Beranda blog Halaman 7

Keutamaan Nuzulul Quran: Malam Penuh Berkah yang Lebih Baik dari Seribu Bulan

0

Malam Nuzulul Quran adalah malam istimewa saat Al-Qur’an pertama kali diturunkan. Ketahui keutamaannya dan amalan yang dianjurkan agar mendapatkan berkah lebih baik dari seribu bulan.

Apa Itu Nuzulul Quran?
Nuzulul Quran adalah peristiwa turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. Kejadian ini terjadi pada malam Lailatul Qadar di bulan Ramadhan, sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Qadr ayat 3:
“Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan”

Berarti, bahwa setiap ibadah yang dilakukan pada malam Nuzulul Quran memiliki pahala yang berlipat ganda, bahkan lebih baik daripada ibadah yang dilakukan selama seribu bulan.

Keutamaan Malam Nuzulul Quran

1. Malam Penuh Keberkahan
Allah SWT menyebut malam ini sebagai malam yang diberkahi dalam Surat Ad-Dukhan ayat 3: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi, dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.”

2. Turunnya Petunjuk Hidup
Al-Qur’an diturunkan sebagai pedoman bagi umat manusia, sebagaimana dalam Surat Al-Baqarah ayat 185:
“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia serta penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).”

3. Malaikat Turun ke Bumi
Pada malam ini, malaikat turun membawa keberkahan dan ketentuan Allah, sebagaimana dalam Surat Al-Qadr ayat 4:
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.”

Amalan yang Dianjurkan pada Malam Nuzulul Quran

Agar mendapatkan keberkahan malam yang lebih baik dari seribu bulan, umat Islam dianjurkan untuk melakukan amalan berikut:

1. Membaca dan Mentadaburi Al-Qur’an

Pada malam ini, Rasulullah SAW sering membaca Surat Al-Baqarah, Surat An-Nisa, dan Surat Ali Imran, karena mengandung banyak hikmah dan petunjuk hidup.

2. Mengerjakan Salat Malam

Qiyamul lail atau salat tahajud menjadi salah satu amalan utama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

3. Memperbanyak Doa dan Dzikir

Malam ini adalah waktu mustajab untuk berdoa, memohon ampunan, serta meminta keberkahan dari Allah SWT.

4. Bersedekah dan Berbuat Kebaikan

Sedekah di bulan Ramadhan, terutama pada malam Nuzulul Quran, memiliki keutamaan luar biasa dalam meraih pahala yang berlipat ganda.

Malam Nuzulul Quran adalah malam penuh berkah yang lebih baik dari seribu bulan. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan ibadah, membaca serta mengamalkan Al-Qur’an, dan memperkuat keimanan. Dengan begitu, kita dapat meraih rahmat serta ampunan Allah SWT dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup yang hakiki.

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapatkan keberkahan dari malam yang mulia ini. Aamiin.

Penulis : Ayunda
Editor : Naila

Cahaya Ramadan di Pinggir Jalan

0

Bagian Dua: Derita di Balik Senyum

Aku mengunyah suapan terakhir nasi bungkus itu, dengan hati yang masih diliputi haru. Hangatnya makanan menyusup hingga ke jiwaku, seolah memberi pelipur dari dinginnya kehidupan yang menelanku tanpa belas kasihan. Lelaki tua itu menatapku dengan senyum lembut sebelum beranjak, kembali mendorong gerobaknya yang penuh dengan nasi bungkus untuk dibagikan kepada mereka yang bernasib serupa denganku.

Aku ingin berterima kasih lebih banyak, tetapi kata-kata tersangkut di tenggorokanku. Hatiku terasa hangat, tapi juga nyeri. Aku rindu sentuhan ibu. Aku rindu bagaimana ia dulu menyelipkan sepotong roti ke tanganku saat sahur, meskipun dirinya sendiri hanya minum air putih. Namun, kini semua hanyalah kenangan yang tak akan pernah kembali.

Malam semakin larut. Aku berjalan ke bawah jembatan layang, tempat biasa aku membaringkan tubuh. Angin malam menusuk kulitku, membuat tubuhku menggigil. Aku menarik lutut ke dada, mencoba menghangatkan diri. Di seberang jalan, seorang anak kecil yang lebih muda dariku duduk bersandar di dinding, memeluk perutnya yang lapar. Wajahnya tirus, matanya kosong, seakan dunia telah mengambil semua yang ia miliki.

Aku merogoh sisa nasi bungkusku. Separuh masih tersisa. Hatiku berdebar, tetapi sesuatu dalam diriku mendorongku untuk bangkit. Aku berjalan ke arahnya dan mengulurkan bungkus itu.

“Kamu lapar?” tanyaku.

Anak itu menatapku ragu, seakan takut ini hanya tipuan.

“Makanlah,” lanjutku. “Aku masih kenyang.”

