BerandaSuara MahasiswaopiniGanja yang Kita Rasakan di Sini

Ganja yang Kita Rasakan di Sini

Kau tahu perdebatan suatu persoalan memang memakan banyak waktu dan tenaga. Banyak soal yang menjadi sebuah perdebatan dalam jagat alam semesta ini. Tapi, sebuah tanaman bin ajaib (ganja) menuai polemik panjang tidak berkesudahan.

Problematik ganja terbagi ke dalam dua sisi. sisi kebermanfaatan besar yang bisa diperoleh oleh bangsa Indonesia jika sekiranya ganja bisa dilegalkan untuk kepentingan medis.

Organisasi yang paling senter untuk melegalkan ganja untuk keperluan medis ialah (Lingkar Ganja Nusantara)-selanjutnya disebut LGN. LGN diprakarsai oleh Dhira Narayana. Gerakan yang embrionya hanya sekedar untuk perkumpulan sharing melingkar tidak disangka bisa untuk berkembang menjadi gerakan besar dan mempunyai beberapa cabang yang ada di Indonesia.

Proses mengedukasi dan advokasi yang dilakukan LGN memang melawan arus bak yang ada. mereka ingin menghancurkan stigma bahwa ganja hanya tanaman yang dapat menghancurkan kehidupan seseorang ternyata terlihat bahwa stigma tersebut tidaklah sepenuhnya benar.

Seseorang dapat hancur kehidupannya jika kebermanfaatan ganja hanya dijadikan sebagai pemenuhan nafsu sesaat. Jika dilihat secara umum ganja itu besar kebermanfaatannya untuk kehidupan manusia. Salah satunya dalam bidang medis, yaitu untuk kemoterapi bagi penderita kanker.

LGN sendiri sudah terbentuk sejak 2011 lalu dengan gerakan awal yaitu long march 7 Mei 2011 puluhan orang beramai-ramai membentangkan spanduk. (“Legalisasi Ganja For Medis)Tempat LGN berdiskusi dan melakukan advokasi ada di situ gunting, Cirendeu, Ciputat Tangerang Selatan. Tidak jauh dari kampus dua UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Tempatnya bisa di namakan sebagai rumah hijau LGN. Terbentang identitas LGN di depan rumahnya.

Ganja termasuk pada narkotika golongan I. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Jelas gerakan LGN untuk melegalkan ganja terbentur dengan regulasi yang tercantum dalam UU No. 35 2009 tentang Narkotika. Apalagi lebih gamblang dalam pasal 8 ayat 1 berbunyi : “Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan”.

Jelas terbentur dengan ketentuan yang berlaku bukan menyurutkan semangat LGN untuk terus berusaha memperjuangan legalisasi ganja untuk medis. Apa yang ada didalam ganja
Ganja diidentifikasi memiliki 483 konsituen kimia yang berbeda. sebanyak 66 diantaranya disebut cannabinoid, komponen ganja yang memiliki kualitas penting yang digunakan sebagai obat.

selain cannabinoid, terdapat pula THC (Delta-9 tetrahcydrocannabinol) sebagai senyawa wpaling aktif dalam psikologis ganja. zat ini memiliki efek analgesik atau penghilang rasa sakit, sifat-anti-spasmodik atau bisa menghilangkan kejang-kejang, anti getaran, anti-infalamsi lalu bisa mencegah pembengkakan.

THC sendiri sudah diketahui untuk mengurangi pertumbuhan tumor dan mengurangi perkembangan aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah disebabkan oleh kelebihan lemak di dinding arteri) pada tikus.

Pada 30 Desember, tim peneliti dari Italia mengumumkan telah menemukan dua cannabinoid atau kandungan aktif dalam ganja baru seperti THC dan CBD. Yang pertama adalah tetrahydrocannabiphorol (THCP). Ilmuwan menduga cannabinoid ini 30 kali lebih kuat daripada THC. Akan tetapi, belum jelas apa maksud dari 30 kali lebih kuat tersebut. Ketika diuji pada tikus, THCP terbukti lebih aktif daripada THC pada dosis lebih rendah. Selain THCP, mereka juga menemukan cannabidiphorol (CBDP) yang masih satu kelompok dengan aditif populer CBD.

Diterbitkan dalam Scientific Reports, penemuan THCP bisa menjelaskan beberapa variabilitas yang membuat seseorang high—mengapa campuran ganja dapat membangkitkan perasaan berbeda. Selain itu, juga menjelaskan beberapa aspek pengobatan THC, yang dapat menyembuhkan mual dan mengembalikan nafsu makan pada penderita kanker dan HIV.

