Meregang Nalar Demi Sepucuk Jabatan

0
154 views

Oleh: Muhammad Hujjatul Islam Mahasiswa Fakultas Syariah

Hari ini, perlu kiranya dijadikan sebuah stimulus bagi kita semua. Bagi kita yang diseru sebagai agent of change dan social control. Namun, nyatanya ruh-ruh tersebut hilang dengan adanya Logical Fallacy.

Bagaimana mungkin terjadi kecacatan dalam berpikir? Apakah demokrasi dianggap sebagai perlombaan di sekolah dasar, apabila tidak ada pesaing, dianggap salah dan dihentikan? Mari sadari, demokrasi jauh lebih kompleks.

Demokrasi adalah pemerintah akal (government of reason) melalui pemerintah rakyat (government of people), yang seharusnya mencerminkan dinamika yang muncul dari akal itu sendiri dan itulah yang menjadi esensi demokrasi.

Jangan kita biarkan adanya kecacatan dalam pola demokrasi kita. Kampus adalah miniature of state, maka patutlah kita malu bilamana demokrasi yang ada di kampus lebih buruk dibandingkan dengan realitas di luar sana.

Perlu kita telaah dengan nalar, bahwa kehadiran calon tunggal pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten hari ini bukanlah hasil manipulasi sistem dan komponen-komponen penyelenggara yang disusupi. Ini adalah kesalahan murni dari para calon itu sendiri.

Dimana akalnya? Sudah jelas telat memberikan berkas. Sekarang kita tahu malah mendesak sana sini demi mendapatkan jabatan. Tercatat dalam timeline Pemilihan Umum UIN SMH Banten bahwa tanggal 4-10 Januari 2024 adalah waktunya menyerahkan berkas sampai 10 Januari 2024 pukul 18.00.

Kemudian Pada tanggal 11 Januari 2024 keluarlah Berita Acara tentang penetapan para calon. Namun, mereka mengelak dan tetap ingin menggugat dengan alasan penyelenggara berpihak dan tidak netral. Coba kita fikirkan sejenak, bagaimana pola fikirnya? Bagaimana proses ini bisa dianggap kecurangan?

Dengan adanya tekanan-tekanan tersebut malah mencederai demokrasi itu sendiri yang sedang berjalan. Mau tidak mau, KPU dan Bawaslu yang terdesak dan takut. Begitu juga Wakil Rektor 3 yang tidak memutuskan dengan bijaksana penuh dengan ketakutan ikut serta salah langkah dan mengamini kecacatan dalam berfikirnya.

Dimana ada? Setelah keluar sebuah putusan, mengapa dikeluarkan lagi putusan kedua dengan dalih tekanan sana-sini dari berbagai pihak? Coba kawan-kawan ingat adagium hukum ini Droil ne done, pluis que soit demaunde yang artinya “hukum memberi tidak lebih dari yang dibutuhkan”. Apa artinya hukum pada putusan tersebut bila muncul lagi putusan kedua?

Kemudian untuk refleksi akhir. Hari ini UIN SMH Banten perlu beradab. Perlu berilmu dan berintelektual dalam berdemokrasi. Jangan biarkan diri kita dimanipulasi dengan kecacatan berfikir.

Kami menyerukan untuk bergegas sadar dan merubah tatanan-tatanan buruk ini
Kami mengajak semua untuk bersatu, menyadari, dan merubah tatanan yang buruk ini.