Tanpa banyak bicara, ia menerima nasi itu dan langsung menyuapkannya ke mulut dengan lahap. Aku menelan ludah, menekan kembali rasa laparku sendiri. Setidaknya, aku masih lebih kuat darinya.

“Namaku Rama,” kataku setelah beberapa saat.

Anak itu mengangkat wajahnya yang kotor. “Aku Elang.” Katanya dengan banyak sisa nasi disekitar mulutnya, ia makan dengan tergesa. Wah berapa hari anak ini tidak makan, pikirku sebelum duduk disampingnya.

Kami duduk berdampingan, berbagi keheningan. Aku memandang ke langit, mencari bintang yang mungkin bisa memberiku harapan. Tapi yang kulihat hanyalah awan pekat yang menggantung di langit, seperti nasibku yang tak jelas.

Keesokan harinya, aku kembali ke perempatan, kembali menjadi patung hidup di tengah hiruk-pikuk kota. Keringat bercampur dengan cat silver di tubuhku, membuatnya lengket dan semakin gatal. Aku berdiri membisu, hanya bisa mengedip dan bernapas. Lampu merah menyala, dan aku mulai bergerak pelan, meniru gerakan robot seperti yang biasa kulakukan.

Beberapa orang melemparkan receh ke kalengku, sebagian hanya melirik tanpa minat. Tiba-tiba, seorang pria berjas rapi mendekat. Aku menunduk, berharap ia akan memberiku uang. Tapi yang terjadi justru sebaliknya.

“Cepat pergi dari sini! Kalian mengganggu ketertiban!” bentaknya.

Aku tersentak.

“Tapi, Pak… saya hanya—”

Pria itu tak memberi kesempatan. Dengan satu tendangan, ia menjatuhkan kalengku, membuat koin-koin receh berhamburan di trotoar.

“Pergi!”

Hatiku terluka. Aku bergegas memunguti uang recehku, tetapi orang-orang hanya berjalan melewatiku, menginjaknya tanpa peduli. Tanganku gemetar. Aku ingin menangis, tapi air mataku terlalu mahal untuk dibuang sia-sia.

Aku berlari dari sana, meninggalkan kaleng yang masih terguling. Aku tidak ingin menarik perhatian lebih banyak lagi.

Elang menungguku di bawah jembatan, wajahnya kusut. “Kenapa?” tanyanya saat melihat wajahku yang memerah menahan marah dan sedih.

Aku tidak menjawab. Aku hanya duduk dan menatap kosong ke jalanan.

“Rama,” suara Elang bergetar, “aku ingin pulang.”

Aku menoleh. “Kamu punya rumah?”

Elang mengangguk. “Dulu. Tapi ibu sudah tiada, ayah pergi entah ke mana. Aku takut sendiri.”

Aku menelan ludah. Aku ingin berkata bahwa aku juga takut. Aku ingin mengatakan bahwa aku juga rindu rumah, rindu seseorang yang memelukku dan berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi aku tahu, dunia kami tidak memberi tempat untuk kelemahan.

Elang menunduk, menggenggam bajunya yang lusuh. “Kalau aku mati, apakah aku akan bertemu ibu lagi?” tanyanya pelan.

Dadaku terasa sesak. “Jangan bilang begitu, Elang…”

Ia tidak menjawab. Hanya diam, menatap malam yang semakin pekat.

Di kejauhan, suara azan maghrib menggema. Aku memejamkan mata, mengingat satu nasihat yang pernah kudengar dari ibu semasa beliau masih hidup. Ibu pernah berkata, “Siapa yang menghilangkan satu kesusahan dari seorang di dunia, Insyaallah, Allah akan balas dengan kebaikkan dan meringankan bebannya, kamu harus menjadi seperti itu yah, Rama. selalu berbuat baik dengan sesama.” Ucap Ibu kala itu dengan mengutip hadis Riwayat Muslim yang beliau dengar dari sebuah acara pengajian.

Aku ingin meyakini bahwa hari esok akan lebih baik. Aku ingin percaya bahwa Allah tidak akan meninggalkan kami. Namun, malam ini, di bawah jembatan yang dingin, aku merasa, keyakinan itu terasa begitu jauh.

Bersambung……

Penulis: Frida
Editor: Enjat

Qunutan: Tradisi Unik Masyarakat Banten Pada Malam 15 Ramadhan

0

Bulan Ramadhan bukan hanya menjadi momen ibadah dan pengendalian diri, tetapi juga kaya akan tradisi yang diwariskan turun-temurun di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu tradisi yang masih terjaga hingga kini adalah Qunutan atau dikenal juga dengan sebutan Ngupat. Biasanya, tradisi ini digelar pada malam ke-15 Ramadhan sebagai ungkapan rasa syukur serta guna mempererat kebersamaan antarwarga.

