Beranda blog Halaman 6

Warna diujung Kehidupan

0

Di atas botol, warna bertanya,
Tentang asal, rasa, atau tanda semata?
Biru, putih, hijau, merah, dan lainnya
Masing-masing menyimpan sebuah rahasia.

Biru, sejuk seperti langit terbuka,
Seolah dari gunung yang tinggi,
Mengalir jernih dari mata air,
Membawa kesejukan yang abadi.

Putih, sederhana dan murni,
Menjanjikan kemurnian sejati,
Disaring rapi, disiapkan hati-hati,
Agar tiap tetesnya bersih di nadi.

Hijau, bagaikan nafas alam,
Seperti embun di pagi kelam,
Menjanjikan kesegaran alami,
Dari sumber yang dijaga rapi.

Merah berani menantang dahaga,
Mungkin berperisa, mungkin berbeda,
Membawa cita rasa yang unik,
Dalam tiap tegukan yang mengalir.

Namun, apakah warna itu yang utama?
Bukan warna yang menghapus dahaga,
bukan kemasan yang menjaga hidup,
melainkan air tak tampak, tapi begitu berharga.

Warna hanyalah selubung,
Sebuah tanda yang diciptakan tangan,
Bukan asal, bukan hakikat,
Hanya ilusi permainan mata dan hati.

Jadi, jangan tertipu warna semata,
Lihat lebih dalam, pahami makna,
Sebab air tetaplah kehidupan,
Tak peduli warna di ujung yang menutup.

Manusia hanya sibuk memilih rupa,
baru menyadari terlambat sudah,
bahwa kehidupan tak ditentukan oleh warna.

Penulis: Ayunda
Editor: Enjat

Cahaya Ramadan di Pinggir Jalan

0

Aku menatap Elang yang masih menunduk, tangannya mencengkeram bajunya yang lusuh. Kata-katanya tadi masih terngiang di kepalaku. “Kalau aku mati, apakah aku akan bertemu ibu lagi?”

Dada ini terasa sesak. Aku ingin mengatakan bahwa dia tidak akan mati. Aku ingin meyakinkannya bahwa dunia ini masih memiliki tempat untuk kami. Tapi, bagaimana aku bisa berkata seperti itu, kalau aku sendiri tidak yakin?

Azan maghrib masih berkumandang dari kejauhan. Aku menarik napas panjang, lalu berdiri. “Ayo, Elang kita cari masjid,” kataku.

Elang menatapku ragu. “Untuk apa?”

“Aku ingin salat”

Aku sendiri tidak ingat kapan terakhir kali aku benar-benar bersujud dengan khusyuk. Namun, malam ini, aku ingin berbicara dengan-Nya. Mungkin, hanya itu satu-satunya tempat aku bisa mengadu tanpa takut diusir atau ditendang.

Kami berjalan ke masjid kecil di ujung jalan. Lampunya temaram, hanya ada beberapa orang yang salat berjamaah. Aku dan Elang mengambil wudu di keran luar, merasakan air dingin mengalir di kulit kami. Setelahnya, kami masuk dan ikut salat.

Saat sujud terakhir, aku terdiam lama. Aku ingin berdoa, tapi entah mengapa dadaku begitu sesak. Hanya ada satu kalimat yang sanggup keluar dari bibirku, “Ya Allah, jangan tinggalkan kami.”

Selesai salat, aku melihat Elang tertidur di pojokan masjid. Wajahnya terlihat lebih damai, meskipun tubuhnya masih ringkih. Aku duduk di sampingnya, membiarkan punggungku bersandar ke dinding.

Saat itulah seorang lelaki tua dengan jenggot putih menghampiri kami.

“Kalian anak jalanan?” tanyanya lembut.

Aku mendongak kaget. Ah, bapak itu, bapak dengan gerobak yang memberi nasi pekan lalu. Aku menelan ludah tersenyum kaku, lalu mengangguk.

Lelaki itu tersenyum. “Kalian lapar? Saya ada kurma dan roti.”

Mataku melebar. Lelaki itu lalu mengeluarkan beberapa butir kurma dan sepotong roti dari kantongnya. Aku membangunkan Elang pelan, lalu kami menyantap makanan itu dengan lahap.

