Maling

Marah adalah nama pencopet penguasa kawasan ANTERA Persatuan Pencopetan Antera (PPA) dialah ketua umum selama 17 tahun. Marah sudah tentu kaya raya dan melimpah hartanya. Karena setiap anggotanya yang berjumlah 90 orang itu wajib menyetor Rp50.000 (lima puluh ribu rupiah) kepadanya. Motto kelompok PPA “boleh mencopet tapi jangan kepada pencopet” motto ini demi menjaga marwah nama baik pencopet. Ada konsekuensi jika anggota yang tidak menyetor kepadanya, yaitu hukuman mati. Terserah dengan cara apapun asalkan dia mati.

Suatu ketika Marah menyamar menjadi orang biasa yang membawa bingkisan. Marah ingin tahu keadaaan lapangan yang dialami anak buahnya dan kendala apa saja yang ditemukan oleh anggotanya. Di tepi jalan Marah menunggu angkutan umum, seperti halnya penumpang lain Marah duduk dengan tidak mencurigakan orang lain. Di dalam angkot terdapat lima penumpang, yaitu tiga laki-laki remaja sekolah dan dua perempuan ibu-ibu duduk berdempetan, ibu yang dekat dengan pak supir itu wajahnya sudah tidak muda lagi beda halnya dengan ibu yang duduk di pinggirnya terlihat muda dan bercahaya sekali, mungkin dia memakai pancaran ilahi. Percis sekali posisi Marah duduk di tengah-tengah penumpang yang lain. Marah ingin mulai beraksi melancarkan operasi pencopetannya yang sudah tidak diasah sekian lama.

Dulu Marah hanya butuh waktu sepuluh detik saja untuk memangsa dompet korban. Operasinya pun tidak di angkot melainkan dengan berskala tinggi seperti di pesawat, ataupun kereta api bisnis sampai kapal laut. Ajaibnya Marah tidak pernah ketahuan saat menjalankan operasi, gerakan cepat dan tatapan meyakinkan kepada petugas seolah ia menghipnotis orang yang memandangnya.

Marah mempelajari dunia percopetan tidak segampang membalikan telapak tangan. Butuh proses bertapa selama tiga bulan di kaki Gunung Kramat Maneng dengan berguru kepada Ki Jarik yang mempunyai ilmu aliran merah dan hitam. Ki Jarik anak bungsu dari empat bersaudara, yaitu dua kakak perempuan dan satu kakak laki-laki. Dimasa mudanya Ki Jarik selalu mendapatkan ketidakadilan dalam keluarga ataupun kerabat-kerabatnya seolah-olah ia anak yang haram. Lalu Ki Jarik berkelana mencari ilmu untuk misi membalas dendam kepada orang yang pernah menyakitinya.

Sepuluh tahun berkelana ke penjuru daerah untuk mendapatkan kehebatan. Ki Jarik yang berusia 70 tahun tetapi jika dipandang dari fisik sungguh sangat muda, karena Ki Jarik tidak pernah menyentuh perempuan dalam hidupnya. Bagi Ki Jarik hidup ini singkat kau harus mempercepat pengetahuan dan mengetahui siapa kau sebenarnya.
Suatu hari tak sengaja saat mengambil kayu-kayu kering Ki Jarik melihat seorang pemuda yang gelisah dan putus asa. Badannya kurus, matanya sipit, dan rambutnya sampai kepunggung lubang hidungnya, Ki Jarik seperti merasakan ada hal berbeda dalam jiwa pemuda ini. Begitu sadar ada yang memperhatikannya Marah yang sedang kesal karena ia telah membunuh istrinya.

“Mengapa kau melihat seperti itu” ucap Marah.
“Aku hanya merasa.”

Selain itu Ki Jarik pun tidak mempunyai murid satupun. Hal utama yang membuat Ki Jarik sampai kepada Gunung Meneng ia membabat semua keluarganya sampai tidak tersisa. Ia tidak tahan dengan hiruk-pikuk para manusia yang tidak manusia. Selama di gunung itu Marah harus makan hanya dengan logistik yang seadanya. Baginya itu tak masalah karena Marah berprinsip biarlah menderita sebentar asalkan nanti dia bahagia dan senang.

Saat proses pertapaan itu mental dan fisik Marah diolah oleh kekuatan alam dan kekuatan langit. Marah harus bersahabat dengan alam yang susah di tebak keadaanya, sehingga membuat Marah mengerti tidak semua hal yang ia harus ketahui karena ada batasan yang tidak bisa ditembus. Jikalau Marah ingin menembus semua kekuatan alam, ia harus memisahkan roh terlebih dahulu kemudian Marah mencoba melakukannya dibantu oleh Ki Jarik.

Marah memejamkan mata pelan-pelan lalu ia tutup matanya sambil berkumat-kamit mulutnya, telinga ia fokuskan untuk tidak mendengarkan hal apapun. Ki Jarik di belakang menempelkan tangannya kepundak Marah. Ki jarik mulai berkonsentrasi membuat pikiran Marah berpusat kepada apa yang dituju kali ini. Marah mulai merasa ada kekuatan yang baru datang kepada dirinya, sehingga marah teguncang hebat. Posisi duduknya mulai goyah, Ki Jarik pun mulai tidak kuat menambah energi kepada Marah. Marah tetap mempertahankan posisinya dengan teguh. Ada pertarungan batin disana yang dialami oleh Marah dan gurunya, tanpa tahu siapa yang mereka lawan karena kekuatannya begitu dahsyat. Semakin Marah melawan semakin kekuatan yang datang begitu besar menghampirinya. Marah pun mulai tidak sanggup kemudian ia lepaskan, gurunya pun tersungkur kebelakang (mental) tidak kuat menahan daya kuatnya energi pertarungan Marah.

Marah mulai sadarkan diri kemudian membangunkan Ki Jarik yang terkapar di tanah. Darah keluar dari mulutnya, tetapi Ki Jarik tak sadarkan diri. Sampai peristiwa itu ia tidak ingin mencoba lagi karena terlalu sayang kepada Ki Jarik untuk mati.

Penulis : Ahmad khudori
Editor : Vina Amelia

- Advertisment -

BACA JUGA