Oleh: Miftahu Jami’ Nakdan, Mahasiswa Fakultas Syariah
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) selalu diperingati setiap tanggal 2 Mei merupakan momentum untuk merefleksikan sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia secara menyeluruh.
Hardiknas juga sebagai hari untuk memperingati kelahiran tokoh pelopor pendidikan di Indonesia, sekaligus pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa yaitu Ki Hajar Dewantara, yang kemudian oleh pemerintah ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan merupakan alat mobilisasi politik dan sekaligus sebagai penyejahtera umat. Dari pendidikan akan dihasilkan kepemimpinan anak bangsa, yang akan memimpin rakyat dan mengajaknya memperoleh pendidikan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam perjalanannya, Ki Hajar Dewantara memiliki gagasan untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang humanis dan populis, serta memayu hayuning bawana (memelihara kedamaian dunia). Maka, tercetus lembaga pendidikan bernama “Taman Siswa” yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1992 di Yogyakarta.
Taman Siswa dibentuk sebagai tandingan dari sistem pendidikan kolonial yang memiliki sifat materialistik, individualistik, dan intelektualistik. Yang memberikan sekat kepada masyarakat Indonesia untuk mengenyam pendidikan.
Pendidikan kolonial masih didasarkan pada diskriminasi rasial yang di dalamnya sudah terdapat pemahaman kepada anak-anak bumiputra yang menebarkan inferioritas.
Seperti diketahui, pemerintah kolonial menerapkan diskriminasi pendidikan sesuai dengan status sosial masyarakat Indonesia. Saat itu, rakyat jelata hanya diberikan pendidikan setingkat Sekolah Dasar, sedangkan kaum priyayi dan bangsawan Eropa boleh menempuh pendidikan tinggi, bahkan mendapat akses untuk berkuliah di Eropa.
Dalam pendiriannya, Taman Siswa tidak disambut baik oleh pemerintah kolonial Belanda, bahkan memunculkan kecemasan bagi pemerintah kolonial Belanda.
Pada Tahun 1930, Belanda menerapkan Wilde Scholen Ordinantie atau Undang-Undang Sekolah Liar yang dimaksudkan untuk membatasi perkembangan pendidikan alternatif di Indonesia, termasuk Taman Siswa.
Setidaknya, ada tiga prinsip ajaran yang dianut oleh Taman Siswa. Pertama, Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Yang memiliki makna, di depan harus menjadi contoh yang baik, di tengah harus membangun tekad, dan di belakang harus memberi dorongan.
Saat ini, pemerintah melalui Kemendikbudristek menjalankan konsep merdeka belajar sebagai upaya untuk mentransformasi dunia pendidikan agar terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.
Konsep ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yang menerapkan sistem among, yang melarang adanya hukuman serta paksaan kepada peserta didik.
Merdeka belajar memberikan ruang kepada peserta didik dalam mengekspresikan, mengembangkan dan mengeksplorasi minat, bakat serta kemampuan yang ada dalam diri peserta didik.