“Kalian tahu, Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang tidak menyayangi manusia, maka Allah tidak akan menyayanginya.” (HR. Bukhari & Muslim). Lelaki tua itu menatap kami lembut. “Allah tidak akan meninggalkan kalian, Nak. Bersabarlah.”

Aku terdiam. Kata-kata bapak itu selalu menenangkan, tapi juga menyakitkan bagiku. Aku sudah bersabar, lalu kapan semuanya akan berubah?

“Apa kalian punya keluarga?” tanyanya.

Aku menggeleng. “Saya tidak tahu… Elang juga tidak punya siapa-siapa.”

Lelaki itu menghela napas. “Maukah kalian ikut ke rumah saya?”

Aku dan Elang berpandangan. Tawaran itu terdengar seperti mimpi. Setelah bertahun-tahun hidup di jalanan, kini ada seseorang yang menawarkan tempat untuk pulang?

Tapi, apakah kami berhak menerimanya?

Bersambung…….

Penulis: Frida
Editor: Enjat

Tips Ampuh! Bebas Mabuk Kendaraan Saat Mudik

0

Mudik sebentar lagi! Selain kemacetan, mabuk kendaraan juga jadi tantangan yang bikin perjalanan terasa menyiksa. Pusing, mual, keringat dingin, bahkan muntah bisa menyerang kapan saja, terutama saat perjalanan panjang dan macet parah.

Mabuk perjalanan bukan cuma soal perut yang lemah, tapi terjadi karena sistem keseimbangan tubuh yang “bingung”. Otak menerima sinyal berbeda dari mata dan telinga bagian dalam, menyebabkan rasa tidak nyaman hingga mual. Biar perjalanan tetap nyaman, coba beberapa trik berikut!

1. Pilih Posisi Duduk yang Minim Guncangan

Posisi duduk sangat mempengaruhi risiko mabuk kendaraan. Jika naik mobil atau bus, duduk di bagian depan lebih stabil dibanding kursi belakang yang lebih sering mengalami guncangan. Di kapal, bagian tengah cenderung lebih tenang dibanding sisi tepi. Sementara di pesawat, duduk dekat sayap bisa mengurangi efek turbulensi.

Selain itu, usahakan melihat ke luar jendela dan fokus pada objek yang jauh, seperti garis jalan atau cakrawala.

2. Hindari Kebiasaan yang Bisa Menyebabkan Mual

Beberapa hal yang sebaiknya dihindari saat perjalanan:

Menatap layar HP atau membaca terlalu lama membuat otak semakin bingung dengan sinyal dari mata dan sistem keseimbangan tubuh.
Makan berlebihan sebelum berangkat menyebabkan perut penuh sehingga lebih rentan mual.
Menghirup bau menyengat, seperti bau bensin, parfum kuat, atau makanan berminyak bisa mempercepat rasa mual.

Jika mulai merasa tidak nyaman, segera alihkan fokus ke luar dan ambil napas dalam untuk membantu tubuh menyesuaikan diri

3. Makanan yang Bisa Mencegah Mabuk Perjalanan

Ubi Jalar, berdasarkan penelitian dalam Environmental Science, ubi jalar kaya kalium yang membantu mengurangi stres dan menjaga keseimbangan cairan tubuh, sehingga dapat mencegah mabuk perjalanan.

Jahe, menurut buku “Jahe, Rimpang dengan Sejuta Khasiat” oleh Sutrisno Koswara menyebutkan bahwa gingerol dalam jahe memiliki efek menenangkan pada lambung dan efektif meredakan mual. Minum wedang jahe sebelum berangkat bisa jadi solusi alami yang mudah dilakukan.

Air Putih, dehidrasi memperparah gejala mabuk kendaraan seperti pusing dan mual. Pastikan tetap minum yang cukup, terutama saat menghadapi kemacetan panjang yang membuat tubuh cepat lelah.

4. Atur Pernapasan dan Gunakan Aromaterapi

Ketika mulai merasa tidak nyaman, lakukan teknik pernapasan sederhana:

Tarik napas dalam → tahan 3 detik → hembuskan perlahan melalui mulut.

Teknik ini membantu merilekskan tubuh dan mengurangi stres. Menghirup aromaterapi seperti peppermint atau lemon juga bisa membantu menenangkan perut dan meredakan rasa mual.

