Oleh: Khotib Fahreza, mahasiswa Fakultas Syariah
Demokrasi yang sehat hanya akan terwujud jika penyelenggara bersikap jujur dan adil dalam menjalankan fungsinya. KPUM dan BAWASLU harus bersikap netral karena padanya melekat kewenangan mengeluarkan berbagai kebijakan yang menentukan hasil Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM). Jika salah satu apalagi keduanya tidak netral, demokrasi jelas terancam dan produk PUM menjadi cacat.
Sejak awal tahapan, terdapat banyak keganjilan menyangkut soal netralitas. Perbedaan perlakuan terhadap kontestan tercermin melalui kebijakan yang disinyalir menguntungkan bagi salah satu pihak, sekaligus merugikan pihak lain di saat bersamaan.
Pada 11 Desember 2024, sekitar pukul 02.00 dini hari—di luar jam kerja, KPUM tiba-tiba mempersingkat perpanjangan pengumpulan berkas hanya sampai 08.00 WIB melalui pesan singkat tanpa adanya berita acara yang absah secara formil. Padahal, jam kerja KPUM sendiri dimulai sejak 08.00 WIB. Sangat tidak logis, batas akhir yang ditetapkan tepat berbarengan dengan dimulainya jam kerja.
PKPU NOMOR: 003/01/B/KPU-U/UIN-SMHB/I/2024 Pasal 4 ayat (3) memberikan kewenangan: “KPUM-U berhak memberikan perpanjangan waktu pendaftaran dan verifikasi apabila terdapat kendala dalam pendaftaran calon baik di lingkup Universitas, Fakultas dan Jurusan”. Kenyataannya, beberapa pendaftar terkendala karena adanya persoalan di ranah birokrasi sebagaimana dimaksud.
Ada indikasi bahwa karena salah satu pihak sudah lengkap berkas, perpanjangan pengumpulan berkas tiba-tiba menjadi dipersingkat. Dari tujuh Pendaftar DEMA Universitas, baru ada dua pendaftar yang melengkapi berkas.
Pada dasarnya, orientasi keberadaan penyelenggara adalah menampung publik untuk berpartisipasi seluas-luasnya. Jika yang terjadi justru diduga adalah upaya memuluskan salah satu pihak dan menjegal pihak lain di saat bersamaan, bagaimana publik bisa percaya bahwa penyelenggara mampu bersikap netral?
BAWASLU yang semestinya mampu menyelesaikan sengketa secara adil, justru terkesan mengambil keputusan secara sepihak tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu argumentasi serta dasar hukum yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya secara seksama. Tidak ada proses koreksi serta introspeksi di dalam tubuh penyelenggara.
Sekarang DEMA Universitas aklamasi, tidak ada kontestasi. Tidak ada legitimasi sosiologis bagi calon yang diklaim lolos begitu saja. Barangkali harus diakui, Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) 2024 serta produknya itu memang cacat, sungguh ironi.