BerandaUncategorizedSering Skip Makan? Jangan kira itu Melatihmu untuk Kuat Berpuasa!

Sering Skip Makan? Jangan kira itu Melatihmu untuk Kuat Berpuasa!

Banyak orang mengira bahwa sering melewatkan waktu makan bisa membuat tubuh lebih terbiasa menahan lapar, sehingga lebih mudah menjalani puasa. Namun, anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Melewatkan makan tanpa pola yang jelas justru dapat berdampak buruk pada kesehatan dan tidak menjamin seseorang lebih kuat menghadapi puasa.

Sebaliknya, mereka yang memiliki pola makan teratur justru lebih siap berpuasa, baik secara fisik maupun mental. Hal ini berkaitan dengan bagaimana tubuh beradaptasi terhadap pola asupan energi serta cara otak merespons rasa lapar. Untuk memahami lebih dalam, mari kita lihat perbedaannya dari sudut pandang ilmiah dan psikologis.

Puasa adalah kondisi menahan makan dan minum dengan jadwal yang jelas. Seseorang yang berpuasa memiliki waktu sahur sebagai sumber energi dan berbuka sebagai momen mengisi kembali nutrisi yang hilang. Tubuh pun beradaptasi dengan pola ini dan bekerja secara efisien dalam mengelola energi.

Sementara itu, skip makan terjadi tanpa pola yang teratur. Kadang seseorang melewatkan sarapan, kadang melewatkan makan siang, atau bahkan tidak makan seharian tanpa ada pengganti yang jelas. Ketidakteraturan ini membuat tubuh bingung dalam mengatur energi, bukan justru melatihnya untuk lebih kuat menahan lapar.

Secara metabolisme, tubuh yang terbiasa melewatkan makan tanpa pola yang jelas cenderung lebih sulit beradaptasi dengan puasa. Pola energi yang tidak stabil membuat tubuh lebih cepat merasa lemas atau pusing saat berpuasa, karena sebelumnya tidak terbiasa dengan jeda makan yang panjang dalam kondisi yang terstruktur.

Pernahkah merasa lebih mudah lapar ketika sadar bahwa sedang berpuasa, dibanding ketika sedang sibuk dan tidak sempat makan? Hal ini terjadi karena otak merespons rasa lapar secara berbeda dalam dua kondisi ini.

Saat seseorang berpuasa, ia sadar bahwa dirinya sedang menahan lapar untuk tujuan tertentu. Kesadaran ini membuat tubuh lebih siap menghadapi rasa lapar, sehingga otak tidak memicu stres berlebihan. Penelitian dalam jurnal Frontiers in Psychology menunjukkan bahwa ketika seseorang memiliki kontrol diri dan niat yang jelas dalam menahan lapar, otak lebih mudah beradaptasi.

Sebaliknya, ketika seseorang terbiasa melewatkan makan secara tidak teratur, otak tidak bisa merespon dengan jelas. Kadang rasa lapar datang tiba-tiba, dan tubuh tidak siap mengatasinya. Studi dalam jurnal Neuroscience & Biobehavioral Reviews menunjukkan bahwa kebiasaan skip makan dapat meningkatkan produksi hormon stres kortisol, yang justru membuat seseorang lebih rentan mengalami kelaparan mendadak. Kondisi ini sering kali menyebabkan seseorang makan dalam jumlah berlebihan ketika akhirnya mendapatkan makanan, yang tentu saja bukan kondisi yang ideal saat menjalani puasa.

Saat seseorang berpuasa, tubuh menggunakan cadangan energi dari glikogen dan lemak secara bertahap. Karena ada pola makan yang jelas, yaitu sahur dan berbuka, tubuh memahami kapan harus menghemat energi dan kapan harus menggunakannya. Dengan ritme yang teratur, energi pun bisa terjaga lebih stabil sepanjang hari.

Namun, jika seseorang terbiasa melewatkan makan tanpa aturan, tubuh mengalami fluktuasi energi yang tidak stabil. Akibatnya, mereka lebih cepat merasa lemas karena tubuh tidak memiliki pola penyimpanan energi yang terstruktur. Selain itu, fokus dan konsentrasi bisa menurun karena otak tidak terbiasa mendapatkan asupan glukosa yang cukup di waktu-waktu tertentu.

Kondisi ini juga sering menyebabkan lonjakan nafsu makan yang tinggi saat berbuka. Karena tubuh menganggap makanan sebagai “kesempatan langka” untuk mendapatkan energi kembali, seseorang yang terbiasa skip makan, berisiko makan secara berlebihan saat berbuka, yang dapat mengganggu sistem metabolisme. Studi dalam Journal of Nutrition and Metabolism menyebutkan bahwa orang yang sering melewatkan makan cenderung memiliki kadar gula darah yang lebih tidak stabil. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko lemas, pusing, dan gangguan metabolisme saat berpuasa dibanding mereka yang memiliki pola makan yang lebih teratur.

Banyak yang mengira bahwa mereka yang terbiasa makan banyak akan lebih sulit berpuasa, sementara mereka yang sering melewatkan makan akan lebih kuat menahan lapar. Kenyataannya, mereka yang memiliki pola makan teratur justru lebih mudah beradaptasi dengan puasa.

Tubuh mereka sudah terbiasa dengan ritme yang stabil dalam menyerap dan menggunakan energi. Selain itu, mereka juga tidak mengalami lonjakan hormon stres akibat kebiasaan melewatkan makan. Metabolisme mereka lebih teratur, sehingga energi bisa dikelola dengan lebih baik selama puasa.

Sebaliknya, orang yang sering melewatkan makan cenderung lebih cepat merasa lemas dan sulit menahan lapar saat berpuasa. Tubuh mereka tidak terbiasa dengan pola energi yang jelas, sehingga ketika harus menghadapi puasa dengan jeda makan yang panjang, mereka justru merasa lebih sulit untuk beradaptasi.

Meskipun melewatkan makan terdengar mirip dengan puasa, dampaknya pada tubuh sangat berbeda. Skip makan adalah kebiasaan yang tidak sehat dan tidak terstruktur, yang justru bisa menyebabkan stres serta gangguan metabolisme.

Jika selama ini berpikir bahwa sering melewatkan makan bisa menjadi latihan untuk berpuasa, sebaiknya ubah pola pikir tersebut. Justru, makan dengan pola yang baik sebelum Ramadhan akan lebih membantu tubuh dalam menjalani puasa dengan lebih lancar dan bertenaga.

Puasa adalah aktivitas yang terencana dan memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Sementara itu, kebiasaan skip makan hanya akan membuat pola energi tubuh berantakan dan berisiko bagi kesehatan. Mereka yang memiliki pola makan teratur lebih siap menghadapi puasa dibanding mereka yang sering melewatkan makan.

Jadi, mulai sekarang, jaga pola makan dengan baik agar tubuh siap menjalani puasa dengan lebih kuat dan sehat!

Penulis: Indah
Editor: Naila

- Advertisment -

BACA JUGA