5. Berhenti Sejenak dan Istirahat Saat Dibutuhkan

Mudik sering kali diwarnai kemacetan panjang, yang membuat tubuh terus-menerus terjebak dalam posisi duduk. Jika memungkinkan, sempatkan berhenti sejenak untuk berjalan, meregangkan tubuh, atau sekadar menghirup udara segar.

Bagi yang naik kendaraan umum, sesekali ubah posisi duduk untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tubuh terasa kaku.

Mudik Nyaman Tanpa Mabuk Kendaraan!

Mabuk perjalanan bisa jadi tantangan besar saat mudik, terutama di tengah kemacetan panjang. Tapi dengan persiapan yang tepat, kamu bisa menikmati perjalanan dengan lebih nyaman.

Jangan biarkan mabuk kendaraan merusak momen berharga saat pulang ke kampung halaman. Coba terapkan trik ini, tetap rileks, dan nikmati perjalanan dengan nyaman!

Penulis : Davina
Editor : Naila

Luncurkan Buku Ke-10, Mahasiswa KPI Angkat Budaya Baduy

0

Serang, lpmsigma.com – Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah (FADA) UIN SMH Banten, luncurkan karya buku antologi ke-10 dengan mengangkat tema “Eksplorasi Budaya Baduy Luar: Dari Sejarah, Tradisi, dan Pesona Desa Adat” di Cafe Waroeng Kamcur, Kamis, (20/03)

Buku ini ditulis oleh mahasiswa KPI yang mengambil kelas peminatan penulisan feature. Acara ini dihadiri langsung oleh TB Nurwahyu selaku Ketua Prodi, serta Helmy Faizi selaku Wakil Dekan III.

Dalam sambutannya, Helmy mengapresiasi karya para mahasiswa KPI sekaligus memberikan beberapa catatan dalam segi penulisan.

“Bukan kali pertamanya mahasiswa KPI melaunching buku, karena tidak ada yang sia-sia dari menulis. Oleh karena itu, dalam menulis banyak yang harus diperhatikan, dari segi diksi, penulisan, typo dan lain sebagainya. Satu huruf saja typo, itu mengurangi reputasi kita sebagai seorang penulis,” katanya.

Ditempat yang sama, TB Nurwahyu turut menunjukkan rasa bangganya terhadap mahasiswa KPI

“Untuk kesekian kalinya saya merasa bangga dan bahagia dengan terbitnya buku-buku karya mahasiswa KPI yang ke-10. Buku ini pun bukan karya yang terakhir, tetapi adik-adik KPI lain juga akan turut serta launching buku lagi,” tuturnya.

Selan itu, Sobirin selaku dosen mata kuliah feature mengatakan bahwa buku-buku ini akan disebar luaskan ke perpustakaan daerah dan kampus

“Nanti akan disebar luaskan ke perpustakaan-perpustakaan daerah serta akan disediakan juga dikampus,” ucapnya.

Ditempat lain, Alifia salah satu penulis buku mengungkapkan rasa harunya pada karya tulis pertamanya.

“Karya buku ini pertamakalinya bagi saya dan mungkin bagi beberapa teman lainnya. Meskipun dalam proses penggarapan buku ini memang tidak mudah terutama dari segi riset, penulisan, dan penataan diksi cukup menjadi tantangan. Tapi, dengan melihat buku ini secara fisik rasanya tantangan itu terbayarkan,” tutupnya.

Reporter: Tiara
Editor: Enjat

Bazar Ramadhan di Masjid At-Tsaurah Ramai, Pedagang Keluhkan Penurunan Pendapatan

0

Serang, lpmsigma.com – Bazar kuliner Ramadhan di Masjid At-Tsaurah kembali menjadi pusat perhatian masyarakat. Setiap sore, puluhan pedagang menawarkan aneka makanan dan minuman khas berbuka puasa, sementara ratusan pengunjung memadati area bazar untuk berburu takjil dan hidangan berbuka.

Salah satu pengunjung, Fitri, mengaku senang berbelanja di bazar ini karena banyaknya pilihan makanan yang tersedia. Menurutnya, keberagaman kuliner di bazar ini memudahkan warga dalam mencari hidangan berbuka.

“Saya suka datang ke bazar ini karena pilihannya banyak, jadi tidak perlu repot mencari makanan ke tempat lain. Biasanya, saya sering membeli dimsum,” ujarnya.

