BerandaNEWSLiputan KhususMembantah Tudingan Anarko dalam Aksi Demonstrasi Menolak UU Cipta Kerja di Kampus...

Membantah Tudingan Anarko dalam Aksi Demonstrasi Menolak UU Cipta Kerja di Kampus UIN Banten

Selasa, 6 Oktober 2020 siang, Failosof, seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri Sutan Maulana Hasanuddin (UIN SMH) Banten ada di tengah aksi unjuk rasa menolak pengesahan Undang-undang Cipta Kerja (Omnibus Law). Ia tergabung dalam aliansi Geger Banten yang beranggotakan beberapa organisasi mahasiswa dan kelompok lain. Geger Banten bisa dikatakan merupakan aliansi mahasiswa terbesar di provinsi Banten dalam gerakan penolakan UU Cipta Kerja.

“Sebagai mahasiswa, saya berpandangan bahwa Omnibus Law adalah produk UU yang tidak mengakomodasi kepentingan kaum buruh. Bentuk pandangan itulah kemudian menjadi alasan saya ikut demonstrasi,” kata Failosof ketika ditemui hari senin (17/10/2022) lalu.

Unjuk rasa aliansi mahasiswa Geger Banten dimulai dari lapangan Fakultas Syariah kampus UIN SMH Banten. Sambil meneriakkan yel-yel, massa demonstrasi berjalan ke arah gerbang kampus UIN SMH Banten. Mereka menutup dua arah jalan. Akses jalan ke Alun-alun Kota Serang dipastikan lumpuh. Akses jalan ke jalan tol Serang Timur juga ditutup.

Mulanya, jumlah personel Polisi dan TNI jauh lebih sedikit dibandingkan massa demonstrasi yang diisi dengan orasi tiap perwakilan organisasi anggota aliansi Geger Banten. Namun, menurut kesaksian Failosof, menjelang sore terjadi penambahan personel polisi dari Polda Banten dan Resor Serang Kota. Pasukan Antihuru-hara Brimob ikut diturunkan mengawal demonstrasi. Mereka mencegat Geger Banten yang berjalan menuju lampu merah Ciceri.

Kedua kubu berhadap-hadapan. Hari semakin gelap. Polisi mengimbau agar massa, yang sebelumnya menyalakan petasan ke arah langit, membubarkan diri karena aksi mereka sudah melewati batas waktu yang ditentukan. Polisi akhirnya bertindak. Pasukan Antihuru-hara menerobos barisan aliansi Geger Banten, membuat mahasiswa panik dan lari berhamburan. Banyak mahasiswa mundur ke dalam kompleks UIN SMH Banten, lalu cepat-cepat menutup gerbang kampus.

Dalam kerusuhan itu, mahasiswa ditendangi. Sebagian dari mereka terjatuh hingga berdarah saat berlari ke dalam kampus. Beberapa orang mahasiswa ditangkap. Aparat lalu menembakan gas air mata ke arah kampus UIN. Di pihak aparat, dilaporkan seorang personel Polda Banten Karo Ops mengalami luka di kepala akibat lemparan batu dari arah kampus.

Melihat situasi yang memburuk, aliansi Geger Banten mencoba bernegosiasi dengan pihak aparat untuk membebaskan empat mahasiswa yang ditangkap, tapi menemui jalan buntu. Massa mahasiswa akhirnya berunding di dalam kampus, tepatnya di Lapangan Syariah. Disepakati, para mahasiswa dievakuasi ke tempat yang lebih aman lewat gerbang belakang kampus. Selama proses evakuasi inilah, diduga banyak mahasiswa tertangkap oleh aparat.

Sepanjang malam itu, aliansi Geger Banten sibuk mengadvokasi peserta aksi yang tertangkap. Total ada 14 orang, sebagian besar mahasiswa, yang ditahan di markas Polda Banten.