Qunutan atau Ngupat adalah tradisi yang dilaksanakan pada pertengahan bulan Ramadhan, tepatnya pada malam ke-15. Dalam tradisi ini, masyarakat biasanya membuat ketupat untuk dibawa ke masjid menjelang waktu magrib. Tradisi yang dilakukan masyarakat Banten ini, sudah ada sejak masa Kesultanan Banten dan masih terus dilestarikan hingga Ramadhan 2025.

Tradisi ini, melambangkan rasa syukur umat Islam atas pencapaian menjalani puasa Ramadhan selama setengah bulan. Dalam jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia Sejahtera, yang ditulis oleh Muchlas Hakho Bahri, terdapat beberapa fakta unik tentang tradisi Qunutan masyarakat Banten:

1. Sebagai Wujud Rasa Syukur kepada Allah SWT

Masyarakat Banten melaksanakan tradisi Qunutan, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas kesempatan yang diberikan untuk menjalankan ibadah puasa hingga pertengahan bulan. Rasa syukur ini diwujudkan melalui doa bersama dan pembagian makanan kepada sesama.

2. Momen untuk Bersedekah

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah di mana pahala dilipatgandakan. Oleh karena itu, momen menjelang pertengahan Ramadhan sering dimanfaatkan untuk bersedekah, terutama kepada mereka yang membutuhkan.

3. Menyambut Malam Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadar

Dilansir dari Banten Raya, Tradisi Qunutan juga dikaitkan dengan peringatan malam Nuzulul Qur’an yang jatuh pada malam ke-17 Ramadhan. Pada malam tersebut, umat Islam memperingati turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. Selain itu, bulan Ramadhan juga dikenal dengan malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Oleh karena itu, masyarakat Banten mengadakan doa bersama atau ngariung di masjid sambil membawa ketupat sebagai simbol kebersamaan.

4. Menggambarkan Perjuangan dan Kebersamaan

Membuat ketupat bukan perkara mudah. Bungkus ketupat yang terbuat dari janur kuning harus dianyam dengan keterampilan khusus. Selain itu, janur harus dipetik dari pohon kelapa yang tinggi, lalu ketupat direbus selama 5 hingga 8 jam sampai matang sempurna. Proses ini mencerminkan perjuangan dan kerja keras yang akhirnya menghasilkan sesuatu yang nikmat.

5. Tersedia Beragam Jenis Makanan

Tradisi Qunutan selalu identik dengan berbagai makanan khas. Salah satu yang paling populer adalah ketupat, yang di Banten lebih dikenal dengan sebutan “kupat”. Kupat menjadi simbol utama dalam perayaan ini dan selalu hadir dalam berbagai hidangan yang disajikan.

Tradisi Qunutan bukan sekadar rutinitas tahunan, tapi juga menjadi momen yang penuh makna bagi masyarakat Banten. Lebih dari sekadar membuat ketupat, tradisi ini mengajarkan tentang rasa syukur, kebersamaan, serta pentingnya berbagi dengan sesama.

Penulis : Davina
Editor : Lydia

Takjil di Ujung Senja

0

Di jalanan yang padat dan riuh,
Waktu melaju, adzan hampir tiba.
Langit senja berkilau jingga,
Menyaksikan manusia berlomba bukan untuk menang, bukan untuk berkuasa,
Tapi untuk memberi, dan berbagi.

Ramadan bukan sekadar lapar dan dahaga,
Tapi tentang menahan, tentang berbagi rasa.
Lihatlah di sudut jalanan kecil itu,
Seorang dermawan menyisihkan rezeki untuk yang butuh.

Di trotoar yang sempit, tangan-tangan menadah, senyum tulus di wajah-wajah lelah.
Bukan hanya perut yang butuh terisi,
Tapi hati yang haus kasih dan kepedulian.
Sebungkus kolak, sekotak nasi,
segelas teh hangat yang penuh arti.

Di antara mereka ada yang tak terlihat,
Seorang ibu dengan anak di pangkuan,
Seorang paru baya dengan tatapan kosong,
Seorang pejuang yang tak bersuara.
Mereka tak berebut, tak meminta,
hanya berharap dalam diam.

Lalu adzan berkumandang,
Semua berlalu dalam keheningan.
Seteguk air, sesuap manis,
dan hati yang tiba-tiba penuh.
Bukan karena kenyang,
Tapi karena menang.

Penulis: Ayunda
Editor: Lydia

RUU TNI: Wacana Kembalinya Orba?

0

Rencana revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) bukan sekadar perubahan administratif, melainkan alarm keras bagi demokrasi di Indonesia. Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengusulkan untuk menambah jumlah kementerian dan lembaga yang bisa ditempati prajurit TNI aktif dari 10 menjadi 15. Ini bukan sekadar angka ini adalah perluasan kekuasaan militer yang semakin agresif menancapkan pengaruhnya di ranah sipil.

