BerandaSuara MahasiswaopiniDPR: Pengkhianat Konstitusi atau Pelindung Demokrasi?

DPR: Pengkhianat Konstitusi atau Pelindung Demokrasi?

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia sekali lagi memperlihatkan wajah aslinya, sebuah lembaga yang lebih peduli pada nafsu kekuasaan daripada menjaga konstitusi yang menjadi dasar negara ini. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 60/PUU-XXII/2024, yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dalam Pilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, telah dijadikan DPR sebagai arena untuk mempertontonkan kesewenang-wenangan mereka.

Bukannya menghormati keputusan lembaga yudikatif yang seharusnya menjadi penjaga terakhir supremasi hukum, DPR malah dengan arogan menolak putusan tersebut dan dengan cepat merancang revisi undang-undang pilkada untuk mengakomodasi kepentingan sempit mereka.

Apa yang kita lihat di sini adalah DPR yang tidak segan-segan merongrong konstitusi demi mempertahankan cengkeraman mereka pada kekuasaan. Lembaga ini telah menunjukkan bahwa mereka lebih peduli pada kelangsungan dominasi politik mereka daripada memastikan hukum yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hal Ini bukan hanya soal perselisihan antara dua lembaga negara, ini adalah serangan langsung terhadap demokrasi kita. Ketika lembaga legislatif merasa bisa menentang keputusan pengadilan tertinggi di negara ini, maka yang sedang terjadi adalah pengkhianatan terhadap konstitusi yang mereka sumpah untuk lindungi.

DPR perlu diingatkan dengan keras bahwa mereka tidak berada di atas hukum. Kita tidak bisa membiarkan lembaga ini terus menerus mengabaikan konstitusi dan mengubah aturan sesuai keinginan mereka. Saat ini, sudah saatnya kita menggugat DPR secara terbuka dan memaksa mereka untuk kembali tunduk pada supremasi hukum. Jika DPR terus menerus menolak keputusan MK dan berupaya merusak sistem hukum demi kepentingan mereka sendiri, maka apa arti demokrasi di negeri ini?

Supremasi hukum harus ditegakkan tanpa kompromi. DPR tidak bisa terus berlindung di balik tameng kekuasaan politik mereka untuk mengabaikan putusan MK yang jelas-jelas dibuat untuk menjaga keseimbangan dan keadilan dalam sistem pemerintahan kita. Setiap upaya untuk mengubah undang-undang yang telah diuji konstitusionalitasnya oleh MK harus dipandang sebagai ancaman serius terhadap demokrasi.

Selain itu, masyarakat sipil tidak boleh tinggal diam. Sudah saatnya kita semua berdiri dan menuntut akuntabilitas dari wakil-wakil kita di DPR. Media, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, dan seluruh elemen masyarakat harus bersatu untuk memastikan bahwa DPR tidak dapat lolos begitu saja dengan pelanggaran terhadap konstitusi ini. Kita harus terus mengawasi, mengkritisi, dan menuntut perubahan nyata.

Pendidikan hukum dan kesadaran politik juga harus ditingkatkan secara signifikan di seluruh lapisan masyarakat. Generasi muda, yang merupakan harapan masa depan bangsa, harus dibekali dengan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya konstitusi dan peran mereka dalam mempertahankan demokrasi.

Jika kita ingin melihat Indonesia tetap sebagai negara yang demokratis, kita harus memastikan bahwa setiap warga negara, terutama kaum muda, memahami bahwa konstitusi bukan sekadar dokumen, tetapi adalah jiwa dari kebebasan dan keadilan yang kita nikmati.

Indonesia berada di ambang krisis demokrasi. Jika kita tidak segera bertindak, kita akan menyaksikan runtuhnya sistem hukum kita yang selama ini menjadi penopang keadilan. DPR telah menunjukkan dengan jelas bahwa mereka siap mengabaikan konstitusi demi kepentingan mereka sendiri. Ini adalah panggilan darurat bagi semua pihak yang peduli pada masa depan demokrasi kita untuk bersuara lebih keras, lebih tegas, dan lebih lantang. Waktunya bertindak adalah sekarang, sebelum segalanya terlambat.

Penulis: Nabila
Editor: Nazna

- Advertisment -

BACA JUGA