Sementara itu, Ibu Vina selaku pedagang Chicken Crispy, mengungkapkan bahwa ia telah mengikuti bazar ini sejak 2023. Namun, ia menyebutkan bahwa pendapatannya tahun ini mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Saya sudah ikut bazar ini sejak 2023. Tapi, dibandingkan dua tahun lalu, pendapatan saya menurun. Mungkin karena jumlah pedagang bertambah dan di tempat lain juga banyak bazar serupa,” katanya.

Meski demikian, ia bersyukur karena tidak mengalami kendala berarti selama berjualan. Namun, ia menyoroti perubahan dalam penempatan pedagang yang tidak sesuai dengan kesepakatan awal.

“Alhamdulillah, sejauh ini tidak ada kendala. Hanya saja, pemetaan posisi pedagang kemarin tidak sesuai dengan permintaan awal,” tuturnya.

Reporter: Davina
Editor: Naila

Kantor Tempo Diteror Kepala Babi

0

Jakarta, lpmsigma.com – Pada Rabu, 19 Maret 2025, sekitar pukul 16.15 WIB, satuan pengamanan kantor Tempo menerima sebuah paket mencurigakan. Paket berbentuk kotak kardus itu dilapisi styrofoam dan ditujukan kepada “Cica.” Di lingkungan Tempo, “Cica” merupakan panggilan untuk Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik sekaligus host siniar Bocor Alus Politik.

Keesokan harinya, Kamis, 20 Maret 2025, sekitar pukul 15.00 WIB, Cica baru menerima paket tersebut setelah kembali dari liputan bersama Hussein Abri Yusuf Muda Dongoran. Mendapat informasi adanya kiriman atas namanya, ia membawa kotak itu ke dalam kantor.

Saat kotak dibuka, Hussein langsung mencium bau busuk. Begitu styrofoam di dalamnya terbuka, tampak jelas isi paket tersebut sebuah kepala babi dengan kedua telinganya terpotong. Cica, Hussein, dan beberapa wartawan lainnya segera membawa kotak itu keluar gedung untuk memastikan isinya.

Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, menilai kejadian ini sebagai bentuk teror terhadap kebebasan pers. “Kami sedang menyiapkan langkah-langkah selanjutnya sebagai respons atas kejadian ini,” ujar Setri.

Tempo saat ini tengah menelusuri lebih lanjut insiden ini dan mempertimbangkan langkah hukum yang akan diambil.

Reporter: Najib

Tradisi I’tikaf di Sepuluh Malam Terakhir Ramadan

0

Memasuki sepuluh malam terakhir Ramadan, umat Islam di seluruh dunia semakin bersemangat dalam meningkatkan ibadah mereka, salah satunya dengan melaksanakan i’tikaf.

Apa Itu I’tikaf?

I’tikaf adalah ibadah yang dilakukan dengan berdiam diri di masjid, fokus beribadah kepada Allah SWT melalui shalat malam, membaca Al-Qur’an, berzikir, serta ibadah lainnya. Tujuan utama i’tikaf ialah untuk memperbanyak ibadah, melatih diri untuk menjauh dari kehidupan duniawi, serta memfokuskan diri dalam berinteraksi dengan Allah SWT.

Secara bahasa, i’tikaf berasal dari kata Arab “ʿakafa-ya’kufu-‘akfan” yang berarti menetap atau berdiam diri. Dalam konteks ibadah, i’tikaf adalah aktivitas menetap di masjid dengan niat beribadah, mendekatkan diri kepada Allah, dan menjauhkan diri dari kesibukan duniawi. I’tikaf merupakan ibadah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW untuk meningkatkan hubungan spiritual dengan Allah SWT. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah SAW selalu melaksanakan i’tikaf pada sepuluh malam terakhir Ramadan untuk mencari Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan.

I’tikaf dianjurkan baik bagi laki-laki maupun perempuan, dengan tetap memperhatikan adab dan tata cara yang sesuai. Ibadah ini menjadi kesempatan emas bagi setiap Muslim untuk meningkatkan keimanan dan memperoleh ampunan dari Allah SWT di penghujung Ramadan.

