Polemik PUM Terjadi karena Tuhan-Tuhan Kecil Lembaga Kampus di UIN SMH Banten

0
309 views

Oleh: Rahmatullah, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Adab

Pemilihan Umum Mahasiswa(PUM) adalah sebuah ikon demokrasi yang nyata pada setiap Universitas baik negri maupun swasta, sudah menjadi adat istiadat PUM dibentrokan dengan banyaknya problematika baik dari internal akademik rektorat maupun mahasiswa.

Setiap tahun politik kampus selalu mendapatkan sorotan dari kalangan internal maupun eksternal dalam perebutan sebuah kemenangan yang menjadi satu alasan tepat. Bagi para tim sukses untuk melakukan sebuah strategi kemenangannya merupakan skema yang dirancang jauh-jauh hari agar sistematis dan tercapainya sebuah tujuan yang diharapkan.

PUM 2023 memiliki gejolak api, politik kampus semakin memanas antar pihak-pihak yang memiliki tujuan dan kepentingan di dunia perpolitikan kampus. Sehingga terjadinya pertikaian antar otak, pikiran, dan bahkan argumentasi yang tajam saling menusuk dan menyerang. Sungguh miris, melihat demokrasi yang diwarnai dengan emosi, sehingga tidak pantas lagi hal ini disebut dengan demokrasi.

Demokrasi yang seharusnya ialah bagaimana seluruh mahasiswa merasakan sebuah keamanan dan kenyamanan dalam hak pilihnya, akan tetapi sedikit demi sedikit rasa nyaman dan ketenangan itu hilang karena rasa ketakutan yang muncul dalam pikiran mahasiswa awam.

Dari berbagai polemik yang ada seharus nya pihak Rektorat atau lembaga yang bertanggung jawab bisa menyelesaikan segala problematika yang ada, untuk mencari sebuah jalan tengah sehingga pesta demokrasi PUM 2023 dapat terlaksana dengan hikmat dan lancar sampai akhir.

Akan tetapi yang saya lihat sampai detik ini pihak Rektorat atau lembaga yang bertanggung jawab atas berjalannya PUM tidak ada pergerakan untuk melakukan tugas kewajibannya, karena itu dampak dari ketidak responsifitas pihak yang terkait menjadikan PUM saat ini dinilai berantakan. Hal ini dapat kita lihat dari awal pembentukan hingga waktu yang tidak sesuai dengan jadwal.

Melihat dari banyaknya kemoloran yang dilakukan dan saya yakin ini adalah implikasi dari pihak Rektorat atau lembaga yang kurang menoleh kepada PUM dan KPU-F yang tidak mengindahkan instruksi dari KPUM sendiri. Dimana keberadaan lembaga yang seharusnya menjadi tim justicia?

Memegang kendali seperti ini saja kewalahan, bagaimana dengan kendali yang lebih besar dari PUM?

Atau memang betul pihak lembaga yang menginginkan demokrasi kampus ini rusak dan tidak menginginkan adanya organisasi internal kampus yang produktif untuk mahasiswa nya. Semoga apa yang saya pikirkan adalah hanya sebuah halusinasi buruk semata.