Kita tidak sedang berbicara tentang sekadar penyesuaian aturan, tetapi tentang kemunduran demokrasi yang mengingatkan kita pada era Orde Baru. Dengan bertambahnya pos baru seperti BNPB, BNPT, Keamanan Laut, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, semakin jelas bahwa TNI tidak puas hanya berada dalam ranah pertahanan. Mereka ingin kembali mengendalikan pemerintahan sipil, sesuatu yang dulu menjadi ciri khas rezim otoriter Soeharto.

Sejarah Kelam Keterlibatan Militer di Pemerintahan

Mari kita mundur ke masa lalu. Pada era Orde Baru, konsep Dwifungsi ABRI menjadi tameng utama militer untuk masuk ke dalam pemerintahan sipil. Militer bukan hanya bertugas menjaga keamanan negara, tetapi juga diberikan peran aktif dalam politik, ekonomi, dan pemerintahan daerah.

Hasilnya? Militer menjadi alat utama penindasan terhadap rakyat. Dengan dalih stabilitas nasional, mereka mengontrol pemilihan umum, menekan kebebasan sipil, dan membungkam kritik terhadap pemerintah. Contohnya, pada Pemilu 1971, Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) dikerahkan untuk memastikan kemenangan Golkar. Mereka menyaring dan mendiskualifikasi sekitar 20% calon legislatif dengan alasan politik, memastikan hanya orang-orang yang “sejalan” dengan pemerintah yang bisa ikut serta dalam pemilu.

Tak hanya itu, militer juga mendominasi pemerintahan daerah. Pada 1969, sekitar 70% gubernur provinsi dan lebih dari setengah bupati berasal dari kalangan perwira militer aktif (Sumber). Dengan kata lain, sipil hanya menjadi pelengkap dalam sistem pemerintahan yang didominasi oleh militer.

Mengapa Revisi UU TNI Berbahaya?
Dengan semua fakta sejarah ini, bagaimana mungkin kita bisa percaya bahwa revisi UU TNI ini tidak memiliki agenda tersembunyi? Penempatan TNI aktif dalam jabatan sipil bukan hanya sekadar “efisiensi birokrasi” seperti yang mereka gembar-gemborkan, melainkan strategi untuk mengembalikan dominasi militer dalam pemerintahan.

Coba pikirkan, mengapa Kejaksaan Agung tiba-tiba menjadi salah satu lembaga yang bisa ditempati oleh TNI aktif? Bukankah ini membahayakan independensi hukum? Apa jadinya jika aparat penegak hukum memiliki loyalitas ganda kepada negara atau kepada militer? Ini adalah potensi ancaman besar bagi keadilan hukum di Indonesia.

Kemudian, penempatan TNI di BNPB dan BNPT, dua lembaga yang memiliki peran krusial dalam menangani bencana dan terorisme. Apa artinya ini? Militerisasi penanganan bencana dan keamanan dalam negeri. Jangan kaget jika ke depannya, setiap bencana akan dikelola dengan pendekatan militeristik alih-alih pendekatan sipil yang lebih humanis dan berbasis komunitas.

Belum lagi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Apa urusan TNI dalam kebijakan perikanan? Apakah ke depan kita akan melihat militer ikut campur dalam pengelolaan sumber daya laut, yang berpotensi membuka jalan bagi kepentingan bisnis dan oligarki di dalam tubuh TNI?

Jangan Biarkan Sejarah Berulang!

Revisi UU TNI ini bukan sekadar perubahan teknis. Ini adalah upaya sistematis untuk mengembalikan dominasi militer dalam pemerintahan. Sejarah telah membuktikan bahwa keterlibatan militer dalam pemerintahan sipil selalu berujung pada otoritarianisme, pengekangan kebebasan, dan penyalahgunaan kekuasaan.

Jika kita membiarkan ini terjadi, jangan heran jika dalam beberapa tahun ke depan, kita kembali melihat perwira-perwira TNI duduk di kursi eksekutif, legislatif, hingga yudikatif, mengulang skenario Orde Baru yang selama ini kita tolak.

Jangan biarkan sejarah berulang. Jangan biarkan demokrasi kembali dikendalikan oleh seragam loreng. RUU TNI harus ditolak.

Penulis: Najib

Dari Keterbatasan Menuju Harapan, Representasi Cerebral Palsy dalam Film “Big World”

0

Film Big World adalah sebuah drama inspiratif, yang mengisahkan perjalanan hidup seorang pemuda dengan cerebral palsy dalam menghadapi berbagai tantangan fisik dan  sosial. Kisah tersebut bukan hanya menggambarkan bagaimana seorang individu dengan kondisi ini menjalani kehidupan sehari-hari, tetapi jika melihatkan dampak psikologis dan sosial dari penyakit ini terhadap dirinya dan keluarganya.

Cerebral palsy (CP) adalah sekumpulan gangguan perkembangan motorik yang disebabkan oleh kerusakan pada otak yang belum matang, biasanya terjadi sebelum, selama, atau segera setelah kelahiran. Menurut penelitian dalam Journal of Pediatric Neurology, CP dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, diantaranya spastik, ataksik, dan diskinetik, dengn gejala yang meliputi kelemahan otot, gangguan keseimbangan, hingga kesulitan berbicara dan mengontrol gerakan tubuh.

