Serang, lpmsigma.com – Penindasan dan perampasan terhadap hak-hak kaum lemah dengan sewenang-wenang acap kali terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Golongan yang termasuk kelompok tertindas salah satunya adalah golongan yang lemah secara finansial. Seperti masyarakat yang tingkat sosialnya rendah, golongan rakyat jelata, dan lain sebagainya.
Membicarakan penindasan, kekerasan dan perampasan terhadap hak-hak orang miskin sepertinya tidak akan pernah habis untuk diperbincangkan.
Isu penindasan inilah yang menjadi sorotan serius dalam pementasan drama di acara Tasbic UKM Gesbica UIN Banten. Teater yang mengangkat tema tentang ‘lorong’ karya Puthut Bukhori tersebut menceritakan tentang perampasan tanah di desa Lohijo.
Penampilan drama tragedi itu sengaja dikemas secara komedi satir untuk menyentil pemerintah atas berbagai persoalan; kemiskinan, kesenjangan dan penderitaan rakyat kecil. Drama yang disutradarai oleh Syahid Murtado itu ditampilkan secara apik selama tiga puluh menit.
“Inti penting dari penampilan ini adalah penyakit, perampasan tanah dan feodalisme. Penampilan teater ini sentilan untuk pemerintah atas berbagai persoalan kesenjangan sosial,” ujar Syahid Murtado
Murtado yang biasa disapa Tayo, menuturkan bahwa naskah lorong tersebut merupakan peristiwa nyata yang dialami oleh masyarakat pinggiran di Kota Yogyakarta “Itu tuh tragedi asli di tahun 2004 pada masa pemerintahan SBY,” tuturnya
Selain itu, menurut Rohman Ilhami Fahman, ketua Gesbica, pengambilan tema lorong sangat relevan dengan kondisi sekarang. Dengan banyaknya orang-orang miskin yang tertindas harus menjadi perhatian khusus semua orang. Karena menurutnya sekuat-kuatnya orang miskin melawan pasti akan kalah. “Dia (Orang miskin) melawan maka dia ditindas, mungkin begitu berbicara tentang lorong,” katanya
“Tak ada harapan, tak ada kepastian, kami yang kalah, kami yang tersingkir, kami yang selalu terpinggir,” – ‘Lorong’
[Zar/Dani]