BerandaSuara MahasiswaDibela Warek, Disenangi Sobirin-Wildan

Dibela Warek, Disenangi Sobirin-Wildan

Penulis: Akhmad Khudori

Sejarah mencatat bagaimana pertandingan pemilihan umum mahasiswa dimenangkan oleh kelompok PMII selama 3 tahun ke belakang, tentu itu adalah prestasi sebagai pemenang tingkat tinggi jabatan kampus, yaitu presiden mahasiswa.

Mengapa PMII selalu menang di tingkat universitas?. Jawabannya sangat bermacam dan tidak pasti satu jawaban saja, banyak faktor yang mempengaruhi dominasi kemenangan itu, baik dari jawaban kader PMII militan, dibantu oleh senior tingkat pusat-cabang, hingga spekulasi bahwa PUM di kampus disusupi oleh anak PMII kampus lain untuk mencoblos pasangan PMII saat proses pemilihan.

Dan yang terakhir, karena ketua penyelenggara KPUM dari latar belakang organisasi PMII, tentu semuanya patut diduga. Lewat politik semua bisa saja dilakukan, intrik dan konsep tidak menjadi soal asalkan tujuan tercapai, dan tentu saja itu ialah sifat dari politik, sebagai elit politik kepanjangan dari partai : kemenangan adalah hal yang terpenting.

Tapi mengapa posisi jabatan tertinggi di kampus diperebutkan?. Tak lain dan tak bukan ialah karena eksistensi, baik ingin eksistensi di organisasi, eksistensi berkuasa, eksistensi karier politik, dan banyak definisi eksistensi lainnya. Tapi kemauan seseorang ini tidak didorong dan dibarengi rasa semangat berjuang untuk mengubah sistem menjadi lebih baik, kita pasti akan bisa menebak hasil kerja Sema dan Dema, hasilnya akan sama saja seperti Sema dan Dema tahun sebelumnya, kerjanya tidak ada yang patut kita acungi jempol?.

Sebagai trias politika kampus, jika memang ingin membuat dinamika dan menjadi pembelajaran kampus yang baik dalam soal Miniatur State, ciptakan salah satu lembaga Yudikatif yang memang dibutuhkan oleh mahasiswa baik namanya Mahkamah Mahasiswa atau apapun itu. Ia mempunyai pengawasan terhadap kinerja Sema dan Dema, serta menjadi simbol tegaknya peraturan yang dibuat oleh legislatif.

Ide ini tentu senter dibicarakan oleh beberapa mahasiswa agar harapan ini segera direalisasikan untuk bagaimana miniatur negara terbentuk dan terpenuhi unsur struktural negaranya. Tentu dorongan ini ditujukan kepada Sema dan Dema, kita memang butuh terkait lembaga yudikatif ini untuk menangani seraut permasalahan-permasalahan yang terjadi di masa jabatan.

Pasangan Sobirin dan Wildan bukanlah pasangan yang tepat, dalam skema pencalonan kubu PMII, banyak orang yang heran mengapa dan kenapa Wildan dipilih sebagai pasangan Wapres?. Orang yang tidak melalui proses politik, dan orang baru dalam tatanan struktural jabatan kampus. Padahal, kubu tersebut mempunyai calon kuat yaitu mantan ketua Dema syariah, Rizki.

Beberapa pihak membicarakan bahwa pemilihan Wildan sebagai Wapres dibereskan oleh para senior PMII. Rizki yang diduga mengajukan pencalonan dirinya sebagai Presma ditolak mentah-mentah, padahal elektabilitas Rizki cukup lumayan. Dalam ranah mantan Ketua Dema Fakultas tentu yang berhak dan mempunyai kesempatan besar adalah Rizki, banyak orang yang mengatakan semua sudah diatur oleh atasan kubu, dan tidak ada yang bisa mengubah keputusan calon pasangan Sobirin dan Wildan.

Dalam wilayah pertarungan PUM 2022, banyak bentuk taktik dalam melakukan pemenangan calon, yang sudah kita ketahui bahwa ada 3 pasangan calon dalam momen PUM, diantarnya: Azi dan Rico, Suryadi dan Mukhlis, Sobirin dan Wildan. Menariknya, dalam pertarungan ini, ada anak emas, anak emas yang dimaksud adalah orang yang punya privilege lebih dari calon yang lain, yang pasti ada dukungan dari Rektorat yang terlihat beberapa kali kepada anak emas ini.

Masih ingat betul dalam kacamata pandangan kita, ketua KPU melakukan hal yang tidak terpuji dengan memalsukan tanda tangan asli Ketua Badko (Badan Koordinasi). Ketika gejolak mahasiswa memperkirakan kelakuan dan perilaku yang dilakukan ketua KPU dapat sanksi akademis, nyatanya sampai sekarang sanksi atas kelakuan itu tidak ada sama sekali.

Warek 3 hanya bilang bahwa itu adalah bagian dari pembelajaran. Diduga anak emas ini yang menjamin pergerakan Ketua KPU agar tidak kena sanksi dari rektorat. Memang anak emas ini cukup punya power yang lumayan di bandingkan dengan calon Presma lainnya, tak ayal perlawanan dari kedua pasangan yang lain tidak ada apa-apanya walau sekeras apapun mengatur strategi dan taktik untuk melawan pasangan anak emas ini. semuanya sia-sia, anak emas itu terus berlari tanpa ada yang bisa menghentikannya.

Tentu kinerja dari KPU, Bawaslu, dan Badko untuk menahan kacaunya penghitungan suara sangat mengecewakan. Sempat beberapa kali terjadi kendala dan inkonsititusional yang dilakukan penyelenggara untuk memediasi pihak-pihak yang keberatan, baik dari segi proses penghitungan, penetapan pemenang, dan yang terjadi di Fakultas Febi, Tarbiyah, Syariah, dan Dakwah.

- Advertisment -

BACA JUGA