BerandaNEWSLPI Sadarkan Jurnalis dan Pegiat Media Terhadap Isu Seksisme

LPI Sadarkan Jurnalis dan Pegiat Media Terhadap Isu Seksisme

Tangerang, lpmsigma.com – Dalam acara Media Brief LPI: Media Berperan Putus Rantai Seksisme di Pilkada Banten (22/01), Literasi Pemuda Indonesia (LPI) mengajak para jurnalis hingga pegiat media untuk menyuarakan pemahaman mengenai isu Seksisme.

Acara ini digelar merespon pernyataan calon Wakil Gubernur Banten, Achmad Dimyati Natakusumah, disaat debat pilkada ia melontarkan kalimat seksisme yang paling mencolok dan menjadi highlight nasional. Wakil Gubernur Banten terpilih itu melontarkan pernyataan seksisme yang langsung mengarah ke lawan politiknya, Airin, saat debat Pilgub Banten, Oktober 2024 lalu.

“Perempuan itu harus mendapat perhatian, maka kita harus melindungi perempuan dan memuliakannya dengan enggak ngasih beban berat jadi gubernur,” kata Dimyati kala debat.

Pernyataan itu lantas viral di berbagai platform media, juga mengundang kritik dari aktivis perempuan, organisasi perempuan, media yang berfokus terhadap isu perempuan, dan bahkan Komnas Perempuan.

Namun nyatanya, ujaran-ujaran seksisme dan berbasis gender ini keluar bukan hanya dari mulut Dimyati. Tokoh-tokoh lain turut melontarkan hal senada, seperti Ridwan Kamil dan Suswono di DKJ.

Sementara itu, media arus utama hingga media sosial yang turut meramaikan isu seksisme Dimyati, masih menyajikan laporan-laporan yang secara tidak langsung mendukung Dimyati, walau beberapa merilis kontra narasi.

Pemahaman akan pentingnya perspektif kesetaraan gender dan seksisme ini perlu dimiliki oleh seluruh insan yang bergelut di industri media.

Untuk itu, Tim Media Brief Literasi Pemuda Indonesia (LPI) menggelar media brief dan capacity building bagi para rekan jurnalis sebagai bekal peliputan kesetaraan gender.

Bertajuk ‘Seksisme dalam Pilkada Banten, Bagaimana Peran Produsen Informasi Memutus Rantainya?’ media brief dan capacity building ini digelar di Hotel Santika Premiere ICE BSD City, Kabupaten Tangerang, Banten, pada Rabu, 22 Desember 2024.

Didukung oleh Internews, media brief dan capacity building ini dihadiri berbagai insan media, mulai dari jurnalis, konten kreator, hingga pers mahasiswa, serta melibatkan narasumber relevan dengan tema yang diangkat.

Tim Media Brief LPI, Purnama Ayu Rizky memaparkan, isu seksisme Dimyati menjadi perbincangan hangat di Twitter (X) dengan 425 mentions sepanjang Oktober 2024.

Dua dari lima akun di X yang membicarakan seksisme Dimyati, ternyata yang paling banyak adalah pegiat media sosial @JohnSitorus_18.

Kemudian ada nama @catchmeup, sebuah homeless media yang turut mengangkat seksisme Dimyati, yang mengalahkan media arus utama seperti detik dan narasi.

“Lalu total eksposur di X kerap didominasi oleh akun-akun dengan jumlah followers 100-500, karena ini mewakili pribadi, netizen, bukan atas nama organisasi atau instansi,” ungkap Ayu.

Kemudian, Ayu menambahkan sedikitnya ada 69 media online yang memberitakan terkait pernyatann seksis Dimyati tersebut. Peringkat lima (5) besar secara berurutan ditempati oleh klik.com, merdeka.com, liputan6.com, idntimes.com dan kompas.com

“Adapun media lokal Banten yang turut mengambil porsi pemberitaan dalam posisi sepuluh besar diantaranya, bantennews.co.id dan ekbisbanten.com,” kata jelas perempuan yang juga aktif sebagai jurnalis Magdalene tersebut.

“Rendahnya kesadaran isu gender dalam politik. Ini bisa dilihat dari cara memilih masyarakat Banten yang cenderung lebih mengingat kebijakan-kebijakan strategis dan praktis, seperti program BLT dsb,” jelas perempuan yang juga aktif sebagai jurnalis Magdalene tersebut.

“Dimyati masih didukung mesin politik yang kuat, seperti di-endorse oleh Ketua Umum Gerindra yang juga merupakan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto. Lalu rendahnya aktivisme gender di Banten,” kata Ayu menambahkan.

Lebih jauh, Ayu menilai pekerjaan rumah ke depan adalah meningkatkan partisipasi dan kemampuan jurnalis dan netizen seperti kreator konten dan homeless media untuk memberikan informasi yang peka gender.

“Hal ini sangat penting, agar tidak terus berulang pernyataan seksime dari politisi dan dinormalisasi oleh pemilih,” tegasnya.

“Untuk jangka panjang, ini akan memengaruhi kebijakan juga. Kebijakan oleh politisi yang menjadi kepala daerah mesti mendukung kesetaraan gender,” kata Ayu.

Sementara pemateri media brief dan capacity building disampaikan oleh Direktur Eksekutif PPMN, Francisca Ria Susanti.

Menurut Fransisca, ketidaksetaraan gender dalam konten media dapat terjadi karena kurangnya representasi perempuan di dalam industri media.

Bukan hanya itu, persoalan seksisme juga kata dia, dapat dipengaruhi apabila seorang jurnalis laki-laki tidak memiliki pemahaman akan perspektif gender.

“Jurnalis itu mempunyai kekuatan untuk mempertajam, memilih angle terhadap suatu isu yang berkaitan dengan perempuan atau soal gender,” jelas Fransisca.

“Nah sementara apabila perempuan ditampilkan di media, maka ruang lingkupnya terbatas dengan stereotip tertentu, seperti penampilan, pakaian, usia, status hubungan, bukan tentang ide, pengalaman, dan profesi,” ungkap dia.

Dia turut menyampaikan cara supaya isi dari setiap konten media mengandung peka gender, yakni dapat dimulai dari pemilihan narasumber yang relevan dengan isu yang dibahas.

“Kemudian bisa dengan menggunakan bahasa yang sensitif gender,” kata dia.

Reporter: Najib

- Advertisment -

BACA JUGA