BerandaUncategorizedWaspada! Terjebak Red Flag Organisasi

Waspada! Terjebak Red Flag Organisasi

Semester genap adalah waktu yang tepat untuk memilih berbagai kesibukan tambahan di luar jadwal perkuliahan. Momen ini bisa menjadi kesempatan eksplorasi maksimal sebelum masuk ke dunia kerja, karena tak jarang jalan karier ditemukan lewat minat yang kita tekuni selama kuliah. Namun, sebelum bergabung dengan organisasi tertentu, kita harus memperhatikan apakah kelompok tersebut tepat dan bebas dari tanda-tanda red flag.

Organisasi kampus seharusnya menjadi wadah pengembangan diri, membangun relasi, serta meningkatkan keterampilan kepemimpinan dan profesionalisme. Pemerintah sendiri telah menunjukkan dukungannya terhadap pengalaman organisasi, dengan mempertimbangkan rekam jejak kepemimpinan dalam seleksi beasiswa dan program penerimaan aparatur sipil negara (ASN). Fakta ini memperkuat pandangan bahwa organisasi dapat menjadi nilai tambah bagi mahasiswa. Namun, ada beberapa praktik di dalamnya yang justru bisa menjadi bumerang bagi pengembangan individu.

Organisasi sering kali dianggap sebagai wadah pengembangan diri. Namun, tak bisa dipungkiri, ada organisasi yang justru membuang-buang waktu dengan rapat berjam-jam tanpa arah jelas. Bahkan, ada budaya yang membuat anggota sulit menolak, seperti senioritas yang berlebihan hingga tekanan untuk selalu mengutamakan organisasi dibanding akademik. Ini yang akhirnya membuat sebagian mahasiswa memilih menjadi “kupu-kupu” kuliah pulang- kuliah pulang, demi menghindari lingkungan yang tak sehat.

Lebih lanjut, organisasi tertentu juga dikenal sebagai tempat berkembangnya “fosil kampus” sebutan untuk mahasiswa yang terlalu sibuk mengurus organisasi hingga melupakan tanggung jawab akademiknya. Akibatnya, banyak dari mereka yang terlambat lulus atau bahkan tidak menyelesaikan studi tepat waktu. Citra buruk ini kerap menjadi alasan sebagian mahasiswa memilih untuk tidak terlibat dalam organisasi sama sekali.

Fenomena ini juga sering menjadi bahan guyonan di media sosial. Misalnya, akun TikTok @syahrulaf46 yang dikenal dengan konten “sastra mesin” sering menyindir bagaimana organisasi kampus bisa terasa lebih seperti lembaga politik ketimbang wadah pengembangan diri. Dalam salah satu videonya, ia menggambarkan betapa senioritas bisa menciptakan hierarki yang tidak sehat, di mana keputusan diambil bukan berdasarkan ide terbaik, melainkan siapa yang lebih lama bertahan di organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak sedikit mahasiswa yang merasa terjebak dalam lingkungan organisasi yang kurang produktif.

Namun, bukan berarti organisasi harus dihindari sepenuhnya. Justru, dengan memilih organisasi yang tepat, mahasiswa bisa mendapatkan pengalaman berharga yang tidak didapatkan di ruang kelas. Organisasi yang sehat adalah yang menghargai waktu, memberikan ruang berkembang bagi anggotanya, serta memiliki sistem yang jelas dan transparan. Dengan bergabung ke dalam organisasi yang sehat, mahasiswa bisa membangun jejaring, mengasah kepemimpinan, dan memperkaya pengalaman tanpa harus mengorbankan akademik atau kesejahteraan pribadi.

Jadi, apakah organisasi itu buruk? Tidak selalu. Yang perlu kita lakukan adalah memilih dengan cermat dan tidak ragu untuk keluar jika ternyata lingkungannya terasa redflag. Dengan begitu, kita tetap bisa mendapatkan manfaat dari berorganisasi tanpa harus mengorbankan akademik maupun kesehatan mental. Yuk, tetap semangat berorganisasi dengan cara yang lebih cerdas dan sehat!

Penulis: Nabel
Editor: Naila

- Advertisment -

BACA JUGA