Ini Budaya Kita: Merayakan Valentine dengan Berdebat

0
191 views

Penulis: Muhammad Ervin Nizar, Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam

Dari sekian banyak jumlah manusia apa masih ada yang nggak tahu kalau tanggal 14 Februari adalah hari valentine? Yaa.. barangkali ada, tapi jumlahnya tidak sebanyak orang yang tau bahwa tepat pada tanggal 14 Februari adalah hari valentine. Kita akan sulit menepis ketidaktahuan khalayak akan hari valentine, pasalnya di 14 Februari jadi momentum penting untuk promosi berbagai macam produk. Banyak orang akan berdandan serupa pada perayaan hari-hari penting, seabreg produk jual ikut-ikutan memanfaatkan tanggal penting ini, dari promo makanan, fashion, dan lain-lain agaknya nggak akan melewatkan moment yang penting bagi beberapa orang ini.

Apa sebetulnya makna Valentine? Jangan-jangan orang yang merayakan tidak benar-benar pernah tau apa sebenarnya valentine yang sangat digemari kebanyakan kaula muda orang kita.

Ada kisah dramatik-romantik dibalik valentine, saya tidak perlu menjabarkannya lebih jauh tentang itu. Barangkali di media-media online anda akan dengan mudah menemukan sejarah hari valentine dengan haya menuliskan kata kuncinya saja. Pasti akan banyak muncul tulisan-tulisan ikhwal valentine. Tapi yang jelas, valentine diperingati sebagai hari kasih sayang yang diawali dari pahlawan heroik yang rela mengorbankan dirinya demi banyak orang; banyak pasangan. Terlepas kisah ini nyata atau fiktif atau sengaja dibuat untuk bisnis belaka. Tidak ada yang tahu pasti tentang itu.

Terlepas dari itu, kita di Indonesia punya perayaan tersendiri dalam momentum 14 Februari. Bukan memberi sebatang cokelat berukuran 15 cm yang lumrah, bukan juga memberi setangkai bunga mawar atau bukan juga memberi serba-serbi bentukan hati berwarna pink yang jadi ciri khas valentine. Tapi kita punya cara tersendiri dalam merayakannya, yaitu berdebat.

Ada berbagai macam ungkapan kasih sayang di hari valentine, dari yang paling tersohor adalah memberi coklat kepada kekasih dan setangkai bunga mawar, dll. Merayakan valentine dengan berdebat memang tidak pernah selesai setiap kali tiba di 14 Februari. Pro-kontra akan perayaan hari valentine sampai hari ini masih menyisakan kesia-siaan, karena pasti dimulai dengan debat yang panjang menjerit-berapi api dan selesai dengan isi yang kosong-melongpong yang acap kali menyisakan kebencian dari dua kelompok yang bersebrangan paham.

Bangsa kita memang demen berdebat soal haram dan dan tidak haram, perlu atau tidak perlu dan embel-embel lebel agama lainnya. Bukan tidak baik, jika akhirnya hanya akan berujung pada kebencian, toh agama pun tidak mengajarkan demikian. Apalagi islam, rahmat bagi seluruh alam. Tapi, fenomena yang terjadi, kita nggak bisa mengelak 50%++ bangsa kita adalah orang yang suka (………) silahkan isi sendiri.

Dari tanggal tersebut, saya lebih sepakat bahwa keputusan merayakan valentine bukan jaminan bahwa sesorang itu lebih penyayang, lebih moderat, lebih ke Barat-barat-an, atau lebih baik dari mereka yang memilih untuk tidak merayakan valentine dengan berbagai alasan.

Merayakan valentin atau pun tidak merayakannya, bagi saya nggak jadi persoalan. Mari bersikap adil. Pada dasarnya kita harus mencintai seisi alam semesta, seperti apa yang termaktub dalam Dasa Darma Pramuka yang sampai hari ini paling saya ingat, adalah kalimat: “Cinta Alam dan Kasih Sayang Sesama Manusia”. Jika dimaknai, tinta seluas lautan nggak akam mampu mengejawantahkannya. Xixi