BerandaKilas BalikKilas Balik Monumen Geger Cilegon 1888

Kilas Balik Monumen Geger Cilegon 1888

Cilegon merupakan sebuah kota yang terletak di Provinsi Banten, dengan luas wilayah sekitar 175,51 km². Cilegon dikenal sebagai pusat industri baja terbesar di Indonesia, sehingga mendapat julukan sebagai “Kota Baja”. Lokasinya yang strategis di ujung barat Pulau Jawa, menjadikan Cilegon sebagai salah satu kota penting dalam perdagangan dan logistik Nasional. Seiring dengan perkembangannya yang pesat, Cilegon juga menyimpan sejarah yang kelam, terutama terkait perjuangan melawan penjajahan Belanda.

Dikutip dari Jurnal Studi Sejarah dengan judul “Mengungkap Situs Monumen Peringatan Geger Cilegon 1888” karya Fatmala Mutiara dan Arif Permana Putra, awal mula pembuatan monumen Geger Cilegon, karena untuk mengenang sejarah penting yang pernah terjadi di kota Cilegon. Monumen Geger Cilegon di bangun pada tahun 1997 dan mulai diresmikan pada tanggal 10 November 2019, bertepatan dengan hari pahlawan.

Dengan adanya monumen tersebut, maka masyarakat kota Cilegon akan selalu mengenang peristiwa sejarah yang terjadi pada tahun 1888 silam. Monumen Geger Cilegon terletak di dekat alun-alun kota Cilegon, karena penempatannya di tempat yang terbuka, sangat memudahkan untuk para masyarakat sekitar maupun orang-orang dari luar Cilegon untuk bisa melihat monument tersebut.

Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Geger Cilegon, karena pada saat itu terjadinya pemberontakan besar-besaran yang dipimpin oleh ulama dan tokoh masyarakat setempat, sebagai bentuk protes terhadap kolonial Belanda yang merugikan masyarakat pribumi pada tahun 1888.

Menurut Jurnal Sindoro: Cendikia Pendidikan dengan judul “Petani Melawan: Sejarah Pemberontakan Petani Banten (Geger Cilegon 1888)” karya Alpianti Putri Rijkia, bahwa pemberontakan tersebut dipicu oleh kekecewaan masyarakat petani di Banten terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda, yang dinilai sangat merugikan bagi warga pribumi.

Pada akhir abad ke-19, terjadi penindasan dan eksploitasi terhadap petani yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Saat itu, pemerintah Hindia-Belanda menerapkan sistem “Tanam Paksa” atau yang biasa disebut Culture stelsel, dimana para petani harus menyediakan lahan dan tenaga kerja untuk menanam komoditas ekspor. Kebijakan tersebut semakin buruk ketika pihak pemerintah Hindia-Belanda menaikkan pajak yang cukup tinggi, serta melakukan perampasan tanah. Karena hal itu, kondisi ekonomi petani yang sudah miskin menjadi semakin miskin.

Peristiwa Geger Cilegon 1888 menjadi salah satu pilar penting dalam sejarah perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajahan Belanda. Pemberontakan tersebut mencerminkan penderitaan serta ketidak-adilan yang dirasakan oleh warga pribumi akibat dari kebijakan pemerintah Hindia-Belanda yang eksploitatif.

Penulis: Mg_Aura
Editor: Enjat

- Advertisment -

BACA JUGA