Perjuangan para perempuan pribumi dalam menyerang balik Belanda merupakan sebuah perjuangan yang tidak dapat disepelekan. Indonesia memiliki banyak sekali pejuang-pejuang wanita pada masa itu, hanya saja tidak semua nama yang tercatat dalam sejarah. Nyimas Gamparan adalah salah satu nama pendekar wanita yang tertulis dalam sejarah. Nama dan perjuangannya selalu dikenang, khususnya bagi warga Banten. Cerita singkatnya tertulis dalam Museum Multatuli di Rangkas Bitung.
Nyimas Gamparan merupakan seorang perempuan yang berani dalam menentang sistem Tanam Paksa yang dibuat oleh Belanda. Ditahun 1829-1830, Ia memimpin 30 misili perempuan dalam memberontak Belanda di daerah Jasingan, Cikande dan Balaraja.
Walau perlawanannya dipadamkan juga oleh Demang Jasinga Raden Tumenggu, yang di iming-imingi menjadi penguasa di Rangkas Bitung oleh Belanda. Nyimas Gamparan beserta 30 Misili perempuan lainnya sebelumnya mampu membuat Belanda kewalahan menghadapinya karena tempat persembunyiaan yang sulit ditemukan.
Dalam Jurnal Candrasangkala yang berjudul “Membangun Nilai Multikultural Siswa Melalui Kajian Sejarah Perjuangan Wanita Di Tingkat Lokal”, ada satu daerah yang menjadi persembunyian orang-orang Balaraja ketika zaman ngeli (hijrah) yakni di Desa Kubang Kec. Sukamulya (Pemekaran Kec. Balaraja). Banyak orang Balaraja meyakini bahwa ngeli ke daerah tersebut susah dilacak oleh tentara penjajah. Diperkirakan tempat persembunyian Nyimas Gamparan di daerah tersebut. Sebab, daerah ini letaknya berada jauh di pedalaman.
Saat itu, berbagai cara pun dilakukan untuk menumpas pasukan Nyimas Gamparan. Lalu, Belanda menggunakan politik devide et impera. Raden Tumenggung Kartanata Nagara yang menjadi Demang di wilayah Jasinga, Bogor yang diminta untuk menumpas mereka dengan diiming-imingi akan menjadi penguasa di Rangkas Bitung. Nyimas Gamparan pada akhirnya berlindung di Kartanata Nagara dan Ia pun disemayamkan di Tanjungsari, Pabuaran, Serang Banten.
Reporter: Rubbi
Editor: Salma