Dalam film Big World, karakter utama yang menderita cerebral palsy dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Gerakan tubuhnya yang terbatas, sering kali membuatnya kesulitan berinteraksi secara sosial dan menggapai impiannya. Namun, melalui dukungan keluarga dan kegigihannya, ia berusaha membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukan halangan untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan.

Dukungan sosial memberi peranan penting bagi individu penderita cerebral palsy. Berdasarkan studi dalam Disability and Rehabilitation Journal, Individu dengan CP yang mendapat dukungan emosional dan sosial dari keluarga serta komunitas cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Film Big World menggambarkan bagaimana tokoh utama menerima dukungan penuh dari neneknya, yang menjadi motivasi terbesar baginya untuk terus berjuang.

Selain itu, penelitian dalam Journal of Developmental and Physical Disabilities menyebutkan bahwa, terapi fisik dan pelatihan keterampilan motorik sangat penting untuk meningkatkan kemandirian individu dengan CP. Tokoh dalam film ini menunjukkan perjuangan dalam meningkatkan keterampilan fisiknya agar bisa berkontribusi dalam masyarakat, yang mencerminkan pentingnya akses terhadap rehabilitasi medis dan pendidikan inklusif bagi penderita CP.

Film Big World berhasil menghadirkan representasi yang realistis mengenai kehidupan individu dengan Cerebral palsy. Dengan akting yang autentik dan penggambaran yang menyentuh, film ini membuka wawasan masyarakat tentang tantangan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas. Dalam kajian psikologis disabilitas, representasi yang tepat dalam media membantu meningkatkan kesadaran dan empati publik terhadap kondisi ini.

Penelitian dalam Journal of Media Psychology menunjukan bahwa film dan media mempunyai peran signifikan dalam membentuk persepsi masyarakat tentang disabilitas. Dengan menampilkan karakter utama yang kuat dan inspiratif, Big World mengajak penonton untuk melihat potensi dan perjuangan individu dengan cerebral palsy, bukan hanya keterbatasannya.

Film Big World tidak hanya menyentuh sisi emosional penonton, tetapi juga memberikan pemahaman mendalam tentang cerebral palsy. Melalui kajian akademik, dapat disimpulkan bahwa kondisi ini membutuhkan perhatian khusus dalam aspek medis, sosial, dan psikologis. Dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta akses terhadap rehabilitasi yang tepat, dapat membantu individu dengan cerebral palsy mencapai kemandirian serta kualitas hidup yang jauh lebih baik. Dengan demikian, film ini menjadi pengingat bahwa setiap individu, tidak terlepas dari keterbatasannya, memiliki hak untuk bermimpi dan berjuang meraih kehidupan yang jauh lebih baik.

Penulis: Paiz
Editor: Lydia

Mengenal 16 Tipe Kepribadian MBTI di Kampus: Kamu yang Mana?

0

Pernah merasa lebih nyaman bekerja sendiri dibandingkan dalam kelompok? Atau justru kamu tipe yang selalu jadi pusat perhatian di kelas? Ternyata, cara kita belajar, bersosialisasi dan mengambil keputusan, banyak dipengaruhi oleh kepribadian kita. Salah satu tes yang paling populer dalam memahami kepribadian adalah Myers-Briggs Type Indicator (MBTI).

Mengutip jurnal Menara Ilmu yang berjudul, “Peran Tes Kepribadian MBTI dalam Proses Konseling: Meningkatkan Pemahaman dan Pengembangan Diri Individu” karya Zubaidah dkk., tes MBTI pertama kali dikembangkan pada 1940-an oleh psikolog Isabel Myers dan ibunya, Katherine Briggs. Tes ini didasarkan pada teori Carl Jung yang membagi manusia ke dalam kategori introvert dan ekstrovert, konsep yang masih relevan hingga saat ini.

Dengan MBTI, seseorang bisa mengetahui tipe kepribadiannya berdasarkan empat dimensi utama, seperti Extrovert (E) vs. Introvert (I), Sensing (S) vs. Intuition (N), Thinking (T) vs. Feeling (F), serta Judging (J) vs. Perceiving (P). Kombinasi dari keempat aspek ini menghasilkan 16 tipe kepribadian unik yang bisa mencerminkan bagaimana seseorang berpikir, bertindak, dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar, termasuk dalam kehidupan kampus!

Penasaran tipe kepribadianmu dan bagaimana perannya dalam dunia perkuliahan? Simak ulasannya berikut ini!

1. ISTP (Introvert, Sensing, Thinking, Perceiving) – Si Problem Solver

Tipe ISTP sering dijuluki sebagai “Si Mekanik” atau “Si Pengrajin” karena memiliki kemampuan memecahkan masalah serta beradaptasi dengan situasi penuh tantangan. Mereka berpikir realistis dan logis serta lebih suka bekerja secara mandiri.