Selain itu, dalam jurnal “I’tikaf Sebagai Meditasi Islam” yang ditulis oleh Naelul Muna dkk, dijelaskan bahwa i’tikaf dapat berfungsi sebagai bentuk meditasi spiritual yang meningkatkan ketenangan jiwa dan ketakwaan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa i’tikaf memiliki dampak positif terhadap fokus beribadah, ketenangan mental, dan kedisiplinan dalam menjalankan ajaran Islam.

Berikut adalah beberapa manfaat lain yang terdapat dalam i’tikaf:

1. Memupuk dan meningkatkan rasa cinta kasih kepada sesama makhluk

I’tikaf membantu seseorang mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah dan refleksi diri, serta meningkatkan rasa kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama.

2. Meningkatkan kecerdasan rohani

Kecerdasan rohani adalah pemahaman yang mendalam tentang makna hidup, nilai-nilai spiritual dan hubungan manusia dengan Tuhan.

3. Mencapai ketenangan jiwa

Melalui ibadah, meditasi, atau refleksi, seseorang dapat merasakan kedamaian batin, terlepas dari kegelisahan duniawi, dan merasa lebih dekat dengan Tuhan.

4. Mengendalikan hawa nafsu dan ego

Dengan lebih banyak beribadah dan merenungkan kehidupan, seseorang dapat belajar mengendalikan dorongan negatif, seperti amarah, keserakahan, dan kesombongan, yang dapat mengganggu kedamaian batin.

5. Mengobati berbagai macam penyakit jiwa

Aktivitas spiritual dapat berfungsi sebagai terapi alami untuk membantu mengurangi stres, kecemasan dan depresi, serta memberikan ketenangan pikiran dan harapan dalam menghadapi masalah hidup.

I’tikaf bukan sekadar ibadah sunnah, tetapi juga menjadi sarana untuk memperkuat spiritualitas dan kedekatan dengan Allah SWT. Dengan melaksanakan i’tikaf, seorang Muslim dapat lebih fokus dalam beribadah, menjauhi gangguan duniawi, dan merasakan ketenangan yang mendalam.

Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk menghidupkan kembali tradisi ini, terutama pada sepuluh malam terakhir Ramadan, sebagai momen untuk meraih keberkahan dan ampunan dari Allah SWT.

Penulis: Ayunda
Editor: Lydia

Acara Nyenyore Rumah Dunia, Bahas Buku yang Akan Difilmkan

0

Serang, lpmsigma.com – Rumah Dunia kembali menggelar kegiatan pekan Nyenyore dan Kado Lebaran dengan tema Menata Hati dengan Literasi, pada Rabu (19/03). Kegiatan ini akan berlangsung selama satu pekan kedepan, dengan membahas karya Ade Ubaidil berupa buku berjudul “Perangkap Pikiran Beni Kahar” yang akan diadaptasi menjadi sebuah film.

Rudi Rustiadi, selaku Presiden Rumah Dunia menjelaskan kegiatan ini dilaksanakan secara rutin di bulan ramadan, tujuan dari kegiatan ini untuk mengisi kegiatan-kegiatan positif yang berkaitan dengan literasi.

“Acara ini dilaksanakan secara rutin setiap bulan ramadan untuk mengisi kegiatan-kegiatan positif yang berkaitan dengan literasi,” jelasnya.

Ditempat yang sama, RG Kedung Kaban sebagai sutradara film menuturkan bahwa dalam proses pembuatan film yang berawal dari sebuah novel atau cerpen itu akan di bedah terlebih dahulu secara berulang-ulang kali.

“Ketika sebuah karya buku atau cerpen akan dijadikan sebuah film, pertama kita membedah buku atau cerpen tersebut secara berkali-kali, karena ada perbedaan antara karya sebuah film dengan karya buku.” tuturnya

Ia juga menambahkan, dalam pembuatan film dipengaruhi oleh anggaran, karena dengan anggaran yang cukup akan mempermudah mengembangkan film sesuai dengan sumber aslinya.

“Pembuatan film dari novel atau cerpen itu proses yang kompleks, budget yang memadai memungkinkan kita untuk memilih tokoh serta menggunakan teknologi-teknologi yang sesuai dengan yang ada di Novelnya,” tambahnya.

