BerandaSejarahKetupat, Hidangan Wajib saat Lebaran yang Penuh Filosofi

Ketupat, Hidangan Wajib saat Lebaran yang Penuh Filosofi

Ketupat adalah hidangan khas yang selalu hadir saat lebaran tiba, makanan ini pun disukai banyak kalangan. Cara membuat ketupat sangatlah mudah, hanya terbuat dari beras dan dibungkus menggunakan anyaman daun kelapa muda membentuk persegi.

Dalam buku Malay Annual, Hermanus Johannes de Graaf ahli sejarah asal Belanda, menyebutkan bahwa ketupat pertama kali muncul pada masa Kerajaan Demak (abad ke-15 M). Dalam catatan yang ditulisnya, ketupat diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga kepada masyarakat umum. Asal usul ketupat dimulai sejak masa hidup Sunan Kalijaga, ia merupakan salah seorang Wali Songo yang turut menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.

Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya dan filosofi dari sebuah pembaharuan antara Jawa dan nilai-nilai Islam. Sebab, pada awalnya masyarakat lokal memiliki kebiasaan menggantungkan ketupat di depan pintu rumah yang dipercaya mendatangkan keberuntungan. Oleh karena itu, Sunan Kalijaga mengubah tradisi tersebut dengan menjadikan ketupat sebagai sajian bernuansa islami untuk menghilangkan unsur-unsur klenik yang telah mengikatnya.

Selain itu, dalam sejarah masyarakat Nusantara khususnya bagi masyarakat pesisir dan juga agraris, ketupat dijadikan makanan khas ketika para petani melakukan tradisi selametan yang ditujukan pada Dewi Kemakmuran bernama Dewi Sri untuk dilakukan pasca-panen.

Tradisi menyajikan ketupat, kerap kali dilakukan hingga saat ini oleh masyarakat Keraton di Ubud Bali. Di Pulau Jawa dan Bali, ketupat sebagai makanan khas Nusantara yang tersaji pada masyarakat Muslim, Hindu maupun masyarakat lokal yang kental dengan kepercayaannya.

Pasti banyak diantara kita yang penasaran kenapa dinamakan ketupat? Nah, ternyata ketupat punya makna dan filosofinya loh.

Kata “ketupat” atau “kupat” berasal dari kata bahasa Jawa “ngaku lepat” yang berarti “mengakui kesalahan”. Maknanya, ketupat sesama Muslim diharapkan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan.

Bungkus yang dibuat dari janur kuning, dalam bahasa Jawa memiliki arti “hati nurani”. Filosofinya yaitu saat lebaran kita harus membersihkan hati dari segala macam hal negatif atau penolak bala, sehingga bisa kembali ke fitri atau kembali suci dengan saling memaafkan. Bukan hanya itu, bentuk segi empat mencerminkan prinsip “kiblat papat lima pancer” yang memiliki makna ke manapun manusia melangkah, pasti selalu kembali kepada Allah SWT.

Anyaman yang begitu rumit mempunyai makna tersendiri, yakni mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia. Sedangkan warna putih yang terdapat dalam ketupat, ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah mohon ampun dari segala kesalahan. Sementara itu, beras dilambangkan sebagai kemakmuran setelah hari raya.

Ketupat terasa nikmat apabila dipadukan dengan berbagai jenis makanan khususnya yang berkuah santan, seperti opor, rendang, gulai, lontong sayur dan lain sebagainya. Kita bisa temukan ketupat dimana saja ketika hari raya, seperti mengunjungi rumah sanak saudara.

Penulis: Salma
Editor: Een

- Advertisment -

BACA JUGA