Di kampus, mahasiswa ISTP biasanya jago dalam mata kuliah teknis dan praktikal. Mereka lebih suka mengutak-atik mesin di laboratorium teknik, sibuk dengan proyek kreatif, atau menjadi andalan teman-temannya dalam hal troubleshooting laptop dan gadget.

2. ISTJ (Introvert, Sensing, Thinking, Judging) – Si Perencana yang Terorganisir

Orang dengan tipe ISTJ dikenal sebagai sosok yang serius, bertanggung jawab, dan dapat diandalkan. Mereka menjalani hidup dengan keteraturan dan perencanaan yang matang.

Mahasiswa ISTJ biasanya datang paling awal ke kelas, selalu mencatat dengan rapi, dan tidak pernah melewatkan deadline tugas. Mereka juga membuat jadwal ujian jauh-jauh hari dan selalu membawa agenda untuk mencatat hal-hal penting.

3. ISFP (Introvert, Sensing, Feeling, Perceiving) – Si Seniman

ISFP memiliki kepedulian tinggi terhadap orang lain, bersemangat, serta kreatif. Mereka biasanya berbakat di bidang seni dan mengekspresikan diri melalui karya-karya yang mereka ciptakan.

Di kampus, ISFP sering kita temukan di sudut-sudut perpustakaan dengan headphone di telinga, sibuk menggambar atau menulis puisi. Mereka lebih suka mengekspresikan perasaan melalui seni daripada berbicara panjang lebar dalam diskusi kelas.

4. ISFJ (Introvert, Sensing, Feeling, Judging) – Si Pelindung

Tipe ISFJ dikenal penuh perhatian dan mampu memberikan ketenangan bagi orang di sekitarnya. Mereka cenderung peduli dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain.

Mahasiswa ISFJ sering menjadi sosok yang siap membantu teman-teman memahami materi kuliah.

5. INTP (Introvert, Intuitive, Thinking, Perceiving) – Si Pemikir

INTP memiliki wawasan luas dan kemampuan analitis yang tajam. Mereka tertarik pada pemecahan masalah dan selalu berusaha memahami sesuatu secara mendalam sebelum mengambil keputusan.

Di kampus, INTP sering dicap sebagai mahasiswa dengan teori-teori unik dan suka berdebat dengan dosen mengenai konsep baru yang tidak diajarkan di kelas.

6. INFJ (Introvert, Intuitive, Feeling, Judging) – Si Penasihat

INFJ merupakan tipe kepribadian langka yang suportif, empati tinggi, serta gemar membantu orang lain.

Sebagai mahasiswa yang reflektif dan visioner, INFJ sering menjadi tempat curhat teman-temannya. Mereka juga aktif dalam kegiatan advokasi atau kemanusiaan.

7. INTJ (Introvert, Intuitive, Thinking, Judging) – Si Ahli Strategi

INTJ adalah individu yang analitis, logis, dan kreatif. Dengan kemampuan berpikir strategis, mereka dapat merancang rencana matang dalam mencapai tujuan tertentu.

Mahasiswa INTJ tidak suka berbasa-basi dan lebih fokus pada rencana jangka panjang untuk meraih prestasi akademik.

8. INFP (Introvert, Intuitive, Feeling, Perceiving) – Si Mediator

INFP dikenal memiliki kepekaan dan empati tinggi, sering berperan sebagai penengah dalam suatu konflik.

Di kampus, mereka sering mengeksplorasi makna kehidupan dan memilih bidang studi yang memungkinkan mereka mengekspresikan idealisme.

Ekstrovert di Kampus: Pemimpin dan Penggerak

9. ESTP (Extrovert, Sensing, Thinking, Perceiving) – Si Pembujuk

ESTP adalah mahasiswa gaul yang jago public speaking. Mereka suka tantangan, aktif dalam organisasi, dan percaya diri saat berbicara di depan banyak orang.

10. ESTJ (Extrovert, Sensing, Thinking, Judging) – Si Pengarah yang Tegas

Mahasiswa ESTJ sering menjabat sebagai ketua organisasi kampus atau koordinator suatu acara. Mereka memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat dan berorientasi pada hasil.

11. ESFP (Extrovert, Sensing, Feeling, Perceiving) – Si Penghibur

ESFP adalah mahasiswa paling seru di kampus. Mereka sering menjadi MC di berbagai acara dan suka berbagi kebahagiaan dengan orang lain.

12. ESFJ (Extrovert, Sensing, Feeling, Judging) – Si Pengasuh

Mahasiswa ESFJ tidak tahan melihat temannya kesulitan. Mereka sering menjadi panitia kepedulian sosial di kampus dan gemar mengadakan acara yang menyatukan banyak orang.

13. ENFP (Extrovert, Intuitive, Feeling, Perceiving) – Si Motivator

ENFP selalu punya ide-ide inovatif dan penuh energi. Mereka aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan sering menjadi inisiator proyek kreatif.