Zat lain yang terkandung dalam ganja adalah (E)-BCP (Beta-caryophyllene). Zat ini diyakini dapat digunakan sebagai pengobatan yang efektif untuk nyeri, arthritis (perdagangan sendi), sirosis (perdagangan dan fungsi buruk pada hati), mual, osteoarthritis (penyakit sendi), aterosklerosis (kondisi di mana dinding arteri menebal sebagai akibat dari kelebihan lemak seperti kolesterol), dan penyakit lainnya.

Zat lainnya adalah Cannabichromene (CBC) yang dapat membantu menciptakan sifat penyembuhan pada ganja dengan mendorong efek dari THC. lalu ada Cannabidol (CBD) sebagai komponen non-psikoaktif ganja, kehadiran CBD dalam ganja dapat menekan efek euforia dari THC.

Ambivalen Kepentingan dan Hukum Ganja Indonesia diklaim Kemenkes, BNN, dan Polri memiliki kandungan tetrahidrokanabinol (THC) tinnggi (18 persen) dan cannabidiol (CBD) rendah (1 persen).
kandungan THC inilah yang dianggap sangat berbahaya karena bersifat psikoatif-memengaruhi pikiran dan prilaku seseorang. padahal kalau pemerintah niat melakukan riset ganja medis, kandungan dan dosis zat penyusunya bisa disesuaikan.

Suatu ketika ada kabar gembira bahwa ganja termasuk kedalam kategori tanaman obat liat keputusan menteri pertanian (Kepmentan) Nomor 104 Tahun 2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian. Sebabnya, di dalam Kepmentan tersebut mencantumkan ganja (cannabis sativa) sebagai komoditas tanaman obat binaan, Artinya yang menanam ganja tidak akan di ciduk oleh badan narkotika nasional dan polisi.

Masyarakat Indonesia menyambut dengan riang gembira terlihat dalam jagat Twitter ucapan selamat kepada Dhira dan kawan LGN tumpah ruah. Kepmentan yang ditandangani 3 Februari 2020 dicabut kembali pada 29 Agustus 2020.

Belum tuntas kegembiraan kawan LGN Menteri pertanian Syahrul Yasin mencabut (Kepmentan) 104 setelah ramai ditangapi oleh masyarakat.
Dhira berharap Syahrul Yasin menerbitkan kembali Kepmentan 104 memasukan kembali ganja kedalam tanaman obat binaan.

Kasus Fadelis Arie dan Reynhart Rossy Siahaan
Tahun 2017 Fadelis Arie ditangkap satuan BNN, dan Polri Kabupaten Sanggau dengan barang bukti menanam ganja. Fadelis menanam ganja terpaksa karena untuk dipakai pengobatan istrinya Yeni Rahmawati yang menderita tulang sumsum belakang “sryingomyelia” penyakit langka.
Setelah Fadelis ditangkap, istrinya tidak mendapatkan lagi terapi ganja dan pada akhirnya meninggal.

Fadelis divonis bersalah oleh Hakim dengan hukuman 8 bulan penjara disertai denda 1 miliar. LGN Menyoroti ini menjadi polemic kepada public bahwa apa yang dilakukan Fadelis adalah untuk sisi kemanusiaan menyelamatkan nyawa seseorang.
Bulan November 2017 Fadelis bebas dari penjara.
Tahun 2019 kasus yang hamper sama terulang kembali Reynhart diciduk dengan kepemilikan paket ganja seberat 428,26 gram di sebuah kamar indekos di Kelurahan War Kelambu Kecamatan Komodo.
Reynhart diketahui kerap sakit sejak 2015 pada saat bekerja di Jakarta, berdasarkan hasil CT Scan dari RS Omni, diketahui itu akibat kelainan pada saraf dan diduga terkait pekerjaanya sebagai porter.
Tahun 2018 penyakit yang diderita oleh Reynhart kambuh kembali. Di atas keputus asa dia menemukan artikel ‘kebermanfaatan ganja’. Setelah beberapa kali meminum air rebusan ganja rasa sakitnya berkurang. Karenanya, ia menjadi rutin meminumnya.

Kini Reynhart tinggal menunggu keputusan Hakim.
Catatan kasus mulai dari Fadelis dan Reynhart menjadi alasan kuat untuk bisa melegalisasikan ganja sebagai obat. Dan pemerintah Indonesia bisa mengatur regulasi yang tepat untuk aturan penggunaan ganja. meyakinkan public bahwa ganja untuk medis adalah penting untuk bangsa. Jika tidak ada perubahan regulasi maka tinggal menunggu kasus yang serupa terulang kembali.

 

Penulis: Ahmad Khudori – Mahasiswa Aqidah Filsafat Islam UIN SMH Banten

- Advertisment -

BACA JUGA