BerandaKhazanahKecerdasan Ali bin Abi Thalib

Kecerdasan Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Nabi Muhammad SAW. sekitar tahun 599 Masehi atau 600 Masehi (perkiraan). Ali adalah khalifah keempat setelah Khalifah Utsman bin Affan, yang berkuasa pada tahun 656 sampai dengan 661. Beliau termasuk dalam golongan pemeluk islam pertama. Selain itu, beliau juga diakui akan keberanian dan kecerdasannya.

Dalam salah satu riwayat Al-‘Usfuriyyah, menyebut bahwa ilmu pengetahuan sayyidina Ali sangat tidak diragukan lagi, bahkan Rasulullah SAW. Pernah bersabda; “Aku adalah kota ilmu, dan ali adalah pintunya”.

Pada suatu hari, ketika kaum khawarij mendengar hadits “Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya”, mereka menjadi iri dan dengki kepada sayyidina Ali. Kemudian sepuluh orang dari pembesar kaum khawarij berkumpul. Mereka berkata: “Kita akan bertanya kepada Ali tentang satu masalah (pertanyaan), dan kita akan lihat bagaimana ia menjawabnya. Kemudian, jika ia menjawab satu pertanyaan dengan jawaban dan dalil yang berbeda-beda, maka kita akan mengetahui bahwa dia adalah orang ‘Alim sebagaimana yang di sabdakan oleh Rasulullah SAW.”

Orang pertama dari mereka menghampiri Ali dan bertanya: “Wahai Ali, manakah yang lebih utama, ilmu atau harta?” Sayyidina Ali menjawab: “Ilmu itu lebih utama daripad harta.” Orang pertama bertanya: “Mana dalilnya?” Sayyidina Ali menjawab: “Ilmu adalah warisan para Nabi, sedangkan harta adalah warisan Qarun, Syaddat, Fir’aun dan lainnya.” Lalu orang pertama pergi dengan membawa jawaban tersebut.

Kemudian datanglah orang yang ke dua dan bertanya seperti pertanyaan orang yang pertama. Sayyidina Ali menjawab: “Ilmu lebih utama daripada harta”. Orang ke dua bertanya: “Mana dalilnya?” Sayyidina Ali menjawab: “Ilmu bisa menjagamu, sedangkan harta kamu yang menjaganya.” Kemudian orang kedua pergi dengan membawa jawaban tersebut.

Setelah itu datanglah orang yang ke tiga dan bertanya seperti pertanyaan orang yang pertama dan ke dua. Sayyidina Ali menjawab: “Ilmu lebih utama daripada harta.” Orang ke tiga bertanya: “Mana dalilnya?” Sayyidina Ali menjawab: “Orang yang memiliki harta memiliki banyak lawan, sedangkan orang yang memiliki ilmu memiliki banyak kawan.” Lalu dia pergi dengan membawa jawaban tersebut.

Kemudian datanglah orang ke empat dan bertanya seperti pertanyaan orang sebelumnya. Sayyidina Ali menjawab: “Ilmu lebih utama daripada harta.” Orang ke empat bertanya: “Mana dalilnya?” Sayyidina Ali menjawab: “Apabila harta itu diberikan (kepada orang lain) harta akan berkurang. Sedangkan ilmu, jika diberikan (kepada orang lain) ilmu akan bertambah.” Orang ke empat pun pergi. Datanglah orang yang ke lima dan bertanya seperti pertanyaan orang sebelumnya. Sayyidina Ali menjawab: “Ilmu lebih utama daripada harta.” Orang ke lima bertanya: “Mana dalilnya?” Sayyidina Ali menjawab: “Orang yang berharta akan dipanggil dengan panggilan Bakhil (pelit) dan tercela, sedangkan orang yang berilmu akan dipanggil dengan panggilan yang agung dan mulia.”

Kemudian dia pergi dengan membawa jawaban tersebut. Kemudian datanglah orang yang ke enam dan bertanya seperti pertanyaan orang sebelumnya. Sayyidina Ali menjawab: “Ilmu lebih utama daripada harta.” Orang ke enam bertanya: “Mana dalilnya?” Sayyidina Ali menjawab: “Harta itu dijaga dari pencuri, sedangkan ilmu tidak di jaga dari pencuri.” Lantas dia pergi. Datanglah orang yang ke tujuh dan bertanya seperti pertanyaan orang sebelumnya. Sayyidina Ali menjawab: “Ilmu lebih utama daripada harta.” Orang ke tujuh bertanya: “Mana dalilnya?” Sayyidina Ali menjawab: “Orang yang mempunyai harta kelak akan dihisab di hari kiamat, sedangkan orang yang mempunyai Ilmu kelak akan diberi syafa’at di hari kiamat.” Lalu dia pergi.

Datanglah orang ke delapan dan bertanya seperti pertanyaan orang-orang sebelumnya. Sayyidina Ali menjawab: “Ilmu lebih utama daripada harta.” Orang ke delapan bertanya: “Mana dalilnya?” Sayyidina Ali menjawab: “Harta akan usang sebab ditelan zaman, sedangkan ilmu tidak akan usang dan busuk.” Lalu dia pergi. Dan datanglah orang yang ke sembilan dan bertanya seperti pertanyaan orang-orang sebelumnya. Sayyidina Ali menjawab: “Ilmu lebih utama daripada harta.” Orang ke sembilan bertanya: “Mana dalilnya?” Sayyidina Ali menjawab: “Harta mengeraskan hati, sedangkan ilmu menyinari hati.” Kemudian dia pergi. Datanglah orang terakhir, yaitu orang ke sepuluh dan bertanya tentang hal yang sama seperti pertanyaan orang-orang sebelumnya. Sayyidina Ali menjawab: “Ilmu lebih utama daripada harta.” Orang terakhir bertanya: “Mana dalilnya?” Sayyidina Ali menjawab: “Orang yang berharta akan memiliki sifat Rububiyyah, maksudnya ialah sifat ingin menguasai, menduduki jabatan yang tinggi, suka memaksa orang lain dan tak mau direndahkan. Sedangkan orang yang berilmu akan memiliki sifat ‘Ubudiyyah, yaitu sifat selalu tunduk dan beribadah kepada Allah SWT. Sekiranya kalian semua bertanya kepadaku tentang hal ini, tentu aku akan menjawab dengan jawaban yang berbeda selama aku masih hidup.”

Pada akhirnya sepuluh orang itu datang dan semuanya menyerah. Hikmah yang dapat kita ambil dari kisah di atas adalah betapa berharganya ilmu, hingga 10 orang bertanya dengan 1 pertanyaan tentang “lebih baik mana ilmu dengan harta” Ali menjawab dengan dalil yang berbeda-beda. Bahkan orang yang banyak ilmu akan ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT. sebagaimana di dalam penggalan ayat 11 Q.S.Al-Mujadalah yang artinya “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”  Orang berilmu akan Allah tinggikan derajatnya di dunia dan surga nanti. Di dunia, orang berilmu akan selalu dihargai  di manapun dan kapanpun. Berbeda dengan orang yang banyak harta tidak berilmu, ia dihargai ketika kaya. Namun ketika ia miskin, ia tidak akan lagi dihargai. Semoga kita termasuk golongan orang-orang berilmu. [Mg.Anang/Dani/SiGMA]

- Advertisment -

BACA JUGA