Rokok Elektrik Gaya Hidup Anak Muda yang Berbahaya

0
477 views

Oleh: Ahmad Khudori

Rokok elektrik disebut sebagai Electronic Nicotine Delivery System (ENDS) oleh WHO karena menghasilkan nikotin dalam bentuk uap yang kemudian dihirup oleh pengguna. Tahun 2020 jaringan media nirlaba The Conversation melakukan survei di beberapa kota hasil survei tersebut berkaitan dengan promosi rokok elektrik di media sosial, mayoritas responden 84 persen menyatakan pernah melihat iklan atau promosi rokok elektrik di Facebook, Instagram, dan Youtube. Survei itu juga menyebutkan 29 persen responden pernah menggunakan rokok elektrik.

Sahril salah satu mahasiswa UIN Banten Fakultas Syariah yang kini berusia 23 tahun, merupakan pengguna rokok elektrik. Ia mulai menggunakan Vape sejak tahun 2020. Setelah menggunakan rokok elektrik, Ia pun beralih dari rokok konvensional “Kalau ditanya kenapa vape, karena Vape itu kan punya banyak varian rasanya dibanding sama rokok biasa, biasanya kebanyakan ngevape gejalanya kaya pusing bentar,” kata Sahril saat ditemui di kediamanya, 24 Januari lalu.

Sahril mengeluarkan biaya uang sebesar Rp 1, 2 juta ketika pertama kali untuk menikmati rokok elektrik. Uang sebesar itu digunakan untuk membeli pelengkapan vape seper mod, liqiud, dan Rebuildable Driping Atomizer (RDA). “Mungkin kalau di awal besar yah biayanya, sekarang paling Rp 50-90 ribu per dua minggu cuma beli liquidnya, jadi sepertinya lebih hemat sebenarnya dari rokok konvesional,” katanya.

Sama dengan Sahril, Faiza salah satu mahasiswa UPI di Kota Serang juga sudah terpapar rokok elekrik jenis mod vape. Ia menggunakan vape untuk pertama kali sejak kelas 11 SMA pada tahun 2021. “Waktu itu karena didorong rasa ingin mencoba dan penasaran yang tinggi,” kata Faiza, 3 Februari lalu.

Faiza yang kini beranjak 19 tahun, beralasan menggunakan vape karena bentuk fisiknya lebih elegan. “Terlihat keren saat dibawa, serta saat aktivitas ngevape.”

Meski bukan perokok aktif, Egi Julia Hani mahasiswa Jurusan BKI kampus UIN SMH Banten, 21 Tahun, bercerita sering terpapar asap rokok elektrik sejak awal 2019. Hal itu terjadi karena dirinya rutin berinteraksi dengan para pecandu rokok elektrik. “Sebenernya merokok boleh saja, asalkan ya asapnya dikondisikan, soalnya lagi kumpul nih pada nge-vape kan yang menghirup asapnya bukan pengguna doang, tapi juga orang di sekitarnya, apalagi asap vape banyak jadi kayak keganggu, sih” ujar Egi, 24 Januari lalu.

Egi menceritakan posisinya sebagai perokok pasif terjadi karena kebiasaan nongkrong di lokasi yang tidak menyediakan area merokok. Dampak yang dirasakan Egi yakni sesak nafas dan tak jarang penyakit asma yang kambuh. Ia pun mempunyai cara untuk mengantisipasi dengan memakai masker, saat bergejalanya paling tidak atur pernafasan.

Permasalahan serupa juga dirasakan Maulida lulusan Jurusan KPI Kampus UIN SMH Banten, 22 Tahun, yang juga terpapar sebagai perokok pasif. Ia sadar lingkungannya memaksa untuk berinteraksi dengan pengguna rokok elektrik. “Sering pakai masker untuk mengurangi terkena asap vape, apalagi kalau di area publik yah mending menghindar, lebih baiknya disedikan tuh tempat sendiri untuk mereka menggunakan rokok elektrik,” kata Maulida 24 Januari lalu.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Serang Ahmad Humariyadi ikut menanggapi maraknya fenomena anak muda yang menggunakan Vape sebagai fashion. “Bergaya keren memang boleh tetapi jangan sampai merugikan kesehatan, bergaya keren tidak harus merokok vape, punya karya dan prestasi juga fashion yang keren,” ujar dia, 10 Februari lalu.

Humariyadi menjelaskan dalam rokok elektrik pun mempunyai kandungan zat berbahaya. Salah satunya adalah Etilen Glikol, yang merupakan zat kimia yang bisa mengiritasi paru-paru dan mata, serta menimbulkan gangguan saluran pernafasan seperti asma, sesak nafas hingga obstruksi jalan napas.

Ia juga menerangkan dalam rokok elektrik dalam jenis-jenis rasa terdapat Diasetil yang bisa menyebabkan penyakit paru obstuktif kronis. Selain itu, menurut Humariyadi dalam rokok elektrik juga mempunyai kandungan nikotin yang akan menimbulkan efek candu dan memicu depresi, napas pendek, kanker paru, kerusakan paru permanen, hingga kematian.

 

Senada dengan Humariyadi, dalam salah satu webinar Erlina Burhan, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), mengatakan bahwa dalam rokok elekrik terkandung zat kimia yang dapat mengiritasi dan mengakibatkan radang paru dan saluran sekitarnya (bronkiolitis). “Kenapa vape ini banyaknya anak muda, karena ingin dibilang keren atau laki, dipengaruhi teman orang tua, biar bisa gabung geng atau kelompok,” ujar Erlina, 14 Januari lalu.

Kondisi Kawasan Tanpa Rokok di Kota Serang

Tahun 2015 Walikota serang dan DPRD Kota Serang buat peraturan daerah (PERDA) No 7 2015 membahas tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) didalamnya tercantum definisi ruang yang termasuk pada KTR seperti : Tempat proses belajar, Tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum. PERDA No 7 tahun 2015 ini diperkuat oleh Peraturan Wali Kota Serang dengan No 22 Tahun 2019 menyangkut pelaksanaan Tentang KTR di Kota Serang.

Salah satu KTR adalah kampus, salah satu kampus kota Serang yaitu UIN SMH Banten mempunyai aturan larangan kampus, kampus UIN SMH Banten melalui surat edaran No.314 tahun 2023 tentang Ketertiban, Kebersihan dan keamanan di lingkungan kampus 2, dalam surat tersebut tercantum larangan untuk merokok di lingkungan kampus 2 implementasi ini berangkat aturan larangan merokok di Kawasan Tanpa Rokok dari sekjen Kemenertian Agama tahun 2022.

Dalam buletin LPM Sigma edisi 2022, Hidayatulullah Selaku Wakil Rektor III bidang kemahasiswan, mengakui kondisi kampus 1 berbeda dengan kampus 2, kampus 1 mempunyai keterbatasan area, untuk menyediakan area khusus bagi para perokok. Senada dengan Hidayatullah, Wakil Rektor 1 Mufti Ali para pimpinan di kampus mendukung adanya larangan merokok di kampus, akan tetapi karena sanksi dan aturan tidak tegas akhirnya masih banyak perokok di area kampus.

Hyperlink untuk tulisan

https://theconversation.com/riset-paparan-iklan-rokok-elektrik-di-media-sosial-terbukti-mendorong-penggunaannya-di-indonesia-183981