Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) merupakan ritual tahunan yang diadakan oleh hampir semua perguruan tinggi di Indonesia. Di UIN SMH Banten sendiri dikenal dengan PBAK (Pengenalan Budaya Akademik Kampus) yang tiap tahunnya dilaksanakan pada waktu mendekati jadwal perkuliahan semester ganjil dimulai.
Bagi mahasiswa baru, OSPEK adalah gerbang pertama mereka dalam dunia perkuliahan, yang diharapkan dapat membantu mereka beradaptasi dengan lingkungan baru, baik dari segi akademis maupun sosial. Namun, di balik tujuan mulianya, OSPEK sering kali menjadi momok menakutkan bagi mahasiswa baru. Jadi, apakah OSPEK benar-benar memberikan manfaat yang signifikan, atau justru lebih banyak membawa dampak negatif?
Pertama, kita harus mengakui bahwa OSPEK memiliki potensi positif. Kegiatan ini bisa menjadi sarana untuk membangun rasa kebersamaan dan solidaritas di antara mahasiswa baru. Melalui kegiatan kelompok, permainan, dan diskusi, mahasiswa dapat saling mengenal dan membentuk jaringan pertemanan yang akan sangat bermanfaat selama masa perkuliahan. Selain itu, pengenalan terhadap budaya akademik dan kehidupan kampus yang diberikan oleh senior atau dosen dapat menjadi bekal penting bagi mahasiswa baru dalam menjalani kehidupan kuliah yang penuh tantangan.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa OSPEK juga sering kali disalahgunakan. Di beberapa kampus, OSPEK justru menjadi ajang pembuktian kekuasaan oleh senior terhadap mahasiswa baru sebagai juniornya. Alih-alih memberikan bimbingan yang membangun, beberapa senior memilih menggunakan cara-cara intimidatif, seperti perploncoan dan kekerasan verbal, hingga pemburuan kader untuk kepentingan organisasi dengan cara yang tidak etis.
Hal itu justru meruntuhkan kepercayaan diri mahasiswa baru dan berdampak pada persepsi yang mereka terima saat awal memasuki kampus. Tentunya itu bertentangan dengan tujuan awal OSPEK, yaitu untuk membantu mahasiswa baru beradaptasi dan merasa nyaman di lingkungan kampus.
Selain itu, OSPEK yang berlebihan dalam menuntut fisik dan mental mahasiswa baru juga bisa berdampak negatif. Tugas-tugas yang tidak relevan dengan akademik, serta tekanan untuk mengikuti kegiatan yang tidak jelas manfaatnya, sering kali membuat mahasiswa baru merasa terbebani. Akibatnya, bukan rasa antusiasme yang tumbuh, melainkan rasa ketakutan dan kecemasan. OSPEK seharusnya menjadi pengalaman yang menyenangkan dan mendidik, bukan malah menjadi sumber stres bagi mahasiswa baru.
Di UIN SMH Banten, masih terlihat beberapa kebiasaan buruk dari senior yang terjadi pada mahasiswa baru sehingga menimbulkan beberapa kekacauan, meski tentu pihak panitia pelaksana PBAK telah berupaya mengubah budaya buruk OSPEK yang kental akan senioritas tersebut menjadi lebih harmonis seperti layaknya tema yang diusung, yaitu “Moderat Berbudi, Cerdas Berprestasi.”
Maka, sebagai penutup, OSPEK memang memiliki peran penting dalam membantu mahasiswa baru beradaptasi dengan kehidupan kampus. Namun, pelaksanaannya perlu dievaluasi dan diperbaiki agar benar-benar memberikan manfaat yang diharapkan.
OSPEK seharusnya menjadi momen yang membangun karakter mahasiswa baru, bukan malah meruntuhkannya. Dengan pendekatan yang lebih humanis dan edukatif, OSPEK dapat menjadi fondasi awal yang kuat bagi mahasiswa baru untuk meraih kesuksesan di dunia perkuliahan dan kehidupan selanjutnya.
Bagaimana dengan kamu mahasiswa baru? Siapkah kamu menjalani ospek?
Penulis: Naila
Editor: Nazna