14. ENFJ (Extrovert, Intuitive, Feeling, Judging) – Si Protagonis

Mahasiswa ENFJ mudah bergaul dan punya visi besar. Mereka sering menjadi mentor atau inspirator bagi teman-temannya dan mampu memotivasi orang lain.

15. ENTP (Extrovert, Intuitive, Thinking, Perceiving) – Si Pendebat

Mahasiswa ENTP suka berdebat dan mempertanyakan banyak hal, bukan untuk menang, tetapi karena mereka menikmati proses berpikir kritis.

16. ENTJ (Extrovert, Intuitive, Thinking, Judging) – Si Komandan

ENTJ adalah mahasiswa yang selalu punya target. Mereka tahu apa yang mereka inginkan dan akan melakukan segala cara untuk mencapainya.

Mengetahui tipe MBTI bukan hanya sekadar mengikuti tren, tetapi juga bisa membantu kamu memahami kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Dengan memahami karakteristik masing-masing tipe, kamu bisa lebih mudah menentukan gaya belajar yang efektif, memilih aktivitas yang sesuai, hingga merancang masa depan yang lebih terarah.

Jika belum tahu tipe MBTI-mu, coba lakukan tes dan lihat hasilnya! Siapa tahu, kamu bisa lebih memahami dirimu sendiri dan menemukan cara terbaik untuk berkembang selama di kampus. Jadi, kamu termasuk tipe yang mana?

Penulis : Frida
Editor : Naila

Fun Fact: War Takjil Gratis Sudah ada Sejak Zaman Nabi!

0

Setiap bulan Ramadan, ada satu fenomena unik yang selalu dinantikan banyak orang, yaitu “Berburu Takjil Gratis” kini yang biasa di sebut dengan istilah “War Takjil Gratis”. Fenomena ini terjadi menjelang berbuka puasa, saat orang-orang berburu takjil gratis yang dibagikan oleh berbagai komunitas, masjid, atau orang dermawan.

Ternyata, berburu takjil gratis bukan hal baru, lho! Tradisi ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad. Rasulullah sangat menganjurkan umatnya untuk berbagi makanan berbuka kepada sesama. Dalam hadis riwayat Tirmidzi, beliau bersabda:

“Barang siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikit pun.”

Menurut jurnal International Conference on Muslim Society and Thought yang ditulis oleh Vela Qotrun Nada, tradisi berbagi makanan berbuka sudah menjadi bagian dari budaya Islam sejak masa Nabi Muhammad. Pada waktu itu, makanan seperti kurma, roti, dan air sering dibagikan di masjid atau rumah-rumah para sahabat. Khalifah Utsman bin Affan bahkan membangun sumur dan menyediakan makanan bagi mereka yang kurang mampu.

Saat ini, fenomena “War Takjil Gratis” semakin berkembang dan menjadi bagian dari kebersamaan di bulan Ramadan. Orang-orang rela datang lebih awal dan memilih lokasi strategis agar tidak kehabisan takjil yang dibagikan secara gratis. Makanan yang tersedia pun beragam, mulai dari kurma, kolak, es buah, hingga nasi kotak.

Seiring berkembangnya media sosial, fenomena ini makin viral, terutama di TikTok. Banyak video yang mengabadikan momen-momen unik dan seru dari para pemburu takjil. Dalam jurnal Bisnis dan Komunikasi Digital oleh Siti Aminah, konten “War Takjil Ramadan” di TikTok membantu memperkuat rasa toleransi antarumat beragama.

Selain itu, jurnal Sosial Budaya Islam Kontemporer yang ditulis oleh Ridho Egi Adi Saputra, menyebutkan bahwa fenomena berburu takjil gratis juga mencerminkan solidaritas sosial dalam kehidupan masyarakat urban. Kegiatan ini mempererat hubungan antarwarga dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya berbagi di tengah perbedaan sosial ekonomi.

Di balik keseruannya, “War Takjil Gratis” mencerminkan nilai berbagi dan solidaritas. Ramadan bukan hanya soal menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang kebersamaan serta membantu sesama. Fenomena ini menjadi bukti bahwa kebaikan bisa datang dari mana saja dan untuk siapa saja.

Jadi, kalau Sigmania berkesempatan ikut “War Takjil Gratis”, jangan lupa menikmati keseruannya dengan tetap menjaga sikap dan berbagi dengan mereka yang lebih membutuhkan.

Penulis: Davina
Editor: Lydia

Rencana Pengeluaran Masyarakat Di Bulan Ramadhan

0

Berdasarkan survei Jakpat tahun 2025, mayoritas masyarakat merencanakan pengeluaran terbesar selama Ramadan untuk kebutuhan ibadah dan kebersamaan. Sebanyak 82% responden mengalokasikan dana untuk zakat, infak, dan sedekah, diikuti oleh kebutuhan makanan untuk Ramadan dan Idulfitri sebanyak (75%), serta acara buka puasa bersama sebanyak (66%).