Sarifin dari LBH Rakyat Banten menceritakan bagaimana sulitnya upaya mendampingi peserta demonstrasi yang ditangkap polisi malam itu. “LBH rakyat Banten dibatasi untuk secara langsung mendampingi saat para demonstrasi dibawa ke Polda Banten,” ujarnya, Minggu (18/12/2022).

sumber foto: LPM SiGMA
Sumber: LPM SiGMA

Tudingan Anarko

Esok harinya, Rabu, 7 Oktober 2020, Polda Banten menggelar konferensi pers tentang penangkapan peserta demonstrasi penolakan UU Omnibus Law oleh aliansi Geger Banten. Dalam pernyataannya, Kapolda Banten Irjen Pol. Fiandar mensinyalir demonstrasi disusupi oleh pihak anarko. Isu anarko yang diembuskan polisi ini lalu digaungkan oleh banyak media, baik lokal, regional, maupun nasional.

Suarabanten.id menuliskan kutipan sang Kapolda: “Kami masih mendalami, memang ada petunjuk-petunjuk yang mengarah pada kelompok tersebut tapi kami mohon waktu untuk mengungkapnya.”

Dalam versi Detik: “Memang itu jadi pengamatan kami, cara kerjanya, tampilannya kemudian implementasi aktivitas demonya, seperti itu. Sedang kita dalami. Belum kita simpulkan namun ke arah sana menjadi perhatian pendalaman Dirkrimum dan intel untuk kelompok-kelompok diduga anarko ini,”

Atau juga dalam terbitan Kompas.com: “Cara kerjanya, tampilannya, implementasi aktivitas demonya seperti itu (anarko). Sedang kita dalami, belum kita simpulkan, Namun ke arah sana menjadi perhatian terkait kelompok-kelompok yang diduga Anarko.”

Tudingan anarko ini menuai bantahan. Jafra, mantan koordinator umum KMS 30 yang menjadi bagian dari aksi 6 Oktober 2020, menyebut bahwa unjuk rasa dilakukan atas dasar keresahan mahasiswa melihat situasi bangsa saat itu. Pengesahan UU Omnibus Law oleh DPR mencederai kepercayaan rakyat sehingga harus ditolak.

“Sangat disayangkan, pihak Polda Banten membuat narasi aksi demonstrasi disusupi anarko. Padahal anarko bergerak tanpa pemimpin struktural. Demonstrasi yang dilakukan, jelas strukturalnya. Ada humas, korlap, jenlap. Sisi ini tidak dimiliki oleh gerakan anarko,” tutur Jafra ketika ditemui di kediamannya, Rabu (19/10/2022).

Jafra menegaskan, anarko tidak ada hubungannya dengan aksi yang dilakukan oleh aliansi Geger Banten. Narasi anarko sengaja diembuskan untuk memecah konsentrasi gerakan mahasiswa.

Insan Kamil, perwakilan aliansi Geger Banten, menyangkal bahwa gerakan mahasiswa disusupi anarko. Aliansi ini adalah gerakan perjuangan menolak Omnibus Law. Menurut Insan, orang-orang yang ditangkap polisi adalah orang yang secara sadar melakukan aksi demonstrasi. Alasan polisi menangkap mereka karena diduga sebagai provokator dan tidak mengerti tuntutan pokok demonstrasi, adalah alasan yang dipaksakan dan mengada-ada.

“Orang yang berpandangan bahwa Geger Banten adalah gerakan anarko tanpa satu pun basis argumentasi yang objektif dan ilmiah adalah salah. Seperti yang disampaikan oleh Humas Polda Banten satu hari pascaaksi demonstrasi, 6 Oktober 2020, yang menuding gerakan tersebut disusupi oleh anarko dengan alasan massa aksi mayoritas berpakaian hitam-hitam. Pertanyaanya, sejak kapan orang berbaju hitam identik dengan anarko?” ujarnya, Kamis (20/10/2022).

Dani, pemerhati politik mahasiswa, mengaitkan tudingan anarko dengan upaya meredam sebuah gerakan yang terus menguat. Politik memecah belah efektif melemahkan gelombang penolakan yang dirasakan mulai menjadi ancaman. “Akhirnya konsistensi dari persatuan perlu dipecah,” katanya, Kamis (7/11/2022).

Dimintai klarifikasi tentang tudingan anarko ini, Humas Polda Banten Kombes Pol. Shinto Silitonga malahan menyampaikan bantahan. “Tidak pernah ada pernyataan Humas Polda Banten tentang aksi demo,” katanya, Minggu (30/10/2022).

Penulis: Ahmad Khudori

- Advertisment -

BACA JUGA