Reporter: Hakim
Editor: Lydia

Dianggap Berbahaya? Ini Dia Alasan Masyarakat Harus Melek akan Dwifungsi TNI

0

DPR RI dan pemerintah mendapat kritik tajam karena dianggap tergesa-gesa dalam membahas revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Pembahasan revisi ini dilakukan secara tertutup, sehingga menimbulkan banyak pertanyaan, terutama mengenai sumber anggaran yang digunakan. Hal ini menjadi sorotan, karena terjadi di tengah upaya pemerintah untuk melakukan efisiensi anggaran.

Keputusan untuk mempercepat pembahasan revisi ini menuai protes dari masyarakat sipil, terutama dari para pegiat reformasi sektor keamanan. Mereka khawatir revisi ini dapat membuka kembali peluang bagi TNI untuk menjalankan peran ganda dalam pemerintahan, yang dikenal sebagai Dwifungsi TNI.

Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Dwifungsi TNI? Mengapa hal ini menjadi polemik?

Menurut Mohammad Mohtar Mas’oed dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi (1990)”, Dwifungsi TNI adalah konsep yang memberikan peran ganda kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI), yaitu sebagai alat pertahanan negara sekaligus memiliki peran dalam kehidupan sosial dan politik.

Konsep ini pernah diterapkan pada era Orde Baru, di mana TNI (saat itu ABRI) tidak hanya bertugas menjaga keamanan negara, tetapi juga aktif dalam pemerintahan, birokrasi, dan ekonomi. Namun, banyak pihak menilai bahwa dwifungsi ini berbahaya karena berpotensi merusak demokrasi dan supremasi sipil.

Konsep Dwifungsi TNI muncul pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Dwifungsi ini didasarkan pada doktrin bahwa militer memiliki tanggung jawab tidak hanya dalam bidang pertahanan, tetapi juga dalam pembangunan nasional. Dalam praktiknya, militer terlibat dalam berbagai sektor pemerintahan, dari tingkat pusat hingga daerah, termasuk mengisi posisi dalam legislatif dan eksekutif.

Dengan dalih stabilitas nasional, banyak jabatan politik dan administratif diisi oleh perwira militer aktif. Hal ini membuat TNI memiliki pengaruh besar dalam berbagai kebijakan, yang sering kali mengorbankan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

Mengapa Dwifungsi TNI Disebut Berbahaya?

Konsep dwifungsi ini dinilai berbahaya karena beberapa alasan berikut:

1. Melemahkan Supremasi Sipil
Dalam sistem demokrasi, militer seharusnya berada di bawah kendali pemerintahan sipil. Namun, dengan adanya dwifungsi, militer justru memiliki kekuatan politik yang besar, sehingga melemahkan kontrol sipil terhadap angkatan bersenjata.

2. Pelanggaran HAM dan Otoritarianisme
Ketika militer memiliki peran dalam politik, mereka cenderung menggunakan pendekatan keamanan untuk menyelesaikan masalah sosial dan politik. Pada masa Orde Baru, hal ini menyebabkan banyak kasus pelanggaran HAM, seperti penculikan aktivis, represi terhadap kebebasan berpendapat, dan tindakan kekerasan terhadap masyarakat sipil.

3. Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan
Keterlibatan militer dalam birokrasi dan bisnis negara membuka peluang korupsi. Banyak perusahaan dan badan usaha yang dikendalikan oleh militer, yang sering kali beroperasi tanpa transparansi dan akuntabilitas yang memadai.

4. Menghambat Reformasi Demokrasi
Setelah reformasi 1998, salah satu agenda utama adalah menghapus dwifungsi TNI untuk memastikan demokrasi berjalan dengan baik. Namun, jika konsep ini kembali diterapkan, maka hal itu bisa menghambat kemajuan demokrasi dan membawa Indonesia kembali ke era otoritarianisme.

Sejak reformasi 1998, peran TNI dalam politik mulai dibatasi. TNI tidak lagi memiliki perwakilan di DPR, dan militer dilarang terlibat dalam urusan politik praktis. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul kekhawatiran bahwa militer kembali dilibatkan dalam sektor-sektor sipil, seperti jabatan di kementerian dan pemerintahan daerah.

Beberapa kebijakan yang memberi ruang lebih besar bagi TNI di luar bidang pertahanan dianggap sebagai bentuk “dwifungsi gaya baru”. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa TNI akan kembali berperan dalam ranah sipil seperti pada era Orde Baru.