Belanja untuk persiapan Idulfitri juga menjadi fokus, dengan 62% responden mengutamakan belanja pakaian atau perlengkapan lainnya. Selain itu, pengeluaran untuk kebutuhan lain, seperti pulang kampung sebanyak (37%), hampers sebanyak (31%), liburan keluarga sebanyak (31%), dan uang tunai sebagai ampau lebaran sebanyak (29%) turut melengkapi daftar prioritas.

Untuk mendukung kebutuhan ini, 69% responden mengandalkan gaji sebagai sumber utama pendanaan, disusul oleh tunjangan hari raya (THR) sebesar 52%, tabungan (49%), dan hanya 7% yang menggunakan pinjaman.

Cahaya Ramadan di Pinggir Jalan

0

Bagian awal: Ketika Rezeki Datang Tanpa Terduga

Di bawah trotoar kotor, tempat kami terasing, hidup berjalan tanpa kepastian. Kami mungkin seperti seonggok lintah yang tak pernah benar-benar dianggap ada, terpinggir juga terkucilkan. Di kota metropolitan yang gemerlap ini, deru kendaraan lebih nyaring dari suara tangisan, dan cahaya lampu dari gedung-gedung tinggi lebih terang dari kepedulian.

Trotoar menjadi tempat beristirahat, jembatan layang menjadi atap, dan dinginnya malam sering kali menjadi selimut paling akrab. Orang-orang berlalu dengan wajah terburu-buru, tenggelam dalam kesibukan, seolah dunia kami hanyalah bayang-bayang yang tak layak dipedulikan. Ketidakadilan adalah bagian dari hidup kami. Pedagang kaki lima diusir tanpa alasan, anak-anak kecil terjaga hingga larut demi membantu orang tua mereka, sementara para pekerja pulang dengan langkah gontai setelah seharian mencari nafkah. Kami adalah mereka yang tak dianggap, yang kerap dipandang sebelah mata.

Aku berdiri di perempatan jalan, cat silver yang melapisi kulitku mulai mengering, gatal, dan terasa panas. Di antara mereka, aku hanyalah seorang bocah sepuluh tahun yang melumuri tubuh dengan cat, demi beberapa lembar uang receh. Aku adalah manusia silver, patung hidup di pinggir jalan, diam membisu saat lampu merah menyala, berharap ada tangan-tangan dermawan yang melemparkan sedikit rezeki ke dalam kaleng kecil di tanganku. Beberapa orang melirikku dengan tatapan iba, sementara yang lain memilih mengabaikanku, seolah aku tak lebih dari bagian jalanan yang kotor.

Namaku Rama. Sejak ibuku meninggal tiga bulan lalu, aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Rumah kontrakan kami sudah diambil pemiliknya, dan aku terpaksa tidur di emperan toko atau kolong jembatan. Kadang aku lapar, lelah, tetapi aku tidak punya pilihan. Ramadan kali ini terasa begitu berat dan menyiksa.

Ketika azan Maghrib berkumandang, aku menepi ke trotoar. Di tanganku hanya ada setengah botol air mineral bekas yang kudapat dari seorang pejalan kaki tadi siang. Tak ada kurma, tak ada nasi, hanya air putih untuk membatalkan puasaku. Aku meneguknya perlahan, menahan perih di perutku yang sudah kosong sejak dua hari lalu. Bahkan aku tidak sahur, hanya bertahan dengan air bekas orang-orang minum.

Tiba-tiba, seorang lelaki tua mendekat. Ia membawa gerobak kecil berisi nasi bungkus. Wajahnya penuh kerutan, tetapi matanya teduh dan bersahabat.
“Nak, sudah berbuka?” tanyanya lembut.

Aku menunduk. “Sudah, Pak…” jawabku pelan, meskipun kenyataannya aku hanya minum air.

Lelaki itu tersenyum dan menyodorkan sebungkus nasi. “Makanlah. Ini untukmu.”

Aku terkejut. “Tapi saya nggak punya uang, Pak.”

Ia menggeleng pelan. “Nak, Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidaklah berkurang harta karena sedekah, dan Allah tidak menambah bagi seorang hamba yang memberi maaf, kecuali kemuliaan.’ (HR. Muslim). Makanlah, Nak. Tak perlu membayar apa pun.”

Tanganku gemetar saat menerima nasi itu. Aku menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih, Pak…” kataku lirih.

Malam itu, untuk pertama kalinya aku bisa makan untuk mengisi perut kosongku yang dua hari ini belum kuisi. Setiap suapan nasi yang masuk ke mulutku terasa seperti keberkahan. Sejenak, aku lupa tentang kesepian, tentang dinginnya trotoar, dan tentang bagaimana aku menghadapi hari esok. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, aku merasa dipedulikan.

Bersambung………….

Penulis: Frida
Editor: Lydia