Serang, lpmsigma.com – Menginjak 100 hari setelah dilantiknya kepengurusan, kinerja Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) dan Senat Mahasiswa (Sema) tingkat universitas tuai beberapa kritikan.
Menurut Jodi selaku ketua koordinator umum KMS 30, Undang-undang Keluarga Besar Mahasiswa (UU-KBM) yang sampai saat ini belum terbentuk dan beberapa tahun terakhir dalam pembentukannya selalu dibuat dadakan, menyebabkan chaos dalam Organisasi Mahasiswa (Ormawa) yang ada di kampus.
“Pembentukan undang-undang ini harus sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, dan hal ini juga menjadi evaluasi bagi kita semua kenapa UU-KBM dari 2 tahun lalu dibentuk secara dadakan dan menimbulkan konflik. Maka dari itu ada baiknya kalau UU-KBM segera dibuat agar tidak menimbulkan tanda tanya bagi mahasiswa,” katanya dalam diskusi yang diadakan oleh UKM SiGMA, Rabu (4/8).
Menanggapi hal tersebut, Qaulan Syadida seorang aktivis perempuan provinsi Banten mengatakan perihal masih kurang kuatnya penyadaran tentang kekerasan seksual di kampus.
“Kita semua harus mengawal kinerja-kinerja Dema-U dan Sema-U terkait upaya apa saja yang telah dilakukan. Contohnya seperti ruang bebas literasi seksual, sudah sampai mana dan apakah ini hanya menjadi program kerja untuk memenuhi formalitas semata atau memang serius mengolah kasus kekerasan seksual yang ada di kampus,” ucapnya.
Selain itu, ketua Forum Silaturahmi Umum (FSU), Kopling menjelaskan bahwa ketua dan wakil ketua Dema-U tidak mampu mengkoordinir kinerjanya dengan baik, sehingga segala tuntutan dan aspirasi yang datang dari para mahasiswa hanya dilakukan oleh mereka berdua.
“Jadi problematika utamanya adalah ketua Dema-U dan wakilnya tidak mampu mengkoordinir kinerjanya, sehingga hanya mereka berdua yang melakukan dan mengerjakan apa-apa yang datang dari mahasiswa. Maka dari itu penting juga untuk kita supaya bisa menjadi mitra kritiknya Dema-U, agar Dema-U tetap memiliki semangat untuk menjalankan program kerjanya dan melakukan hal-hal yang harusnya mereka lakukan,” ujar Kopling.
Reporter: Alfin