Cara Untuk Tumbuh

Katanya menjadi anak bungsu itu serba enak! Iya nggak sih? Ternyata tidak juga. Seperti Aku, Shella, anak bungsu yang kerap dituding sebagai biang kerok masalah. Banyak orang beranggapan bahwa bungsu itu manja, bergantung pada orang tua, dan tidak dapat mandiri. Mengapa anak bungsu selalu dikaitkan seperti itu?

            Suatu hari masa dilema sepanjang hidup ku. Untuk menentukan masa depan dan jalan arah tujuan ku. Yang membuat batin dan fikiran ku beradu. Masa ujian akhir sekolah telah usai ku lewati. Masih ada satu fikiran yang memenuhi jalan otak ku. Sampai aku tidak bisa menerimanya.

“De, gimana ujiannya? Kamu bisa ngga?” tanya Mamah.

“Alhamdulillah Mah, Shella bisa ngejawabnya.” Ucap Shella.

“Shella harus jadi kayak kakak kamu ya. Dan kamu harus masuk kampus terbaik yang ada di Indonesia.” Imbuh Mamah.

            Aku hanya terdiam. Meresapi apa yang diutarakan oleh Mamah. Walaupun pembicaraan rutin yang selalu dilontarkan kepada ku. Tapi kali ini, aku merasa tidak terima dengan apa yang diucapkan oleh Mamah untuk terakhir kalinya. Karena aku merasa aku mempunyai karakter yang berbeda dengan Kakak ku. Apakah karena aku seorang anak bungsu yang harus mengikuti jejak Mamah yang menjadi seorang Bidan. Ataukah aku harus mengikuti jejak Ayah ku yang menjadi seorang polisi. Dan kemudian mengikuti jejak kakak ku yang masuk Universitas Negeri yang unggul di Indonesia. Aku tidak ingin seperti itu. Aku mempunyai cita-cita yang harus ku gapai.

            Dimalam yang hening. Suara adzan isya yang baru saja berkumandang. Ritual keluarga ku sebelum melaksanakan ibadah sholat isya ialah kami selalu melingkar di meja makan. Membicarakan hal-hal yang penting dan sampai hal yang tidak penting. Dengan lauk yang sederhana. Kami saling berhadapan satu sama lain bahkan pasti ada saja yang melontarkan kalimat lelucon yang membuat meja makan ini tidak menjadi garing. Tetapi kali ini suasananya sangat berbeda. Suasana di meja makan sangat tegang. Seperti tengah disidang oleh polisi karna tertilang.

“De kamu mau masuk kampus mana?” Tanya Ayah yang tengah melahap makanan sedikit demi sedikit.

“Aku mau masuk Universitas Bina Nusantara Yah” jawab ku.

“Loh kamu ngga mau masuk SNMPTN dulu? Kakak-kakak mu masuk jalur SNMPTN semua” tanya Ayah heran.

“Kenapa harus swasta? Coba SNMPTN dulu kali shell. Nilai lo jelek ya hahaha” Sambung Kak Adel sembari meledek si bungsu.

“Mamah ngga mau tau ya. Kamu harus masuk Negeri bukan swasta. Kak Adel sama Kak Rizky aja SNMPTN bahkan Kak Adel bisa masuk Universitas Indonesia jurusan kedokteran pula.” Tutur Mamah

“Ayo Dek, lo bisa kok masuk SNMPTN” celetuk Kak Rizky.

“Sekarang kamu jawab Shell, kenapa kamu ngga mau masuk SNMPTN?” tegas Ayah.

“Okay Yah akan aku coba masuk SNMPTN dan masuk kampus Universitas Indonesia.” Jawab Shella sambil sambil menghela nafas.

“Kamu ambil jurusan kedokteran aja ya. Biar kayak mamah, sama Kak Adel.” Ucap Mamah sembari melihat kearah ku.

“Nah iya tuh Dek, kamu ambil jurusan kedokteran aja. Biar kerjanya juga pasti.” Tambah Ayah.

“Tapi Yah, passion ku bukan di kedokteran. Passion ku ada di designer. Dan aku mau jadi designer. Bukan mau menjadi seorang dokter.” Tutur Shella dengan penuh harapan.

