Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain td-cloud-library dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /home/u642071575/domains/lpmsigma.com/public_html/wp-includes/functions.php on line 6121
Ngariung: Tradisi Masyarakat Sunda yang Ajarkan Kebersamaan dalam Spiritual - LPM SiGMA
BerandaKilas BalikNgariung: Tradisi Masyarakat Sunda yang Ajarkan Kebersamaan dalam Spiritual

Ngariung: Tradisi Masyarakat Sunda yang Ajarkan Kebersamaan dalam Spiritual

Masyarakat Sunda, memiliki berbagai tradisi yang erat kaitannya dengan kebersamaan dan musyawarah. Salah satunya adalah Riungan, yaitu kegiatan berkumpul yang bertujuan untuk membahas berbagai hal, baik dalam lingkup keluarga maupun pemerintahan adat. Riungan bukan sekadar pertemuan biasa, melainkan untuk mempererat silaturahmi, serta melestarikan nilai-nilai budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Di sisi lain, ada juga tradisi Ngariung, yang lebih berfokus pada aspek keagamaan dan spiritual. Ngariung merupakan tradisi unik masyarakat Banten yang diisi dengan doa bersama, shalawat, serta pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagai ungkapan rasa syukur. Biasanya, ngariung dilakukan untuk memperingati momen-momen penting, seperti hari kemerdekaan, kelahiran bayi, akikah, dan acara lainnya.

Secara etimologis, kata ngariung berasal dari dua unsur bahasa Sunda, yaitu “nga” yang berarti melakukan suatu kegiatan, dan “riung” yang berarti berkumpul dalam satu kelompok. Ngariung biasanya dilakukan di tempat yang dianggap bersih dan suci, seperti masjid, musholla atau rumah warga yang menjadi tuan rumah acara.

Menurut jurnal Keislaman dan Ilmu Pendidikan yang ditulis oleh Suntiyah dkk, ngariung atau selametan merupakan tradisi berkumpul, yang melibatkan seluruh kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, khususnya kaum laki-laki, untuk berdoa bersama. Salah satu bentuk ngariung yang masih lestari adalah tradisi Panjang Mulud Nabi, yaitu perayaan yang diadakan dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad.

Dalam pelaksanaan Panjang Mulud Nabi, makanan yang telah didoakan akan dibagikan kepada masyarakat sekitar. Tujuan dari pembagian makanan ini adalah agar seluruh warga, termasuk mereka yang kurang mampu, dapat menikmati hidangan yang mungkin jarang mereka miliki. Makanan tersebut dibagikan secara acak dan tidak selalu merata, tetapi tetap mencerminkan semangat kebersamaan dan berbagi.

Ngariung memiliki dampak yang signifikan dalam kehidupan masyarakat Sunda, baik dari segi spiritual maupun sosial. Dari sisi spiritual, tradisi ini menjadi sarana untuk mempererat hubungan dengan leluhur serta memperdalam rasa kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Ngariung juga diyakini memberikan ketenangan batin dan keyakinan bahwa doa-doa yang dipanjatkan akan didengar dan dikabulkan oleh Tuhan.

Dari aspek sosial, ngariung berperan sebagai ajang untuk mempererat hubungan antaranggota masyarakat. Melalui kegiatan ini, warga saling mendukung, berdoa bersama, dan memperkuat solidaritas. Kehadiran seluruh lapisan masyarakat dalam ngariung mencerminkan nilai gotong royong dan kebersamaan yang menjadi ciri khas budaya Sunda.

Seiring perkembangan zaman, tradisi ngariung tetap bertahan, karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya masih relevan dan dihargai oleh masyarakat. Hingga kini, ngariung tetap dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, wujud kepedulian sosial, serta sarana untuk memohon perlindungan dan keberkahan dari Tuhan.

Meskipun mengalami penyesuaian dengan perubahan zaman, esensi dari ngariung tetap sama mempererat hubungan sosial, berbagi kebahagiaan, dan menjaga nilai-nilai kearifan lokal yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Penulis : Davina
Editor : Lydia

- Advertisment -

BACA JUGA