Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus atau biasa disingkat dengan kata OSPEK bukan sebuah kegiatan asing bagi mahasiswa, apa lagi mahasiswa baru. OSPEK merupakan kegiatan tahunan yang dilaksanakan saat penerimaan mahasiswa baru pada perguruan tinggi.
Tentunya OSPEK pada setiap perguruan tinggi dilakukan dengan gaya dan budaya kampus itu sendiri, akan tetapi esensi OSPEK sebenarnya untuk membuat mahasiswa baru lebih mengenal keadaan kampus, sebelum dimulainya perkuliahan untuk beberapa tahun ke depan.
Banyak yang beranggapan bahwa OSPEK merupukan salah satu unsur penting. Namun dari tahun ke tahun, pelaksanaan OSPEK selalu menuai pro dan kontra di mata mahasiswa dan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, OSPEK memiliki ragam jenis mulai dari OSPEK yang dilakukan oleh Universitas, Fakultas hingga Jurusan yang biasanya memakan waktu yang cukup panjang. Ketika OSPEK, Mahasiswa Baru (MABA) diharuskan untuk datang pagi hari dengan atribut-atribut yang terkadang cenderung menyulitkan.
Tidak hanya itu, tugas-tugas yang diberikan juga cukup banyak dan tak jarang membuat beberapa mahasiswa jatuh sakit ketika ospek berlangsung.
Saya sadar betul tugas yang diberikan panitia adalah bagian dari pelatihan untuk mereka menghadapi dunia perkuliahan.
Namun apakah perlu disertai dengan hukuman, apabila peserta tidak dapat menyelesaikan tugasnya tepat waktu?. Hukuman yang saya maksud di sini juga cukup beragam, diantara hukuman yang menurut saya tidak pantas untuk diberikan, salah satunya, dipermalukan di depan umum seperti push up, sit up, dan hukuman lainnya yang diintruksikan senior, yang menurut saya memberatkan MABA.
Mereka yang tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik akan ditanya di depan peserta lainnya, lalu dipatahkan dengan argumen “Teman-teman kamu saja mampu mengumpulkan tugas tepat waktu, kenapa kamu tidak?”.
Saya berharap OSPEK dapat terbebas dari kegiatan-kegiatan perpeloncoan, karena kegiatan tersebut memiliki dampak yang cukup serius, seperti kekerasan verbal. Hal ini sudah sering terjadi selama bertahun-tahun. Beberapa oknum mengeklaim bahwa kegiatan tersebut untuk membentuk mental mahasiswa yang lebih kuat dan disiplin.
Sayangnya, harapan saya pupus sudah ketika melihat banyaknya berita viral mengenai ospek di salah satu Universitas di Banten, ketika panitia menjemur mahasiswa baru hingga berjam-jam lamanya dengan dalih ingin mengambil sesi foto mozaik, yang pada akhirnya menimbulkan banyak peserta yang muntah dan pingsan.
Saya sendiri tidak mengetahui apa esensi dari kegiatan bentak-membentak yang biasanya dilakukan oleh panitia. Apakah tidak ada cara lain untuk mendisiplinkan mahasiswa?. Mengapa demikian ini terjadi sehingga ini bisa terjadi sehingga berdampak pada kondisi mental mahasiswa baru.
Ketika mulai dikritik mengenai OSPEK mereka yang cukup memberatkan, mereka berdalih hal ini bertujuan untuk menguatkan mental mahasiswa baru agar mereka kuat menjalani perkuliahan. Sayangnya, tanpa harus dilatih pada akhirnya mahasiswa dapat sadar dengan dirinya bahwa perkuliahan memang tidak seindah dengan apa yang mereka bayangkan.
Sehingga saya rasa tanpa adanya kekerasan verbal pun mental mereka akan terlatih dengan sendirinya ketika sudah berhadapan dengan dosen.
Mungkin akan ada banyak orang yang menyangkal namun percaya atau tidak, sebagian besar OSPEK lebih condong sebagai ajang senioritas.
Pelatihan mental hanya menjadi kedok saja untuk menutupi keusilan kegiatan ospek yang memang sudah salah dari awal. Secara tidak langsung OSPEK menjurus sebagai unjuk kekuasaan para senior. Sedangkan, maba hanya bisa menuruti semua perintah kakak tingkatnya, tanpa terkecuali. Toh, biasanya mereka yang berani speak up akan menjadi bulan-bulanan dengan dalih “tidak sopan” terhadap senior.
Saya jadi ragu apakah sebenarnya OSPEK itu mengajarkan kita untuk berlaku sewenang-wenang terhadap junior. Atau barangkali budaya “asal panitia senang” muncul karena saat ospek para maba akan melakukan apapun yang diperintahkan seniornya agar mereka dapat bebas dari hukuman. Namun, pada akhirnya kegiatan ospek hanya sebagai formalitas belaka yang kurang menghasilkan esensi.
Ada beberapa teguran dari panitia yang membuat down para peserta. Sebagai ilustrasi, kurang lebih seperti ini kata yang dilontarkan oleh senior maba “Lemah amat lu, dek. Cari kampus lain aja kalo gitu, kakak dulu lebih parah dek, kalian mah nggak ada apa apanya.”
Saya sebenarnya bertanya-tanya, apakah sudah ada bukti konkret bahwa mahasiswa baru yang mengikuti kegiatan ospek cenderung lebih mudah menjalani perkuliahan, dibandingkan dengan mereka yang berani tidak mengikuti kegiatan OPSPEK karena merasa kegiatan tersebut tidak penting.
Selama ini, saya hanya melihat bukti formalitas yakni sebuah sertifikat kelulusan ospek yang “katanya” berguna untuk kelulusan. Namun, secara mental apakah mereka benar dilatih atau semua ini hanya ajang unjuk senioritas belaka?.
Saya berharap, OSPEK ke depannya lebih fokus pada tujuan yang benar-benar sesuai untuk kebutuhan mahasiswa, yaitu untuk mengenalkan lingkungan kampus kepada mahasiswa baru dengan dibimbing oleh kelemah-lembutan senior yang juga tegas tanpa adanya kekerasan.
Seperti dalam peribahasa yang mengatakan, “Tak Kenal Maka Tak Sayang” bagaimana kita dapat menyayangi kampus, kalau kita sendiri tidak mengenalnya sama sekali. Jadi kegiatan OSPEK ini harus tetap dilaksanakan tetapi harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan nilai serta norma yang berlaku.
Penulis: Mg_Riyanti
Editor: Een