“Designer tuh ngga jelas kerjanya. Kamu setelah wisuda emangnya mau nganggur dulu? Kak Adel udah ujian profesi langsung jadi dokter. Dan ngga lama lagi kak Rizky mau ujian profesi terus jadi dokter deh.” Ucap Mamah

“Emangnya cita-cita ku harus diatur sama Mamah dan Ayah?” ucap Shella dengan nada lantang.

“Shell, masih bersyukur lo dikuliahin sama orang tua. Nurut lah Shell sama orang tua” ucap Kak Rizky

“Ini hidupku Kak. Aku yang harus ngejalanin hidup ku sendiri. Aku udah nurutin apa kemauan Mamah dan Ayah. Terus aku harus nurut juga ambil jurusan kedokteran?” tutur Shella dengan nada bergetar.

“Mau jadi apa kamu Shella?” Kata Ayah sambil berdiri dan bergegas meninggalkan meja makan.

            Ketika Ayah beranjak pergi dari meja makan Aku pun ikut segara pergi menuju ke kamar. Ku hempaskan pintu kamar ku. Ku rebahkan badan ku ke kasur dengan kasar. Seraya berkata

“Kenapa Aku harus begini? Akankah hidup ku ketergantungan dengan semua orang. Ataukah aku masih dianggap seperti anak kecil.” Gumam ku dalam hati.

            Malam kian berlalu, dengan tetesan air mata yang jatuh dipipi ku. Ku berdoa didepan sang Maha Kuasa atas apa yang harus aku lakukan. Ku serahkan semua kepada-Nya. Untuk saat ini hanya kepada-Nya aku melampiaskan semua kemauan ku.

Tok… tok… tok…

Tepat pukul dua belas malam pintu kamar ku ada yang mengetuk. Rasannya Aku tidak ingin bertemu dengan siapa pun. Kecuali bergelut dengan batin ku sendiri. Tapi suara lembut itu nyaring sekali ditelinga ku. Mau tak mau aku harus mau membukakan pintu untuk orang yang sedang menunggu ku dibalik pintu.

Kreekkk… Perlahan ku bukakan pintu untuk seorang yang tengah menunggu ku dibalik pintu. Dengan rasa penasaran ku melihatnya dengan perlahan.

“Dek, kamu nggapapa?” tutur mamah seraya memberikan bantuan untuk mendorong pintu.

“Kamu nangis?” tambah ucapan Mamah.

            Tanpa ku sadari, air mata ini jatuh mengalir deras didekapan sosok malaikat yang tak bersayap. Tanpa ada satu kata yang muncul dari mulut ku. Air mata ini adalah menjadi saksi bahwa aku sudah tidak sanggup untuk menata hidup yang telah ku dambakan sejak dahulu.

“Ayah sama Mamah udah diskusi kok Dek.” Ucap Mamah dengan lembut dan dengan penuh ketenangan.

Aku hanya terdiam dan tak menjawab sepatah kata apapun.

“Ngga apa-apa kok kamu mau ambil jurusan designer. Asalkan kamu jangan ngelawan ucapan Ayah kayak yang tadi di meja makan ya.” Tutur Mamah sembari mengelus pundak ku dengan halus.

“Aku akan berjuang di SNMPTN tapi untuk jurusan kedokteran aku ngga bisa mah” jawab ku dengan bergetar dan diiringi dengan air mata yang mengalir serta suara ku yang nyaris hilang.

“Iya sayang. Kamu bisa kok” ucap Mamah dengan penuh kasih sayang.

            Pada saat itu juga hati ku kembali berbunga dan menjadi lebih berwarna. Karena impian ku akan segera terwujud. Aku akan buktikan bahwa aku bisa melewati semua proses dengan cara ku sendiri. Fakta tentang menjadi seorang anak bungsu ternyata sangat berbanding terbalik dengan apa yang ku alami. Tidak seperti cerita yang ada didongeng.

Perjuangkan apa yang baik untukmu tapi jangan pernah lupakan persetujuan orang mu.

karya: anissasn

- Advertisment -

BACA JUGA