Dwifungsi TNI memang pernah menjadi bagian dari sejarah politik Indonesia, tetapi konsep ini dianggap berbahaya karena dapat merusak demokrasi, melemahkan supremasi sipil, dan meningkatkan risiko penyalahgunaan kekuasaan. Reformasi telah menghapus peran politik militer, dan seharusnya hal ini tetap dijaga agar Indonesia tetap berada di jalur demokrasi yang sehat.

Jika militer kembali diberi peran di luar bidang pertahanan, kita perlu waspada agar tidak mengulangi kesalahan masa lalu. Demokrasi yang sehat membutuhkan pemisahan yang jelas antara militer dan pemerintahan sipil, demi memastikan kebebasan, keadilan, dan supremasi hukum tetap terjaga.

Penulis: Frida
Editor: Lydia

5 Tradisi Unik Perayaan Malam Nuzulul Qur’an di Indonesia

0

Setiap daerah memiliki tradisi unik dalam merayakan malam Nuzulul Qur’an, sebuah peristiwa bersejarah dalam Islam yang menandai turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.

Menurut buku Ulumul Qur’an: Sebuah Pengantar yang ditulis oleh Dr. Abu Anwar, M.Ag., Nuzulul Qur’an merupakan peristiwa penting dalam peradaban Islam yang terjadi di bulan suci Ramadan. Perayaan ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga bentuk pelestarian budaya dan penguatan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan masyarakat.

Di berbagai daerah di Indonesia, malam Nuzulul Qur’an diperingati dengan tradisi khas masing-masing. Berikut beberapa di antaranya:

1. Tradisi Maleman (Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat)
Di Jawa Timur, Bali, dan Lombok, malam Nuzulul Qur’an dirayakan dengan tradisi Maleman. Tradisi ini melibatkan pembuatan kue serabi yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar. Di Bali, masyarakat membuat tumpeng dan membawanya ke masjid atau musala terdekat sebagai wujud syukur dan kebersamaan.

2. Tradisi Malam Pitu Likur (Lampung)
Di Lampung, perayaan malam Nuzulul Qur’an dikenal dengan tradisi Malam Pitu Likur. Tradisi ini ditandai dengan pemasangan obor besar yang terbuat dari susunan batok kelapa. Selain itu, masyarakat juga menyiapkan hidangan khas seperti kuah beulangong. Pada malam ke-27 Ramadan, lampu-lampu minyak dinyalakan di halaman rumah dan masjid, melambangkan cahaya Al-Qur’an yang menerangi hati.

3. Tradisi Khatam Al-Qur’an dan Sorban Berjalan (Jawa Timur)
Tradisi ini dilakukan dengan mengarak sorban yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat. Sorban tersebut dibawa berkeliling, dan setiap orang yang dilewati akan memberikan sumbangan seikhlasnya di atas sorban tersebut. Tradisi ini mencerminkan semangat berbagi dan kepedulian sosial.

4. Tradisi Kuah Beulangong (Aceh dan Sumatera Utara)
Di Aceh, malam Nuzulul Qur’an dirayakan dengan tradisi Kuah Beulangong. Masyarakat bergotong royong memasak hidangan berbahan dasar daging sapi atau kambing yang dicampur dengan nangka muda dan bumbu rempah khas Aceh. Setelah matang, hidangan ini dinikmati bersama sebagai bentuk kebersamaan dan rasa syukur.

5. Tradisi Seribu Tumpeng (Solo, Jawa Tengah)
Di Solo, perayaan malam Nuzulul Qur’an dikenal dengan Tradisi Seribu Tumpeng atau Maleman Sriwedari. Pada malam ke-21 Ramadan, seribu tumpeng diarak dari Keraton Kasunanan Surakarta menuju Joglo Sriwedari. Arak-arakan ini melambangkan sambutan para sahabat Nabi Muhammad SAW saat menerima wahyu pertama. Setelah tiba di lokasi, tumpeng-tumpeng tersebut dibagikan dan dinikmati bersama sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur.

Malam Nuzulul Qur’an bukan sekadar peringatan sejarah, tetapi juga momentum bagi umat Islam untuk semakin mendekatkan diri kepada Al-Qur’an. Melalui berbagai tradisi yang diwariskan, masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa nilai-nilai kebersamaan, rasa syukur, dan semangat berbagi tetap hidup dan terus dijaga dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis : Davina
Editor : Lydia