Oleh: Muhammad Ervin Nizar, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Adab
Barangkali saya akan mengawali tulisan pendek ini dengan pertanyaan kolot; apa sih tujuan orang kuliah? dengan pertanyaan ini, kalian pasti akan mendapati seabgreg jawaban klise, tapi sebagiannya lagi tidak mengerti sebetulnya untuk apa mereka kuliah. Bila tak percaya, coba saja praktikkan ke mahasiswa/i yang nanti kalian temui, atau gampangnya tanyakan saja pertanyaan ihwal tadi ke ce’es kalian yang sama-sama mahasiswa. Atau bila ingin lebih paten tanyakan beberapa pertanyaan ke mahasiswa anyar
.
Dari banyaknya jawaban yang muncul, pasti kebanyakan akan menjawab dengan jawaban klise, yaa. untuk menuntut ilmu, pastinya. Begitu bukan? Jawaban ini, pasti akan sangat banyak dilontarkan ratusan milyar mahasiswa, ini menurut data yang dilansir dari lembaga survei internasional yang sudah tentu aktual, terpercaya, akuntabel, progresif dan revolusioner.
Setelah itu, cobalah sambung dengan pertanyaan: lantas mengapa kuliah?. Banyak dari mereka akan menjawab karena disuruh orang tua. Sebagiannya lagi karena bingung mau ngapain selepas lulus SLTA, atau bahkan mirisnya karena ikut-ikutan saja. Atau jawaban yang paling oh my god adalah karena hanya ingin keren-kerenan. Jawaban-jawaban demikian akan amat jengkel didengar kating-kating (kakak tingkat) berambut gondrong, dan jadi main-mainan mahasiswa tua yang pengetahuannya sudah di atas awan. Xixixi.
Jawaban-jawaban demikian bisa saya simpulkan, bahwa kuliah hanya memperpanjang masa sekolah, atau menunda masa menganggur.
Dari macamnya jawaban, pastinya kuliah ujung-ujungnya adalah untuk mencari lembar nominal, bekerja, menjadi pedagang; pedagang ilmu, pedagang tenaga, pedagang batu-bata, dan berbagai jenis pedagang. Semuanya berdagang untuk mendapatkan uang.
Selesai dari situ, cobalah perpanjang obrolan dengan menanyakan, seperti: setelah lulus nanti, apa yang mereka inginkan dari selembar ijazah?. Apa kira-kira jawaban yang paling banyak didapati?. Barangkali, sebagian dari mereka tidak sadar bahwa kuliah atau pun tidak kuliah, ternyata kita orang harus gawe sebagai manusia mandiri—seperti isi paragraf sebelum ini—sekalipun anak anggota dewan terkaya di muka bumi, normalnya begitu.
***
Ada begitu banyak orang tua yang mengirim anaknya untuk kuliah, hanya dengan alasan jika sudah sarjana dan punya gelar akan mudah mencari kerja, sarjana kan pasti cerah masa depannya. Preeettt..
Di masa lalu, sarjana memang selalu diapung-apungkan dan diidamkan para orang tua terlebih dalam jangkauan yang agak luas pada lingkup masyarakat, apalagi tetangga rumah, belum saja teriak histeris mendengar kabar sarjana tiba di kampung. Tapi itu dulu, sekarang mana ada atau kalaupun ada pasti kalo sarjana terus menganggur paling jadi olok-olokan tetangga. Banyak calon sarjana sekarang yang belum lulus saja urat dahinya tercekik setengah mati karena harus memikirkan kehidupan setelah mendapati gelar sarjana nanti.
Heyy.. sarjana sekarang nggak kayak dulu, kalau dulu sarjana mendapati strata sosial setara dengan (silakan isi jawaban sendiri), kalau sekarang sarjana cuma menambah angka pengangguran dan menambah kerjaan be’pe’es buat merekap angka pengangguran yang bertambah.
Bagaimana sejauh ini, apa tulisan ini memaksa untuk berpikir dan mencari jawaban yang apik, untuk apa sebenarnya kuliah, atau memang masih pakai jawaban-jawaban serupa di muka. Saran saya, sih, kalau jawaban anda masih sama mending kuliahnya disudahi, dan sisa uang semesteran yang belum dibayarkan belikan saja motor Honda Scoopy.