Demo Boleh, Anarkis Jangan

0
135 views

Bisa duduk di bangku kuliah adalah anugerah dari Tuhan yang tidak boleh disia-siakan, menjadi mahasiswa merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi mereka yang menempati kedudukan itu. Mahasiswa berarti maha dari siswa, mereka yang termasuk dalam golongan orang yang berintelektual yang dianggap mampu mengkritisi berbagai hal termasuk kebijakan pemerintah, memiliki kekuatan bersikap dan berpihak.

Saat menjadi mahasiswa merupakan waktu yang tepat untuk melakukan berbagai hal tanpa rasa takut. Berbagai cara protes yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap hal-hal yang dianggap salah terhadap kebijakan pemerintah, dari mulai tulisan, kritikan di media sosial sampai akhirnya demonstrasi yang melibatkan banyak orang.

Perkembangan zaman dan teknologi mengubah cara mahasiswa berpendapat, sekarang mereka memilih untuk menyampaikan aspirasinya lewat media sosial. Media sosial menjadi salah satu ruang publik yang dimanfaatkan untuk berbicara segala hal termasuk protes pada pemerintah.

Kritik mahasiswa dengan memanfaatkan media sosial menjadi fenomena belakangan ini, misalnya saja sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) menyebut Jokowi _King of Lips Service_ melalui poster atau meme. BEM UI mengunggahnya di akun Instagram resmi mereka dan seketika itu menuai pro kontra.

Jokowi pun bereaksi menanggapi unggahan dari BEM UI dan menyatakan siap dikritik asal sopan dan santun. Kita bisa lihat betapa efektifnya kritik lewat media sosial namun tetap harus mengikuti peraturan yang bisa dilihat di UU No 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ketika lewat media sosial tidak digubris juga pada akhirnya mahasiswa akan demonstrasi.

Demonstrasi Mahasiswa memang sudah menjadi legenda negeri ini sejak runtuhnya pemerintahan Soeharto dan bangkitnya Reformasi 1998. Di Indonesia sendiri demo besar tidak hanya sekali tapi berkali-kali mulai dari Demo Tirtura 1996, Malari 1974 dan Reformasi 1998. Kenapa sih demo ini terus terjadi?. Karena masyarakat merasa bahwa ada sesuatu yang salah yang merugikan mereka bisa dari ranah sosial maupun sistem pemerintahan.

Berbagai aspirasi di dalam demonstrasi mereka sampaikan melalui unjuk rasa tersebut agar bisa didengarkan oleh pemerintah, namun beberapa demonstrasi berakhir ricuh, hal itu sangat disayangkan. Demonstrasi yang semestinya dapat menjadi tempat menyalurkan aspirasi rakyat kepada pemerintah, justru menjadi tempat yang membahayakan.

Tuntutan-tuntutan yang ingin dipenuhi justru tidak tersampaikan. Hal ini tentu menjadi evaluasi bagi berbagai pihak. Tidak dapat dipungkiri, pasti ada pihak-pihak provokator yang bisa menimbulkan kericuhan. Inilah mengapa setiap demonstrasi perlu ada kajian teknis yang matang serta alur yang terencana.

Berdasarkan pasal 28E ayat 3 UUD 1945 yang jelas menyatakan bahwa ”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.” Selain itu UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, jadi sebenarnya demo sah-sah saja karena kita hidup di Negara Demokrasi, tapi demo juga memiliki aturan yang tertera di undang-undang, ada prosedur yang harus ditaati, yaitu: membuat surat pemberitahuan ke polisi (3 hari sebelum aksi), peserta aksi dilarang melakukan dan mempertunjukan segala hal yang mengandung permusuhan, kebencian terhadap golongan tertentu atau penghasutan untuk melakukan kekerasan.

Selain itu, demonstrasi juga hanya boleh dilakukan dari pukul 06.00 pagi sampai 06.00 sore, secara wilayah demonstrasi boleh dilakukan dimana saja kecuali pada jarak kurang dari 100 meter dari pagar luar istana kepresidenan serta kurang dari 150 meter dari pagar luar tempat ibadah, rumah sakit, pelabuhan, stasiun dan obyek vital lainnya.

Perlu diingat bahwa demonstrasi adalah bentuk penyampaian pendapat di muka umum dan jalan terakhir untuk menyampaikan aspirasi. Dari semua paparan di atas semoga dapat membukakan mata kita bahwa demonstrasi diperbolehkan karena bagian dari hak warga negara asalkan tidak banyak merugikan orang lain. Demonstrasi terutama yang dilakukan mahasiswa tidak selalu mengerikan dan bukanlah aksi tanpa alasan. Justru mereka merupakan wakil rakyat yang berhak untuk mengkritisi kebijakan pemerintahnya.

Di masa depan juga Mahasiswa dapat menjadi masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Untuk itu, penting bagi kita untuk selalu terbuka pada kritik dan menerimanya dengan sikap yang bijak.

Penulis: Nazaira
Editor: Zahra