BerandaSuara MahasiswaopiniKarena Aku Mencintaimu, Tanpa Karena

Karena Aku Mencintaimu, Tanpa Karena

Oleh: Komarudin

Manusia ketika berbuat sesuatu pasti ada alasan kenapa melakukan perbuatan tersebut, seperti membeli bakso untuk dimakan, pakaian untuk dikenakan atau belajar untuk kepintaran pasti semua itu terjadi karena sebuah alasan, variabel Y juga tidak akan ada tanpa variabel X. Bahkan Siti Hawa diciptakan karena alasan bahwa Adam merasa kesepian bukan karena cinta.

Mencintai sesuatu apa harus dengan sebuah alasan? Lalu apa itu cinta? Kenapa orang sering kali mengejar cinta, mengharapkan bahagia namun cinta mengingkari janji kebahagiaan tersebut? Dari berbagai literatur yang saya baca, bahwa belum ada kesepakatan bersama mengenai apa yang dimaksud ‘Cinta’, pemikir besar terdahulu banyak mendefinisikan ‘cinta’, saya menyimpulkan bahwa fenomena ‘cinta’ ini sangat tergantung bagaimana kita mengkonseptualisasikan ‘cinta’ itu sendiri. Apakah cinta itu sebuah tindakan? Sebuah perasaan ? Atau sebuah sikap?

Saya sadar dengan orang yang berpendapat bahwa yang umumnya orang sebut cinta adalah suatu emosi.

Emosi sendiri adalah suatu perasaan dalam kesadaraan kita (conscious experience) yang memiliki elemen positif atau negatif dan kualitas tertentu yang spesifik. Karakteristik dari emosi yang lain adalah perasaan tersebut cenderung mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan.

Berdasarkan penjelasan di atas, secara sederhana kita bisa menganggap emosi sebagai;

  1. Suatu perasaan di kesadaran (consciousness).
  2. Memiliki elemen positif atau negatif (disukai atau tidak disukai oleh organisme).
  3. Cenderung mendorong seseorang melakukan suatu tindakan.
  4. Memiliki kualitas tertentu.

Sebagai contoh, emosi takut itu memiliki elemen negatif (manusia cenderung tidak menyukai), mendorong orang untuk melakukan tindakan tertentu (kabur ketika terjadi kebakaran). Selain itu, emosi takut memiliki kualitas yang berbeda dari rasa marah sebagaimana dalam indra pengecap kita membedakan rasa jeruk dan rasa buah mangga.

Berdasarkan konseptualisasi di atas, lantas apa itu cinta?

Saya sepakat dengan Maulana Rumi bahwa makna dari itu semuanya tidaklah penting, karena jika sudah berada di jalan cinta yang ada hanya rasa, dan rasa itu sendiri tidak bisa dijelaskan secara teori.

Hmmm semakin sulit ya. Kalau saya secara pribadi mencoba mengartikan lebih lanjut mengenai konsepsi cinta, maka saya akan menyimpulkan bahwa cinta adalah;

“Cinta ada perasaan dimana kita merasa pulang dan tenang”.

Kalau ada orang yang bertanya lagi kepada saya bagaimana “perasaan pulang” ini, maka saya tidak mampu lagi menjawab. Sama seperti orang yang bertanya “rasa garam itu seperti apa ?”, maka saya hanya bisa menjawab, “rasa garam adalah asin”, saya tidak bisa menjelaskan ‘asin’ itu apa?.

Itu adalah kualitas subjektif dari cinta, sebuah perasaan pulang. Perasaan dimana kata terbaik lain yang menggambarkannya adalah suatu hal yang membuat kita bisa teguh dan tenang di dunia yang penuh dengan kerancuan dan ketidakpastian.

Menggunakan konsep cinta ini maka semua jelas, mengapa seseorang bisa mencintai uang, mencintai orang lain yang memperlakukannya semena-mena, dan berbagai realita yang kita lihat dimana cinta berujung pada penderitaan.

Jadi kita tidak memilih kata alasan dalam ‘cinta’, maka emosi muncul begitu saja apabila kita menemukan seseorang (atau objek lain) dimana perasaan pulang tersebut muncul.

Adakah seseorang dalam hidupmu dimana kamu merasa pulang?

- Advertisment -

BACA JUGA