Ilustrasi : Bd Chandra
13 Maret 2021
Semacam tidak mempunyai program, semacam tidak mempunyai naluri, semacam tidak mempunyai otak untuk berpikir, dari sekian banyak tanggung jawab tidak satu pun yang bisa tuntas dan diselesaikan.
Badan politik yang seharusnya merepresentasikan keberpihakan pada mahasiswa ternyata gagal mengemban amanahnya.
Sema yang dipimpin oleh Royal tidak dapat menjelaskan hasil dari satu tahun kinerja kepada mahasiswa, regulasi untuk tatanan kehidupan mahasiswa di dalam kampus diracik sedemikian tidak membahagiakan dan penuh banyak pertanyaan.
Ade-Fauzan adalah para pembohong besar yang tidak mempunyai jiwa ksatria dalam bertanggungjawab sebagai sosok pemimpin, pundak mereka terlalu lemah untuk amanah yang besar.
Saya benar-benar heran mengapa orang-orang ini, yang tidak bertanggungjawab bisa tumbuh dalam identitas mahasiswa.
Suara mahasiswa yang apatis tidak melihat kelakuan yang buruk dari Sema dan Dema semakin membuat nyaman rasa tidak bersalahnya mereka.
Saya meyakini pada dasarnya politik untuk keberlangsungan hidup mahasiswa yang lebih baik.
Skandal Ade-Fauzan yang sudah wisuda jadi simbol peringatan yang perlu untuk dievaluasi oleh mahasiswa, jangan lagi dibodohi, jangan lagi dicurangi, jangan lagi untuk menyimpan kepercayaan.
Politisi kampus kita semakin tidak sehat, sudah tidak relevan lagi dengan keadilan, kejujuran, dan bertanggungjawab.
Royal sebagai ketua Sema gagal menciptakan dinamika politik yang dewasa dan bertanggungjawab.
Belum lekas semua tugas diemban oleh orang- orang Dema dan Sema terdahulu, kini-mereka akan berganti musim dan periode.
Padahal, bentuk dari pesta demokrasi PUM daring tidak berjalan efektif, terbukti selama PUM berlangsung permasalahan menuai di permukaan begitu banyak dan pelik. Ditambah pihak penyelenggara KPUM dan BAWASLU tidak mempunyai sisi kejujuran transparansi dalam menyelenggarakan PUM daring.
Patut disadari pelaksanaan PUM daring hanya menyaring 1501 pemilih mahasiswa dari total DPT 11,484 bisa dikatakan representasi indeks pemilih tidak lebih mencapai 15%, padahal Taufik ketua KPUM menargetkan partisipasi mahasiswa adalah 50% pemilih mahasiswa. Artinya KPUM dan BAWASLU sudah hebat tidak becus menciptakan pesta demokrasi yang baik dan benar untuk mahasiswa.
Sisi lain yang dikhawatirkan adalah PUM yang tidak sehat akan menciptakan sosok pemimpin yang buruk.
Sekali lagi dalam hal ini Ketua: KPUM, BAWASLU, serta BARKO mempunyai tanggungjawab serius dalam melahirkan sosok pemimpin.
Jangan sampai mahasiswa melihat sosok pemimpin yang lahir adalah sosok prematur yang tidak paham soal :Jujur, Tanggungjawab, dan adil.
Atau jangan-jangan mahasiswa lebih baik tidak berharap terlalu lebih pada sosok pemimipin baru?