnen tinggal bersama seorang Istri beserta 3 orang cucunya. Karena, ketiga anaknya sudah memisahkan diri darinya untuk bekerja. Di depan Istri dan cucunya hanya bisa menunduk karena pada hari itu becaknya tidak bisa menghasilkan uang yang bisa dibelanjakan. Beruntung, Kurnen memiliki seorang Istri yang bernama Yani yang sangat setia dan mengerti keadaannya.
Saya sangat terpukau melihat keluarga kecil ini bahagia dalam kesederhanannya dalam menjalani lika-liku kehidupan ini. Di depan Saya, Yani, Istri Kurnen seperti ibu-ibu biasanya terlihat dari penampilannya yang menggunakan daster mengisahkan keluarga kecilnya yang kini tetap bertahan di tengah kondisi ekonomi yang sangat sulit.
Yani terlihat sangat mengerti betul apa yang dialami Kurnen selama ini. Walaupun, penghasilannya kurang bisa mencukupi keluarga kecilnya. Yani masih sangat setia menemani sang suami selama 50 tahun. Yani hanya bisa membantu sedikit, karena dirinya merupakan seorang pembantu rumah tangga.
“Saya bersyukur banget neng punya tempat tinggal waktu itu walaupun cuma gubug, yang penting keluarga kami bisa istirahat disini,” ucap Yani sambil menggendong cucunya
Saat itu, pecah tangisan Yani ketika menceritakan kehidupan pahit yang terbekas di dalam ingatannya. Rumah gubug yang ditempatinya, terpaksa harus ditinggalkan karena Bos suaminya telah menendang Ia beserta keluarganya.
Kebingungan, tanpa tempat tinggal, Yani mengajak sang suami untuk tinggal sementara di rumah orang tuanya,. “Waktu di usir dengan bos ikan lele kita kaget sampai marah segitunya padahal sebelumnya dia baik, apalagi kondisi waktu itu sudah malam terus di luar hujan deras. Akhirnya kita pergi dari situ habis subuh,” ungkap Istri tukang becak itu mengingat kejadian yang menyayat hati.
Adzan maghrib tiba memotong pembicaraan Saya dengan Kurnen beserta keluarga, Saya bergegas meninggalkan keluarga kecil tersebut. Sebagai tukang becak, Kurnen hanya bisa berharap dirinya masih kuat untuk mengayuh becak sehingga keluarga kecilnya tetap bisa bertahan hidup.
Reporter: Salma