Menilik Sang Pelita Dari Pelosok Negeri

0
351 views

Dianturi adalah seorang founder “Sabtu Mengajar Pandeglang” dan Mahasiswa Akademi Metrologi dan Instrumentasi ( AKMET) dibawah naungan Kementrian Perdagangan RI. Pemuda ini berasal dari Pandeglang. Mengawali pendidikan pertamanya di SDN 3 Mandalawangi pada tahun 2012, melanjutkan ke SMPN 1 Mandalawangi pada tahun 2015, dan mengakhiri sekolah menengahnya di SMAN 1 Pandeglang pada tahun 2018.


Seorang pemuda yang mempunyai passion diri untuk mengembangkan negara di bidang pendidikan. Pada masa kecilnya ia mempunyai tekad dan semangat untuk mewujudkan mimpinya menjadi orang sukses dengan berjalan kaki menuju sekolah. Bahkan saat ia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), ketika ada angin ataupun hujan semua siswa harus keluar ruang kelas, lantaran kondisi ruangan kelas yang kurang baik. Tetapi itu tidak mematahkan semangatnya dalam belajar, kegigihan belajarnya semakin tinggi ketika akan memasuki Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada saat itu ayahnya melarang ia bersekolah di SMAN 1 Pandeglang, dikarenakan biayanya sangat mahal, juga jarak dari rumahnya sangat jauh. Berbeda dengan sang ibu yang malah mendukungnya untuk bersekolah disana tanpa perlu mengkhawatirkan biaya.

Dengan bermodal tekad dan semangat ingin belajar, ia bahkan rela berjalan kaki sepulang sekolah dari Mengger menuju Mandalawangi. Karena pada saat itu yang bersekolah di SMAN 1 Pandeglang hanya ia seorang. Seiring waktu berjalan, berbagai prestasi mampu ia raih, mulai dari peringkat pertama dikelas. Bahkan atas kemampuan public speakers nya ia diminta untuk mengikuti berbagai lomba oleh gurunya untuk mewakili dari tingkat Kabupaten dan tingkat Provinsi. Berbagai penghargaan pun mampu ia raih, diantaranya juara 3 lomba LCC 4 pilar tingkat Kabupaten tahun 2017, juara 1 lomba Pramuka Bhayangkara pada tahun 2016, juara 3 Essay Parlemen Remaja tingkat Provinsi tahun 2017, Juara 5 Olimpiade Astronomi Kabupaten pada tahun 2017, serta menjadi finalis LCC 4 pilar tingkat Provinsi pada tahun 2017. Karena banyaknya prestasi yang ia dapatkan, pihak sekolah memberikan apresiasi dengan menggratiskan biaya sekolah sampai ia lulus serta uang yang digunakan untuk pendaftaran sebesar 4 juta dikembalikan. Tak hanya itu ia pun mendapatkan uang dari sekolah setiap bulannya sebesar dua ratus ribu rupiah.


Kisah berlanjut saat ia menginjakan kaki di kelas 11. Letih yang ia rasakan selama satu tahun, akhirnya memiliki keberanian untuk meminta izin kepada orangtua agar diperbolehkan untuk ngekos. Karena terkendala faktor ekonomi orang tua pun tidak bisa mengizinkan permintaannya. Ia pun terus berpikir bagaimana caranya supaya ia mendapat tempat tinggal yang murah bahkan gratis yang dekat dengan sekolahnya.

Pada suatu masa ia menjadi bendahara rohis, ia meminta pembina rohis agar memberikan izin untuk tinggal di ruangan rohis dan menjadi marbot serta penanggung jawab kebersihan di mushola. Seiring waktu berjalan, saat ia berada di bangku kelas 12, ia memutuskan untuk pesantren di Pondok Pesantren Baitul Qur’an, sekaligus ia diangkat sebagai ketua di ponpes tersebut. Tak hanya itu, ia pun mendapatkan banyak prestasi, salah satu pencapaian terbesarnya yaitu mendapat penghargaan Delegasi Parlemen Remaja Asal Banten tingkat Nasional pada tahun 2017.

Pada tingkat akhir di kelas 12 ia mempunyai keinginan untuk melajutkan pendidikan ke Institut Teknologi Bandung (ITB), tetapi ia merasa kemampuan nya masih sangatlah kurang, akhirnya ia mendorong kembali semangatnya untuk lebih giat belajar dan belajar setiap harinya disertai dengan bimbel, setiap malam ia tahajud dan berdo’a pada Allah agar diterima di Universitas impiannya. Takdir berkata lain, ternyata Allah belum mengijinkan ia untuk belajar di Universitas impiannya. Akhirnya ia memutuskan untuk mendaftar ke Universitas manapun asalkan diterima, ia mendaftar hampir ke 17 universitas lewat berbagai jalur, namun tetap saja ia belum berhasil.

Ditengah kegelisahan yang ia rasakan, saat itu ia memutuskan untuk kembali ke pondok, dan meminta izin kepada sang ustadz. tetapi ia tidak mengizinkannya karena itu tidak akan baik untuk dirinya, karena ia menilai yang diinginkan muridnya itu hanyalah kuliah. Keesokan harinya pengumuman Akademi Metrologi dan Instrumentasi, rencana Allah sungguh diluar nalarnya, ia dinyatakan lolos bahkan mendapatkan beasiswa FULL hingga akhir. Hal yang lebih membuatnya senang ialah Akademi Metrologi dan Instrumentasi ini belajarnya di kampus impiannya, doa yang selama ini ia panjatkan Allah kabulkan dengan berbagai hadiah yang tak terduga.


Seiring waktu berjalan ia mengikuti berbagai organisasi di kampusnya seperti pertama menjadi volunteer di Gerakan Raih Harapan ( GERAH ) yaitu mengajar di daerah tertinggal di kota Bandung, serta menjadi ketua Ikatan Mahasiswa Islam (IKMI) pada tahun 2019. Serta mendapat juara 3 Film Pendek tingkat Nasional pada tahun 2018, serta termasuk 3 Besar Indek Prestasi Komulatif (IPK) di kampus AKMET pada tahun 2019.,

Tidak hanya itu, karena kecintaannya terhadap pendidikan dan semangatnya dalam belajar, ia pun mendirikan tempat belajar gratis untuk anak-anak pelosok di daerah Pandeglang. Tujuannya agar anak-anak mempunyai motivasi pendidikan yang tinggi sehingga bisa menjadi insan yang hebat dimasa depan, dibawah naungan “Sabtu Mengajar Pandeglang“.

Didirikan pada bulan Juli 2019. Sabtu Mengajar Pandeglang merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang fokus kepada pendidikan anak-anak di daerah pelosok. Dengan adanya Sabtu Mengajar ini ia berambisi untuk membantu anak – anak di Kabupaten Pandeglang agar bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Saat ini Sabtu Mengajar pandeglang baru memilki satu kampung binaan yang berlokasi di Kp. Sukanagri Ds/Kec. Mandalawangi Kab. Pandeglang – Banten. Dengan jumlah siswa sebanyak 81 orang. Dan target selanjutnya ia akan membuka kampung binaan lain minimal satu kampung binaan di setiap kecamatan yang ada seluruh Kabupaten Pandeglang.


“Sabtu Mengajar Pandeglang hadir karena keresahan saya dalam melihat situasi pendidikan di Pandeglang yang begitu minim, bahkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pandeglang rata – rata lama belajar orang Pandeglang adalah enam tahun yaitu sama dengan lulus Sekolah Dasar (SD).” Ujarnya.


Begitu banyak hambatan yang ia lalui ketika mendirikan Sabtu Mengajar, mulai dari anak-anak yang tidak mau jika belajar tanpa adanya hadiah. Akhirnya ia berinisiatif setiap kali mengajar ia memberikan hadiah yang ia sisihkan dari beasiswanya. Faktor lain ialah dari orang tua yang tidak suka jika anak-anaknya diberi pembelajaran, dan kadang-kadang dari anak-anaknya yang suka malas belajar, selain itu, jarak yang jauh dari kota yang menyulitkan volunteer yang ingin berpartisipasi di Sabtu Mengajar Pandeglang.

Setelah kurang lebih 1 tahun 5 bulan Sabtu Mengajar Pandeglang berdiri, lambat laun dikenal oleh banyak orang dan semakin banyak donatur yang berpartisipasi. sehingga Sabtu Mengajar bisa berjalan sendiri tanpa bantuan biaya dari dirinya.

Keterbatasan ekonomi bukanlah penghalang bagi seseorang untuk mencapai dan mewujudkan mimpinya, tetapi kunci dari kesuksesan itu sendiri ialah niat yang sunguh-sungguh. Mimpi itu harus diperjuangkan, mimpi itu punya hak untuk diperjuangkan dan kita mempunyai kewajiban untuk memperjuangkannya. [Mg.Sela/Nada/SiGMA]